Soal Wacana Penundaa Pemilu, Begini Tanggapan Akademisi UINAM

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Belum lama ini, mencuat usulan pengunduran Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Faktor ekonomi dinilai menjadi salah satu pertimbangan usulan pengunduran Pemilu 2024 tersebut.

Menanggapi hal ini, Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Ibnu Hadjar Yusuf menilai, tak ada alasan mendasar penundaan Pemilu 2024.

Menurutnya, wajib hukumnya pemilu dilanjutlan. Apalagi KPU, Bawaslu, DPR dan Pemerintah sudah bersepakat pemilu digelar awal 2024.

“Wajib hukumnya tetap lanjut pemilu larena sudah diatur dan sudah ditetapkan terkait pelaksanannya,” kata dia, Sabtu (26/2/2022).

Alademisi ilmu komunilask politik UIN Alauddin itu menuturkan pemerinrintah dan elit partai sebagian jangan blunder memberikan statemen yang membuat kegaduhan publik.

“Kalau ngaur, janga merusak tatanan demokrasi yang ada dan sudah berjalan. Jangan bikin aturan aneh-aneh, jelas tidak logic kecuali elit kekuasaan menginginkan perlawan rakyat. Pemuda dan Mahasiswa bersatu,” tegasnya.

Dia berpandangan jika para elit kuasa mengatakan trend momentum perbaikan ekonomi, padahal semua elit kuasa bikin apa selama ini, karena tidak tertangani pandemi dengam baik.

Apalagi, dengan alasan ekonomi dan pendemic covid-19 kemudian dijadikan alasan untuk menunda pilpres 2024. Lanjut dia, ini pola-pola klasik untuk memperpanjang ruang kekuasaan para elit.

“Stop kataku buat asumsi, argumentasi yang aneh-aneh makin membuat publik makin pusing dan gaduh,” terangnya.

“Stop bikin istilah trend dengan mencoba kalian mau pepulerkan menjelang akhir periode ini, sudahlah kita kembali menjalankan alur konstitusi Pilpres 2024 sudah distejui bersama,” sambung dia.

Ditambahkan, jangan sampai ada perpanjangan masa jabatan Presiden itu juga disertai dengan penambahan masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.

“Namun, masa jabatan kepala daerah kemungkinan tidak akan terpengaruh. Jika skenario tersebut berjalan, pada 2024 hanya akan ada pemilihan kepala daerah,” jelasnya.

Secara normatif walaupun rencana ini kontitusional, karena skenario apa pun yang dipilih, tetap membutuhkan amandemen UUD 1945. Perubahan konstitusi harus diusulkan minimal oleh satu per-tiga anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat atau 237 dari 711 anggota DPR dan DPD.

Namun secara etis perpanjangan masa jabatan presiden apapun alasannya, apa lagi hal tersebut dilakukan dengan alasan pandemi Covid-19 atau darurat kesehatan, akan menghina sekaligus melecehkan dua hal, yaitu reformasi dan demokrasi sekaligus.

Alasan dan dasar perpanjangan tersebut paling berbahaya, karena konsekuensinya adalah meniadakan sistem pemilu yang jujur, adil dan demokratis. Sehingga dapat ditegaskan kembali, rencana tersebut sangat bertententangan dengan akal sehat.

“Melecehkan demokrasi, tidak hanya akan berdampak buruk bagi masa depan pemerintahan yang baik, tetapi juga mempermainkan konstutusi dan memancing amarah publik,” pungkasnya.

  • Bagikan

Exit mobile version