“Insya Allah pada pertemuan RDP mendatang kami akan jadwalkan ulang untuk hadir. Kami adalah perusahaan yang taat hukum, sehingga pemanggilan paksa tidak perlu dilakukan,” ujar Endra.
Sementara itu, Kepala Departemen Pengorganisasian Rakyat dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan, Herli menyampaikan tujuh tuntutan pada PT Vale Indonesia saat hadir di DPRD Sulsel.
Walhi mendesak agar tiga masyarakat lokal yang ditahan Polres Luwu Timur inisial HA, EK, NI dibebaskan tanpa syarat, PT Vale diminta menghentikan seluruh operasi pertambangan dan pengolahan nikel di Blok Sorowako, diminta mengembalikan tanah ulayat masyarakat adat Karoensie, Padoe, dan lain-lain di Blok Sorowako, dan menolak Perpanjangan IUP KPT Vale di Blok Sorowako.
Termasuk Walhi Sulsel meminta pemerintah untuk mengaudit kegiatan tambang PT Vale di Blok Sorowako. Mulai dari audit lingkungan, sosial dan kepatuhan terhadap perundang-undangan, mendesak PT Vale bertanggung jawab penuh terhadap pemulihan lingkungan (hutan, danau, pesisir dan laut) dan hak-hak masyarakat adat lokal di Sorowako, penuhi hak-hak dasar masyarakat adat di lingkar tambang PT Vale.
Khususnya berikan akses air bersih kepada masyarakat yang tinggal di kampung Dongi, dan terakhir mendesak Kapolda Sulsel dan Kapolres Lutim untuk menghentikan intimidasi terhadap para pejuang masyarakat adat di lingkar tambang PT Vale.
Dalam RDP tersebut, Herli menjelaskan situasi di Sorowako. Saat ini, kat dia, masyarakat pesisir di bantaran sungai Malili, masyarakat adat Dongi serta masyarakat yang tinggal di area lingkar tambang tengah memperjuangkan hak-hak dasarnya dengan melakukan aksi protes berhari-hari. Tapi, aksi itu diabaikan oleh PT Vale. Bahkan, tiga aktivis yang memperjuangkan haknya malah dijebloskan ke penjara.
“Kami semua tahu, bahwa PT Vale telah mengeksploitasi sumber daya alam kita di Blok Sorowako selama 53 tahun. Lalu apa yang masyarakat dan daerah dapatkan dari kegiatan tambang PT Vale?,” ucap Herli.
Beberapa catatan lain Walhi Sulsel turut dibacakan, seperti akses informasi yang tidak terbuka kepada masyarakat.
“PT Vale Indonesia sejak lama menutup informasi publik kepada masyarakat adat dan lokal di area tambangnya. Maka menurut kami, PT Vale telah mengabaikan hak asasi masyarakat adat dan lokal di area tambang nikel tersebut,” bebernya.
Kondisi ini juga yang membuat masyarakat adat dan lokal di lingkar tambang PT Vale akan terus melakukan demonstrasi di PT Vale. Bukan hanya itu, Walhi Sulsel turut menyoroti tentang penggunaan energi kotor batubara untuk produksi nikel PT Vale. Hal ini sangat kontras dengan pernyataan dari Presiden PT Vale beberapa waktu lalu yang berkomitmen menjaga bumi.