MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Tiga dekade telah berlalu sejak tragedi mengerikan mengguncang warga Sulawesi Selatan. Pada 12 Maret 1995, satu keluarga yang tinggal di Jalan Karunrung, Makassar, ditemukan tewas mengenaskan. Peristiwa berdarah itu menewaskan tujuh orang—sepasang suami istri, empat anak, dan seorang pembantu rumah tangga.
Meskipun waktu telah berjalan puluhan tahun, ingatan tentang tragedi ini masih membekas kuat dalam benak warga sekitar. Banyak dari mereka masih enggan membicarakannya secara terbuka, namun kesaksian beberapa saksi mata memperlihatkan betapa dalam luka yang ditinggalkan.
“Saya masih ingat betul, saat itu darah berceceran di mana-mana. Tujuh jenazah ditemukan dalam kondisi mengenaskan,” ujar Hj. Dartati Mahudar (52), salah satu saksi mata kepada RAKYATSULSEL.
Pasca kejadian, suasana di sekitar lokasi menjadi mencekam. Warga diliputi rasa takut, bahkan banyak yang mengaku mengalami gangguan gaib saat melintas di depan rumah korban. Sopir taksi, penjual sayur, hingga pemulung pernah mengaku melihat penampakan misterius.
“Baru setelah polisi melakukan olah TKP dan rekonstruksi, warga mulai berani keluar rumah,” tambah Dartati.
Saksi lainnya, Jumriah (54), turut mengisahkan detik-detik sebelum pembunuhan terjadi. Ia menceritakan bahwa pembantu korban saat itu digantikan oleh adiknya karena sedang sakit. Namun adik tersebut tak kunjung pulang menjelang magrib, sehingga sang ibu dan Jumriah memutuskan untuk mencarinya ke rumah keluarga Ahmadi—korban pembantaian.
“Kami intip dari pintu, kaget sekali karena darah di mana-mana. Kami langsung panggil warga dan polisi. Ternyata benar, anak itu ikut menjadi korban,” tutur Jumriah.
Kesaksian lain datang dari Ria Amir (52), yang menyaksikan langsung kondisi mengerikan di dalam rumah. Tiga dari tujuh jenazah ditemukan di ruang tamu, beberapa lainnya ditemukan di tempat yang berbeda, termasuk sumur rumah sebelah dan lantai dua.