Penulis: Abdul Salam Taba
MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Asumsi awal yang menyatakan perdagangan bebas dapat menyejahterahkan umat manusia mulai diragukan keabsahannya. Pada kenyataannya, yang terjadi justeru menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pengangguran di berbagai kawasan, termasuk di Amerika Serikat (AS) yang semula menjadi penyokong utama perdagangan bebas.
Keraguan ini cukup beralasan dengan melihat perang tarif akibat Keputusan Presiden AS, Donald Trump yang mengenakan tambahan tarif impor ke negara mitra dagangnya. Pasalnya, fenomena itu memunculkan perang tarif, terutama antara AS dan China, yang memicu ketidakpastian perdagangan di pasar global.
Menjadi pertanyaan, apakah perang tarif bakal meniadakan perdagangan bebas? Benarkah perdagangan bebas dapat menguntungkan setiap negara? Terlepas ya atau tidak, bagaimana sebaiknya Indonesia menyikapi kebijakan tarif pemerintah AS.
Secara konseptual perdagangan bebas dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara mondial. Pasalnya, manfaat liberalisasi perdagangan yang dapat diraih tiap negara dapat dijelaskan melalui konsep keuntungan keuntungan kompetitif (competitive advantage) dan keuntungan komparatif (comparative advantage).
Bagi ekonom, suatu negara dianggap lebih kompetitif bila negara itu mampu memproduksi barang atau jasa yang lebih murah dari negara lain. Misalnya, biaya produksi komputer di Singapura atau Hongkong lebih mahal daripada di Malaysia, maka negara itu dianggap memiliki keuntungan kompetitif ketimbang Singapura atau Hongkong.