Momentum Tidak Korupsi-Gratifikasi

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Kenaikan gaji hakim dinilai jadi momentum untuk melakukan pembenahan internal di lembaga peradilan. Tidak korupsi, menolak gratifikasi, intervensi, serta meneguhkan integritas profesi hakim sudah seharusnya menjadi prioritas utama. Dengan meningkatkan kesejahteraan, sejatinya, para hakim dapat menjadi pengawas bagi diri sendiri dan rekan sejawat guna menjaga kepercayaan publik dalam penegakan hukum.

Kenaikan gaji hakim tersebut tetap menuai pro dan kontra. Salah satu hal jadi sorotan adalah dengan kenaikan gaji hakim ini bisa menjamin integritasnya dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab?.

Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi menilai, kenaikan gaji hakim ini tentunya bukan jaminan bahwa hakim nantinya akan bersih dari korupsi, utamanya suap yang seringkali terjadi.

"Itu tidak akan menjamin (integritas hakim). Memang selama ini gaji hakim itu tidak pernah naik, tapi jangan salah juga, tunjangan hakim kan cukup tinggi," ujar peneliti ACC Sulawesi, Anggareksa kepada Harian Rakyat Sulsel, Kamis (12/6/2025).

"Jadi perlu diperhatikan juga, gajinya rendah tapi tunjangan tinggi, sehingga total yang mereka terima setiap bulan itu cukup tinggi sebenarnya. Jadi jangan terkecoh di situ (kenaikan gaji)," sambung dia.

Menurut Anggareksa, bahwa sebenarnya bukan masalah pendapatan hakim yang menjadi dasar mereka akan betul-betul berintegritas dalam menjalankan tugasnya. Melainkan pengawas hakim sendiri yang selama ini terlalu lemah, dan harusnya itu yang diperbaiki.

Menurut dia, Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga negara yang memiliki tugas dan fungsi utama untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, tidak berjalan maksimal selama ini, apalagi kewenangannya sangat terbatas.

Untuk itu, menurut Angga, seharusnya yang diperbaiki pemerintah dalam hal ini presiden adalah struktur pengawasan hakim, termasuk proses pengambilan dan penjatuhan sanksi yang selama ini ujungnya masih bermuara di Mahkamah Agung (MA). KY hanya hanya mengeluarkan rekomendasi terhadap hakim yang bermasalah dan selanjutnya diputuskan MA.

"Permasalahan selama ini kan kalau saya melihat bukan hanya soal gaji, tapi persoalan pengawasannya yang lemah terhadap hakim ini. KY pun sebenarnya melakukan pengawasan hakim, tapi kan kewenangannya lemah. Setelah KY melakukan investigasi, menemukan hakim bermasalah, itu kan ujungnya memberikan rekomendasi kepada Mahkamah Agung untuk ditindaklanjuti. Jadi kembali lagi ke Mahkamah Agung, apakah dia mau ditindaklanjuti atau tidak, rekomendasi KY itu. Kalau dia tidak ditindaklanjuti, ya selesai," ungkapnya.

Selain itu, dalam konteks proses peradilan di Indonesia yang sekarang ini, Angga juga menilai masih lemahnya transparansi, utamanya di ruang-ruang sidang. Salah satu contoh kecilnya menurut dia adalah adanya pelarangan masyarakat untuk mengambil gambar maupun video jika sidang sedang berlangsung.

Menurut Angga, itu termasuk salah satu kekeliruan sebab seharusnya sidang itu benar terbuka ke publik. Bagaimana kemudian masyarakat ikut mengawasi perilaku dan sikap hakim dalam menjalankan tugasnya.

"Misalnya di ruang, contoh sederhananya hari ini. Dalam setiap sidang yang disebut terbuka, harusnya itu kan dapat diakses publik, publik dapat mendokumentasikannya. Tapi kan faktanya hari ini tidak, ketika kita ingin melakukan foto, mendokumentasikan proses sidang kita harus minta izin dulu. Itu kan hal yang aneh, padahal kan sidangnya terbuka untuk umum," tutur Angga.

"Ketika terbuka untuk umum ya masyarakat bebas doang melakukan pengawasan, baik itu melakukan foto atau video. Harusnya kan hakimnya yang harus memperbaiki sikapnya ketika proses sidang, bukan sebaliknya, bukan masyarakat yang dilarang untuk melakukan dokumentasi proses sidang, apakah karena takut akan mereka misalnya hakim yang tidur, hakim yang lagi main handphone ketika proses sidang dan lainnya. Itu kan logika yang terbalik," sambung dia.

Walaupun, menurut Angga, kenaikan gaji itu tak jadi soal. Hanya saja, pemerintah diminta untuk melakukan kajian mendalam, apakah dengan kenaikan gaji hakim proses peradilan di Indonesia akan bersih dari "pungli" atau malah memicu masalah baru di lembaga lainnya.

Keraguan Angga akan adanya proses peradilan yang sehat hanya dengan menaikkan gaji hakim tidak akan tercapai. Mengingat dalam proses peradilan masih ada kepolisian dan kejaksaan.

"Walaupun sepakat ada kenaikan, tetapi kan kalau sampai 280 persen juga terlalu berlebihan, tetap harus proporsional kenaikannya dengan melihat kemampuan negara. Jangan sampai juga hakimnya tinggi, polisinya lagi rendah gajinya, di polisi lagi nanti alasannya banyak masalah karena rendah gajinya. Harus seimbang lah antara polisi, jaksa dan hakim. Kan ini sistem peradilan, mulai dari polisi, jaksa, hakim, ini harus seimbang, jangan sampai ada yang lebih tinggi, ada yang rendah," tutur Angga.

Adapun Direktur LBH Makassar, Abdul Azis Dumpa ikut menyampaikan kenaikan gaji hakim bukan jaminan integritas maupun profesionalisme dalam bertugas. Menurutnya, seharusnya yang dilakukan pemerintah adalah melakukan reformasi secara menyeluruh, khususnya pada bidang pengawasan hakim.

"Kenaikan gaji itu tidak bisa dilihat secara otomatis akan meningkatkan profesionalisme, menjamin peningkatan integritas. Karena pada dasarnya kalau mau menghilangkan praktik (korupsi) kan sebenarnya membangun sistem di kelembagaannya sendiri. Salah satunya adalah melalui pengawasan, menutup celah adanya konflik kepentingan atau celah peluang terjadinya jual beli putusan. Misalnya menjamin adanya akuntabilitas dan transparansi atau informasi penanganan perkara," ungkap Azis.

Jika sistem itu tidak dibenahi, menurut Azis, cela atau potensi penyalahgunaan kewenangan akan tetap saja terjadi. Bukan itu saja, menurut, kebaikan gaji hakim hingga 280 persen apakah tidak terlalu berlebihan hingga berdampak ke sektor lainnya, seperti pemangkasan anggaran pendidikan, Kesehatan atau anggaran lainnya yang sama-sama penting.

"Pertanyaannya apakah ini tidak akan mempengaruhi sektor-sektor yang lain ketika ada beban kenaikan ini di situasi misalnya ada efisiensi anggaran negara. Ketika di efisiensi tapi di sisi lain ada kenaikan maka itu kan akan berdampak, misalnya ke sektor-sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan," ucap dia.

Sehingga, menurutnya, dalam konteks pembenahan proses peradilan Indonesia harus dilakukan secara menyeluruh. Kenaikan gaji bisa saja menjadi pintu masuk, tapi tentunya harus dibarengi dengan pembenahan masalah lainnya, seperti pengawasan yang ikut diperketat.

"Sehingga menjamin bahwa tidak ada ruang untuk terjadinya transaksi perkara, juga beli perkara. Dengan menjamin adanya transparansi, adanya akuntabilitas, sistem pengawasan yang ketat. Karena tidak ada batasan kalau mau mengukurnya apakah cukup (gaji hakim)," ujar Azis.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan akan menaikan gaji hakim sebesar 280 persen dari gaji saat ini. Janji ini disampaikan Prabowo saat menghadiri acara pengukuhan hakim pengadilan tingkat pertama pada peradilan seluruh Indonesia di Balairung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

Dalam pidatonya, Prabowo menyatakan bahwa kenaikan gaji ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hakim dan memperkuat integritas lembaga peradilan. Menurutnya, reformasi kesejahteraan aparat hukum menjadi bagian penting dalam mewujudkan sistem hukum yang bersih dan adil.

“Saya, Prabowo Subianto, Presiden RI ke-8, hari ini mengumumkan bahwa gaji-gaji hakim akan dinaikkan dengan tingkat kenaikan bervariasi sesuai golongan. Untuk golongan paling bawah, kenaikan tertinggi mencapai 280 persen,” ujar Prabowo di hadapan para pejabat Mahkamah Agung dan undangan.

Prabowo menegaskan bahwa hakim junior atau yang berada pada level awal karier menjadi prioritas dalam kebijakan ini. Namun, seluruh hakim dari berbagai tingkatan tetap akan menerima kenaikan gaji yang signifikan.

“Kami ingin para hakim bisa fokus menjalankan tugas mulia mereka tanpa terganggu oleh masalah kesejahteraan. Negara kita kuat dan kaya, dan kekayaan itu harus kita kelola sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat, termasuk aparat penegak hukum,” lanjut dia.

Meski kebijakan ini difokuskan pada hakim, Prabowo menyebut bahwa pemerintah tidak menutup mata terhadap pegawai sektor lain. Ia meminta agar masyarakat dan ASN lainnya bersabar karena kebijakan serupa tengah dikaji secara menyeluruh. (isak pasa'buan/C)

  • Bagikan