Selain itu, Lembaga Survei Alvara Research menemukan bahwa sebanyak 12,2% penduduk Indonesia menunjukkan potensi terpapar radikalisme. Dari jumlah tersebut, 85% diantaranya merupakan generasi dengan rentang usia 20-39 tahun.
Beberapa faktor yang menyebabkan paham radikalisme mudah menyerang usia muda yaitu karena pola pikir mereka yang dinilai cenderung masih labil, berada pada proses pencarian jati diri, dan kritis terhadap kebijakan dari pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan isu kesenjangan sosial.
Usaha dalam menangkal paham radikalisme perlu dilakukan untuk menghindari akibat yang mungkin lebih fatal. Para pelajar yang menjadi “sasaran empuk” paham ini perlu memahami dengan baik bahaya yang ditimbulkan ketika mereka terpapar radikalisme.
Selain pelajar, para orang tua dan tokoh masyarakat juga perlu memberi perhatian yang besar dalam mengawasi berkembangnya ajaran ini. Para orang tua dan tokoh masyarakat dapat secara bersama-sama mengawasi kegiatan anak-anak agar tetap berada pada koridor yang aman dan tidak menyimpang.
Penggunaan internet yang saat ini sudah bukan lagi barang mewah juga perlu diawasi oleh para orang tua. Penyebaran teori-teori radikalisme melalui media sosial sudah mulai menyebarluas, karena seperti yang kita tahu, pengguna internet terbanyak adalah para generasi muda dengan waktu penggunaan setiap harinya yang cukup signifikan.
Para penyebarluas konten radikalisme juga dapat dengan mudah menyisipkan materi-materi yang berbau radikalisme di internet sehingga dapat dengan mudah diakses oleh para generasi muda. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat bagi pemerintah dan institusi POLRI dalam menangkal penyebarluasan paham berbahaya ini.
Peran KOMINFO sangat diperlukan untuk menyaring konten-konten yang berbau radikalisme di internet dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar mampu menggunakan internet dengan bijak.