MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Ketua Golkar Sulawesi Selatan, Taufan Pawe dan senior Golkar Ilham Arief Sirajuddin sama-sama sepakat mengutamakan kepentingan partai dalam menghadapi perhelatan musyawarah daerah. Adanya faksi-faksi yang tumbuh belakangan ini dinilai telah menggerogoti soliditas pengurus. Dampaknya, Golkar harus menjadi partai "nomor dua" setelah bertahun-tahun mendominasi setiap kontestasi politik.
Komitmen kedua tokoh itu lahir dalam persamuhan yang digelar di salah satu warung kopi, kemarin. Ilham dan Taufan terlihat ngobrol politik (ngopi) bareng di salah satu ruangan warung kopi.
Sebelum terlibat pembicaraan empat mata. IAS dan TP menikmati secangkir kopi dan makanan di kedai tersebut bersama beberapa pengunjung lain. Turut bergabung legislator DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Syamsu Rizal alias deng Ical. Keakraban IAS dan TP terlihat jelas pada pertemuan itu. Keduanya sesekali melempar tawa dan senyum.
Keduanya kemudian melipir ke salah satu ruangan untuk "ngopi" serius. Tak jelas tema pembicaraan yang berlangsung beberapa menit tersebut. Namun, seusai bertemu, IAS menyatakan membahas beberapa hal mengenai Golkar Sulsel yang segera menggelar musyawarah daerah.
“Kami ini sepakat mau melihat Golkar maju. Makanya pertemuan ini semangatnya adalah kebersamaan yang menguatkan satu sama lain,” imbuh IAS.
Dia mengatakan, keduanya sama-sama ingin melihat Golkar menjadi lebih baik ke depan. Karena itu, komunikasi seperti ini, menurut dia, sangat penting.
“Tidak cocok rasanya kalau sama-sama mau berjuang untuk Golkar lalu diwarnai dengan pengkotak-kotakan,” tutur IAS.
Senada dengan itu, Taufan Pawe memastikan sepakat untuk saling memberi dukungan. Seperti halnya IAS, Taufan mengatakan berbeda pandangan dan pilihan boleh saja. Itu, kata dia, lumrah dalam organisasi. Akan tetapi, perbedaan pilihan itu tidak boleh mengarah ke permusuhan.
“Karena ujung-ujungnya ini semua untuk kepentingan partai. Jadi saling menegakkan etika dalam berorganisasi itu penting,” imbuh legislator DPR RI tersebut.
Taufan Pawe masih berminat untuk melanjutkan kepemimpinan di Golkar Sulsel. Mantan Wali Kota Parepare itu, beberapa waktu lalu, juga mengatakan telah menjajaki peluang maju kembali kepada pengurus-pengurus di tingkat kabupaten dan kota.
Adapun, IAS saat ini menjadi salah satu kandidat kuat untuk bertarung di Musda Golkar SulseI. Selama beberapa pekan belakangan, mantan Wali Kota Makassar itu aktif melakukan kunjungan silaturahmi ke daerah-daerah dan mendapat respons positif. Mobilitas politik IAS yang tinggi diharapkan para kader bisa membuat Golkar kembali berjaya di Sulsel seperti beberapa tahun lalu ketika wilayah ini dijuluki sebagai lumbung suara partai berlambang pohon beringin tersebut.
Manuver IAS terus membayangi pergerakan Munafri Arifuddin yang juga intens roadshow politik. IAS diketahui telah melakukan roadshow ke sejumlah daerah di Sulsel, seperti Gowa, Jeneponto, Bulukumba, Sinjai, Pinrang, Soppeng, Sidrap, Enrekang, Wajo, dan Luwu Raya.
Wakil Ketua Pemenangan Pemilu Golkar Lutim, Andi Nasrum San menilai IAS memiliki tiga modal politik utama, yakni basis pemilih loyal dan konsisten, kemampuan konsolidasi organisasi partai, serta fokus penuh tanpa beban jabatan publik.
“Tanpa beban birokrasi pemerintahan, IAS bisa langsung tancap gas mempersiapkan pemenangan 2029,” ujar Nasrum.
Bukan itu saja, ia juga menyoroti elektabilitas IAS yang menempati posisi tertinggi dalam survei Pilgub Sulsel 2024, mengungguli nama-nama populer lainnya termasuk Andi Sudirman Sulaiman. Atas dasar itulah, ketokohan IAS dipandang sebagai sosok yang tepat untuk memimpin Golkar Sulsel ke depan.
“Golkar Sulsel butuh sosok yang menyatukan kekuatan. IAS sudah terbukti menjaga loyalitas, membangun organisasi, dan fokus untuk partai,” tutur Nasrum.
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Profesor Sukri Tamma menilai klaim Munafri Arifuddin bahwa telah mendapat belasan surat rekomendasi dari pengurus kabupaten dan kota di Sulsel, tak menyurutkan semangat IAS untuk bergerak, termasuk bertemu Ketua Golkar Sulsel, Taufan Pawe.
Manuver politik IAS ini juga disebut-sebut bisa mengancam peta politik Munafri yang selama ini telah dibangun. Apalagi, hingga sekarang ini jadwal pelaksanaan Musda Golkar Sulsel belum ditentukan, semua kemungkinan termasuk pengalihan dukungan masih sangat berpotensi untuk dialihkan.
Tapi, menurut Sukri, pertemuan IAS dengan Taufan Pawe bisa saja hanya pertemuan biasa sebagai kader senior Golkar.
"Saya kira pertemuan tokoh menjelang pemilihan ini adalah hal yang pasti dilakukan. Ada dua alasan, bisa jadi dalam urusan dukung-mendukung, atau bisa jadi dalam kerangka aspek etika. Bahwa sesama ini tetap saling berkunjung meskipun mungkin saling berbeda pendapat, atau tidak sejalan atau bahkan saling bersaing," imbuh Sukri.
Jika pertemuan itu hanya silaturahmi, mengingat nama Taufan Pawe ikut muncul sebagai salah satu kandidat yang bakal maju dalam Musda Golkar Sulsel nanti, menurut Sukri, ini bisa dimaknai positif dalam etika berpolitik. Artinya, mereka tetap saling berinteraksi meskipun ada persaingan.
Namun jika pertemuan itu merupakan agenda kolaborasi untuk mendapatkan kursi ketua Golkar Sulsel, kata Sukri, maka itu akan menjadi kekuatan besar. Mengingat IAS dan Taufan Pawe adalah tokoh Golkar Sulsel dan punya pendukung masing-masing.
"Apalagi jika disandingkan dengan kandidat-kandidat lain, cukup kuat. Sehingga hitung-hitungannya adalah bersatu atau saling mendukung itu bisa jadi satu peluang, tinggal mengatur saja bagaimana solusi politik yang diambil ketika ada kesepakatan saling mendukung," tutur dia.
"Kalau mereka bergabung, kan, logika sederhananya para pendukung mereka bisa diarahkan untuk mendukung apapun kesepakatan mereka. Jadi kalau misalnya itu benar terjadi, maka tentu akan menjadi tambahan bagi yang didukung. Jadi kalau memang betul bersatu dan saling mendukung dan memutuskan dukungan pada satu saja dan seterusnya, tentu itu akan menjadi tantangan bagi kandidat lain yang tidak ikut di dalamnya, dalam hal ini barangkali Pak Appi yang juga akan maju," sambung dia.
Mengenai peluang IAS, mengingat sebelumnya pernah meninggalkan Golkar dan bergabung dengan Demokrat lalu kemudian kembali ke Golkar, menurut Sukri, sejauh ini tidak begitu berpengaruh terhadap kader-kader Golkar. Hal tersebut terbukti dari tidak adanya riak-riak penolakan IAS kembali bergabung ke Golkar, justru kembali mendapatkan karpet merah dan tetap dihormati sebagai tokoh Golkar.
"Kalau melihat kecenderungannya meskipun memang pernah di Demokrat tapi orang tidak akan pernah lupa bahwa IAS lahir dari Golkar. Sehingga kader-kader yang ada akan melihat bagaimana pun darah Golkar itu tidak akan hilang. Saya juga melihat kecenderungan, karena kalau IAS memang dianggap pernah tidak sejalan dengan partai atau mengkhianati partai, maka pasti akan ada gerakan untuk menolak secara besar-besaran, tapi ini tidak terjadi. Artinya mereka menganggap wajar saja IAS maju karena ada darah Golkar-nya," ujar Sukri.
Adapun, pengamat politik dari Post Politica Indonesia Anis Kurniawan juga melihat hal yang sama. Menurut dia, pertemuan IAS dengan Taufan Pawe bisa dimaknai sebagai pertemuan biasa antartokoh politik jelang Musda Golkar, juga bisa dimaknai lain bahwa ada peluang besar kedua elit Golkar itu akan kolaborasi.
"Bisa bermakna biasa, karena pertemuan antar elit adalah bagian dari silaturahmi maupun konsolidasi. Dapat bermakna luar biasa karena membuka peluang adanya penjajakan peluang dan kepentingan. Untuk yang kedua ini menarik, sebab penjajakan tentu berpotensi menghasilkan kesepakatan apapun termasuk peluang koalisi," ujar Anis.
Anis juga menjelaskan, jika melihat sinyal politik dari pertemuan kedua mantan wali kota itu, sangat memungkinkan adanya lobi-lobi politik yang nantinya bisa berujung pada koalisi diantara mereka. Apalagi di tengah gejolak perebutan posisi ketua Golkar Sulsel.
"Sinyal membaca peluang dan menarik benang merah yang memungkinkan mereka beririsan kepentingan. Itu artinya akan ada negosiasi lebih "deep" soal peta kekuatan dan opsi-opsi yang mungkin terjadi. Kemungkinan koalisi tentu saja ada, termasuk kemungkinan mengukur kandidat yang paling kuat dalam Musda Golkar," imbuh Anis.
Jika itu terjadi, kata Anis, maka peta dukung di internal Partai Golkar di Sulsel, juga disebut sangat berpotensi akan berubah. Termasuk dukungan yang telah diterima Munafri, bisa saja berubah haluan di tengah jalan menuju Musda Golkar Sulsel.
"Kalau benar ada koalisi pada keduanya tentu akan mengubah peta dukungan. Tetapi bukan berarti bahwa koalisi tersebut dapat memenangkan kontestasi di Musda, mengimbangi mungkin. Tapi, sekali lagi "show force" penting dalam suatu kontestasi partai untuk meyakinkan basis dukungan pengurus kabupaten dan kota," kata Anis.
Apalagi, kata Anis, pemilik suara akan lebih condong pada kandidat yang benar-benar memiliki dukungan dan potensi menang paling meyakinkan. Dengan begitu, posisi Munafri akan tergerus dari pergerakan IAS bisa saja tidak mempan.
"Sekali lagi pertemuan ini akan menimbulkan spekulasi di DPD II. Tergerus atau tidak tergantung lobi-lobi politik yang dikompromikan IAS dan Taufan Pawe. Sekali lagi, peta dukungan akan mengarah pada tokoh paling potensial dan meyakinkan," ucap Anis. (isak pasa'buan/C)