Dia mencontohkan polemik kelangkaan minyak goreng, harga gula pasir yang mulai naik, dan kedelai langka yang memicu harga tahu dan tempe mahal.
“Persoalan seperti ini dibutuhkan tindakan cepat. Seorang pelaksana tugas terbatas langkahnya. Ada persoalan serius akibat putusan pemerintah pusat menjadi tidak bisa disikapi dengan efektif,” ujar dia.
Ketua Demokrat Sulsel demisioner ini pun menyebutkan, bila gubernur masih berstatus pelaksana tugas, maka setiap kebijakan harus dikonsultasikan ke Kementerian Dalam Negeri. Itu dilakukan agar kebijakan yang akan ditempuh dapat diterima.
Ni’matullah juga melihat jika Andi Sudirman Sulaiman saat ini sudah kerepotan khususnya dalam protokoler karena hampir semua aliansi masyarakat, partai politik, kabupaten/kota membutuhkan kehadirannya saat melakukan kegiatan-kegiatan besar. Di sisi lain, di DPRD juga harus dihadiri. Belum lagi lagi bila ada undangan mendadak ke Jakarta.
“Bagaimana tiba-tiba kalau bersamaan jadwal. Aspek protokoler saja butuh pendamping. Beda kalau status gubernur, ada wakil gubernur, yang hadir bisa asisten atau sekretaris daerah. Soal-soal ini perlu dipikirkan serius,” katanya.
Sebagai wakil rakyat, tak adanya wakil Gubernur sudah hampir dipastikan pemerintah ini tidak efektif dengan cara seperti ini tanpa ada kepastian kapan Andi Sudirman Sulaiman dilantik.
“Pemerintah pusat tidak boleh membiarkan ini. Seolah-olah di Sulsel tidak ada masalah. Jabatan pelaksana tugas ini ini juga sudah hampir satu tahun,” ujar dia.
Wakil Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Sulsel, Usman Lomta meminta PDI Perjuangan melakukan lobi politik ke Istana untuk mempercepat agenda pelantikan Andi Sudirman Sulaiman.
Menurut dia, dari tiga partai pengusung selain PAN dan PKS, hanya PDIP yang memiliki akses ke Istana. Apalagi dalam kabinet diisi oleh beberapa kader PDIP sehingga memudahkan komunikasi untuk mempercepat pelantikan.