MAKASSAR, RAKYATSULSEL -- Polda Sulsel melalui Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) buka suara menanggapi perkembangan laporan kasus dugaan pemalsuan dokumen dan penggelapan dana perusahaan CV Aneka Jasa yang mandek sejak lima tahun lalu dan belum menemui titik terang. Dimana, laporan itu dibuat sejak 4 Juli 2019, dengan nomor LBP/240/VII/2019/SPKT.
Tidak adanya kejelasan kasus tersebut membuat konsultan usaha CV Aneka Jasa, Haji Amran, merasa kecewa. Terlebih selama enam tahun, kasus yang diduga menyeret oknum dosen UMPAR berinisial AA dan istrinya KHJ, seorang penyuluh pertanian di Sidrap yang kini berstatus ASN di Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Parepare ini telah dilakukan gelar perkara sebanyak dua kali, namun hasilnya lagi-lagi nihil.
Menindaklanjuti perkembangan laporan kasus tersebut, Dirreskrimum Polda Sulsel, Kombes Pol Setiadi Sulaksono saat dikonfirmasi mengatakan dirinya telah memanggil penyidik kasus tersebut namun penanganan kasusnya terhambat masalah akuntan publik.
"Sudah saya panggil penyidiknya terkait hambatannya, masalah akuntan publik yang belum dilakukan," ujar Setiadi dalam keterangan tertulisnya saat dikonfirmasi via pesan WhatsApp, Jumat (18/4/2025).
Meski begitu, mantan Dirsamapta Polda Sulsel itu dengan tegas menyatakan kasus tersebut tetap akan diungkap dan diselesaikan pihaknya.
"Kasusnya masih on the track," sambungnya.
Sebelumnya, Rakyat Sulsel memberitakan, Haji Amran menyampaikan kekecewaannya karena selama enam tahun, kasus tersebut belum menunjukkan perkembangan. Bahkan hasil gelar perkara yang kedua belum juga ia terima.
"Ini sudah dilakukan gelar perkara khusus, bahkan dua kali, tapi belum ada kejelasan. Ada apa?," ujar Amran, Sabtu (12/4/2025) sore.
Amran mengatakan telah menyerahkan berbagai bukti terkait dugaan pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan oleh terlapor berinisial AA.
Saat jumpa pers, Amran menunjukkan sejumlah dokumen kwitansi yang diduga dipalsukan. Ia juga menyebut adanya penggunaan stempel, nomor HP, serta rekening pribadi milik AA dan istrinya, KHJ, untuk mengelabui para user di perusahaannya.
"Alamat pada kwitansi itu diubah ke rumah pribadi. Ada juga penggunaan stempel serta nomor pribadi istri (KHJ) dalam dokumen-dokumen itu," jelasnya.
Amran mengaku tidak lagi memiliki akses terhadap informasi pembayaran user, karena AA tidak melaporkan pelunasan-pelunasan tersebut kepadanya.
"Saya tidak tahu karena semua dokumen dipegang AA. Jadi saya kehilangan kendali atas transaksi user," katanya.
Amran meminta agar Polda Sulsel segera menindaklanjuti kasus ini secara transparan dan profesional.
"Kami hanya ingin kejelasan status hukum AA. Ini sudah enam tahun tapi tidak ada perkembangan. Kami minta Polda Sulsel lebih transparan," tegasnya. (Isak/B)