Arief mengatakan, penerapan TTE, selain untuk keamanan informasi, juga dalam rangka untuk mencegah terjadinya pemalsuan dokumen.
“Penerapan TTE ini juga untuk menghindari potensi terjadinya pemalsuan tanda tangan pejabat, makanya ini diterapkan,” ungkapnya..
Selain itu, kata Arief, penerapan TTE juga untuk melindungi informasi dari risiko pencurian, modifikasi dan penyangkalan terhadap data pada pelaksanaan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang saat ini diterapkan Pemda Kabupaten Luwu Utara.
Untuk itu, ia berharap, setelah Bupati, nantinya akan menyusul para pejabat lainnya yang diawali dengan validasi permohonan penerbitan sertifikat elektronik sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan tanda tangan elektronik.
“Ya, semua Kepala Perangkat Daerah harus memiliki tanda tangan elektronik ini, dan Bupati sudah melakukan penandatanganan perdana sebagai tanda bahwa penerapan TTE mulai kita lakukan di lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Utara,” jelas Arief.
Untuk diketahui, sistem TTE yang diterapkan Pemda Luwu Utara ini menggunakan aplikasi BeSign, sebuah aplikasi yang dimiliki Badan Siber dan Sandi Negara melalui Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), dalam rangka membuat dokumen sah secara elektronik.
Saat ini, Diskominfo tengah melakukan validasi permohonan penerbitan sertifikat elektronik kepada seluruh pejabat, karena untuk mendapatkan sertifikat elektronik pada TTE tersertifikasi, harus melalui 3 tahap, yaitu tahap pengajuan, verifkasi, dan penerbitan.
Nah, apakah TTE sah di mata hukum? Dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, penggunaan TTE memiliki kekuatan hukum sah, yang diperkuat PP Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. (*)