Dosen Unhas-UGM Adu Argumen

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Dua ahli yang berlatar belakang dosen hukum adu pendapat dalam sidang lanjutan sengketa hasil pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Kota Palopo 2025 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (2/7/2025). Masing-masing ahli memiliki pandangan berbeda, utamanya pada masalah laporan pajak tahunan calon wakil wali kota Palopo nomor urut 4 Naili Trisal.

Sidang perkara nomor 326/PHPU.WAKO-XXIII/2025 ini berlangsung tiga jam lebih, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi atau ahli, memeriksa dan mengesahkan alat bukti tambahan. Sidang ini dipimpin langsung oleh hakim Konstitusi, Saldi Isra didampingi Arsul Sani dan Ridwan Mansyur sebagai anggota.

Pihak pemohon yakni calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palopo nomor urut 3, Rahmat Masri Bandaso-Andi Tenri Karta (RMB-ATK) yang diwakili tim kuasa hukum, Wahyudi Kasrul cs menghadirkan satu orang saksi ahli dan dua orang pemberi keterangan. Begitupun dengan pihak termohon atau KPU Sulsel, menghadirkan dua saksi ahli dan sejumlah pemberi keterangan.

Termasuk pihak terkait yakni Bawaslu Sulsel dengan paslon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palopo nomor urut 4, Naili-Akhmad Syarifuddin (Naili-Ome) diwakili kuasa hukumnya ikut menghadirkan saksi ahli dalam persidangan ini.

"Ahli kami Fajlurrahman Jurdi. Satu ahli lagi Zainal Arifin Mochtar, namun sampai dengan persidangan dimulai yang bersangkutan tidak mendapatkan surat tugas dari kampus sehingga keterangan ahli kami masukkan dalam bentuk tertulis," kata Wahyudi di awal persidangan saat memperkenalkan saksi ahli yang dihadirkan.

Sementara saksi ahli yang dihadirkan oleh pihak termohon atau KPU Sulsel yakni Oce Madril dan Ardilafiza. Adapun ketiga ahli tersebut diketahui berlatar belakang dosen hukum. Fajlurrahman Jurdi tercatat sebagai Dosen di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, sementara Oce Madril tercatat sebagai Dosen di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Ardilafiza merupakan Dosen di Fakultas Hukum Universitas Bengkulu (UNIB).

Dalam persidangan ini, hakim konstitusi awalnya mempersilahkan saksi pemberi keterangan dari pihak pemohon maupun termohon untuk memberikan masing-masing keterangannya. Setelah selesai, hakim selanjutnya mempersilahkan saksi ahli pemohon untuk memberikan keterangan ahlinya mengenai perkara yang sedang disidangkan ini.

Ahli pemohon, Fajlurrahman yang dipersilahkan lebih awal memberikan keterangan terkait perkara ini menjelaskan, mengenai dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh calon Wali Kota Palopo nomor urut 4, Naili, diduga terdapat penggunaan dokumen palsu terkait Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak tahunannya.

"Pertama adalah dugaan penggunaan dokumen palsu yang tadi sudah diakui juga oleh Bawaslu, sebenarnya karena SPT itu ada dua. SPT yang diinput di SILON sebagai dasar penetapan pasangan calon dan SPT yang diganti sekitar tanggal 8 Mei setelah verifikasi," ujar Fajlurrahman.

Ia mempertanyakan asal dan sumber dokumen atau SPT pajak Naili sebagai dasar termohon atau KPU Sulsel untuk melakukan penetapan pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Palopo. Sebab, menurut dia, ada dugaan pemalsuan SPT dan ada niat yang utuh dari pihak terkait untuk memalsukan dokumennya.

"Kalau seandainya tidak ada rekomendasi Bawaslu yang memastikan bahwa SPT itu tidak benar maka itu akan menjadi dasar bagi KPU untuk terus sampai terpilihnya pasangan calon. Karena itu terdapat niat menurut saya secara nyata yang dilakukan oleh pihak terkait, terkait permohonan SPT-nya," ujar dia.

Selain itu, Fajlurrahman juga menjelaskan terkait penggunaan waktu perbaikan persyaratan pasangan calon oleh termohon atau KPU Sulsel yang sudah di luar pelaksanaan tahapan PSU Pilkada Palopo. Menurutnya, perbaikan persyaratan pasangan calon atau jadwal dan tahapan itu menurut saya adalah kanal waktu yang pasti bagi setiap pasangan calon agar tahapan pemilihan itu memiliki kepastian hukum yang pasti terkait dengan tahapan.

"Kalau sudah masuk tahapan kampanye, yah tahapan kampanye saja, tidak kembali lagi ke tahap verifikasi berkas atau tahap perbaikan berkas. Dalam kasus ini jelas sekali bahwa ada perbaikan berkas di tahap yang bukan tahapan perbaikan berkas," kata Fajlurrahman.

"Selanjutnya tindakan termohon yang melakukan perbaikan berkas di luar jadwal dan tahapan menurut saya adalah tindakan yang tidak komitmen atau tidak patuh terhadap apa yang sudah mereka tetapkan," lanjutnya.

Padahal, kata dia, harusnya tahapan pelaksanaan Pilkada harus konsisten. Menurut Fajlurrahman, kalau merujuk pada Pasal 2 Undangan-Undang (UU) Pemilihan Jo. Pasal 10 huruf h, setiap pasangan calon itu harus diperlakukan jujur secara adil dan penyelenggara harus memperlakukan mereka secara setara dan adil.
Karena itu, menurut dia, memberikan kesempatan kepada salah satu pasangan calon dalam hal ini pasangan calon wali kota Palopo nomor urut 4, Naili Trisal-Akhmad Syarifuddin untuk memperbaiki berkas administrasinya sudah di luar tahapan yang dijadwalkan dan itu akan tidak adil bagi pasangan calon lainnya.

"Penting juga kejujuran bagi pihak terkait, karena jujur ini asas pemilihan, karena dokumen SPT itu munculnya dua di SILON, kemudian perlu ditanyakan ada yang asli dan palsu. Menurut saya yang mulia adalah ada ketidak jujuran secara substansial yang dilakukan oleh pasangan calon nomor urut 4," ujar Fajlurrahman.

Mengenai ketidakjujuran ini, Fajlurrahman menegaskan bahwa para pihak mempedomani putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 PHPU Tahun 2025, halaman 189 Kabupaten Pasaman, yang menyatakan seharusnya pihak terkait menyampaikan secara jujur kepada termohon jika terdapat kesalahan dokumen yang diserahkan pada saat pendaftaran.

Bukan itu saja, ia juga memberikan rujukan terkait putusan Mahkamah Konstitusi 260 halaman nomor 164, 170 dan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 304, halaman 347 dan 348.

"Ternyata setelah keluar rekomendasi dari Bawaslu itu baru diperbaiki. Karena itu Mahkamah Konstitusi juga menegaskan dalam putusan ini berkenan sikap jujur dari calon peserta dapat dibuktikan pada saat mendaftarkan diri sebagai peserta pemilihan. Oleh karena itu terhadap syarat administrasi dapat dibuktikan pada saat mendaftarkan diri sebagai peserta pemilihan," beber dia.

Dengan begitu, terhadap syarat administrasi pencalonan seharusnya, kata dia, para calon peserta pemilihan harus mengisi dokumen dengan baik dan benar yang didasarkan adanya kejujuran sebagai salah satu parameter pemilihan.

"Terakhir yang mulia, saya ingin mengutip Jeremy Bentham mengatakan prosedur adalah inti dari hukum, tanpa prosedur yang tepat keadilan hanyalah bejana kosong," imbuh dia.

Berbeda pandangan dengan Fajlurrahman, saksi ahli termohon yakni Oce Madril, menjelaskan bahwa perihal SPT pajak sebagai syarat pencalonan kepala daerah telah diatur dalam Pasal 7 Ayat 2 huruf m, kemudian Pasal 45 Ayat 2 huruf d Undangan-Undang Pilkada yang juga diatur dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2024.

"Yang harus diperhatikan adalah esensi dari norma tersebut, bahwa pada dasarnya adalah memiliki NPWP dan memiliki laporan pajak pribadi. Dan esensi dari memiliki NPWP dan laporan pajak pribadi adalah kepatuhan warga negara dalam membayar pajak," ungkap Oce.

Mantan Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM itu juga menjelaskan kewajiban membayar pajak adalah relasi warga negara dengan negara sebagai pemungut pajak, dan warga negara sebagai wajib pajak yang kemudian negara diwakili oleh otoritas perpajakan.

Untuk itu, bukti tanda terima SPT tahunan adalah bukti administrasi bahwa seseorang telah membayar pajak atau telah memenuhi kewajibannya. Sehingga kalau ada perdebatan mengenai bukti administrasi tersebut, sebetulnya tidak menghilangkan esensi perbuatan hukum bahwa seseorang sudah membayarkan pajak.

Kekeliruan-kekeliruan ini, kata Oce, dalam administrasi adalah hal yang wajar dan kekeliruan tersebut sepanjang dapat diperbaiki maka kekeliruan tersebut sudah dipulihkan secara administrasi. Kalaupun masih ada perdebatan mengenai bukti administrasi pelaporan perpajakan, maka dikembalikan kepada otoritas yang memiliki kewenangan dalam hal ini kantor pelayanan perpajakan.

"Bahwa dalam perkara ini ditemukan ada kekeliruan dan kekeliruan tersebut sudah ditangani oleh Bawaslu Palopo yang menerbitkan surat rekomendasi dan berdasarkan surat rekomendasi tersebut KPU Sulsel juga sudah menindaklanjuti dengan memberikan kesempatan kepada calon wali kota untuk memenuhi syarat yang dimaksudkan berkaitan dengan SPT tahunan," imbuh Oce.

Lebih jauh, Oce menjelaskan, masalah tersebut sudah dilengkapi oleh para calon wali kota dalam hal ini Naili-Ahmad, sehingga pemenuhan bukti administrasi kewajiban membayar pajak 5 tahun terakhir sebetulnya itu sudah dipenuhi yang bersangkutan.

Penjelasan itu disampaikan merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi terkait PHPU Kabupaten Mandailing Natal tahun 2025. Dalam putusan itu disebut terdapat perdebatan mengenai kapan laporan LHKPN itu dilakukan, karena masa pendaftaran 22 September 2024, sementara tanda terima LHKPN itu diperoleh yang bersangkutan 16 Oktober 2024, yang artinya melewati masa tahapan tersebut.

"Ada satu putusan Mahkamah Konstitusi yang bisa kita jadikan referensi mengenai tindakan substansial itu, yaitu putusan Mahkamah Konstitusi PHPU Mandailing Natal tahun 2025, putusan nomor 32 di halaman 300 angka 6," beber dia.

"Namun tindakan faktual penerimaan tanda terima yang belakangan itu tidak kemudian menghilangkan esensi tindakan faktual bahwa calon bupati tersebut sudah secara jujur dan terbuka melaporkan harta kekayaannya kepada otoritas terkait yaitu KPK.," sambung Oce.

Dengan begitu, Oce mengatakan, berdasarkan bacaan putusan tersebut dan fakta di dalamnya yang berkaitan dengan perkara ini maka sebetulnya esensi norma Pasal 7 Ayat 2 berkaitan dengan Pasal 45 Ayat 2 huruf d, tentang kewajiban memberikan pelaporan pajak adalah esensi bahwa seseorang calon adalah orang yang taat membayar pajak.

"Apalagi kemudian kalau secara administratif itu sudah diperbaiki maka ini adalah bagian kebijakan yang dilakukan oleh calon untuk memulihkan hak administrasinya dan kemudian KPU yang menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu tentu saja ini adalah bagian kewajiban hukum. Dan ahli melihat kewenangan masing-masing dalam perkara tersebut sudah dijalankan menurut undang-undang yang berlaku," terangnya.

Selain masalah pajak Naili, Oce juga menjelaskan terkait dugaan pelanggaran administrasi Ahmad yang dianggap pemohon tidak jujur memberikan pernyataan bahwa dirinya pernah menjadi terpidana. Masalah ini juga dianggap telah diatur dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2024.

"Akan tetapi terdapat fakta baru bahwa calon wali kota ternyata pernah dipidana berdasarkan putusan Pengadilan Negeri, dimana fakta baru ini baru diungkap pemohon dalam permohonan setelah PSU," bebernya.

Menurut Oce, dilihat dari sisi tempus atau waktunya, persoalan keterpenuhan syarat calon mestinya sudah diputuskan di dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 PHPU Tahun 2025, yang menyatakan bahwa berkenaan dengan PSU Mahakam berpendapat verifikasi tidak berlaku bagi calon wakil wali kota nomor urut 4 atau Ahmad.

"Pertimbangan Mahkamah dalam putusan tersebut tentu saja memberi batasan kepada KPU Palopo untuk melakukan berbagai tindakan verifikasi, sebab tindakan verifikasi itu pada nyatanya dibatasi. Ihwal keterpenuhan syarat calon seharusnya dipermasalahkan ketika pelaksanaan pemilihan sebelum adanya PSU," terang Oce.

"Artinya, ketika sengketa Pilkada pertama, sebagai rujukan terdapat dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6 PHPU Tahun 2014, di sini ada juga perdebatan soal status mantan terpidana calon bupati Cirebon, dalam putusan tersebut dinyatakan bahwa walaupun calon bupati pernah dipidana namun harusnya itu dipermasalahkan oleh pemohon sejak penetapan atau setidak-tidaknya saat sengketa pemilihan sebelum PSU," ujar dia. (isak pasa'buan/C)

  • Bagikan

Exit mobile version