Ini menjadi konsekuensi bagi kepala daerah yang menjadi pemenang 2020 lalu. Apalagi negara Indonesia telah diatur oleh undang-undang dan ketetapan hukum yang ada.
"Itu mengikat, kalau ada yang menolak kita pertanyakan mereka bernegara seperti apa? ketaatan hukumnya seperti apa karena sudah diatur oleh undang-undang," ujarnya.
Jika ada kepala daerah yang keberatan masa jabatannya tidak sampai 5 tahun, seharusnya mengambil langkah secapat dengan melakukan judicial review atau uji materi terhadap putusan tersebut.
"Judicial review hal yang tetapkan warga negara memiliki hak mempertanyakan dan meminta pembatalan undang-undang yang bisa merugikannya," tuturnya.
Andi Ali memberikan contoh judicial review yang telah dilakukan oleh Adnan Purichta Ichsan masalah dinasti.
"Salah satunya undang-undang Pilkada yang melarang anak, saudara, istri incumbent untuk maju di Pilkada. Tapi salah seorang mengajukan judicial review," bebernya.
Dirinya juga menyebutkan kepala daerah seharusnya tidak menyampaikan ke publik jika tidak menerima masa jabatanya dipangkas tapi harus mengambil langkah hukum dengan melakukan judicial review.
"Kan ada jalur hukumnya saya rasa," jelasnya.
Pengamat Hukum Kepemiluan, Mappinawang memperkirakan tidak ada kepala daerah yang berani melakukan judicial review. Jika itu dia lakukan seperti menentang keputusan pemerintah sendiri walau memiliki hak sebagai warga negara Indonesia.