Doli menjelaskan, proses digitalisasi dan elektronisasi tahapan Pemilu Serentak 2024 harus dilakukan dengan hati-hati. Karena, internet di Indonesia belum memadai sampai ke pelosok-pelosok.
“Jago-jago semua hacker-hacker orang Indonesia, sangat bahaya. Oleh karena itu, memang belum sampai kepada soal mengganggu langsung sampai ke tahapan pemilu. Tetapi kalau dibiarkan suatu waktu, kalau tidak diantisipasi, bisa juga jadi mengganggu,” ungkap Doli.
Menurut Doli, Komisi II DPR berencana menggelar agenda khusus terkait digitalisasi dan keamanan data kependudukan yang ada di KPU. Selain KPU, pihaknya juga akan mengundang pihak terkait seperti BSSN, Kementerian Kominfo dan Cyber Crime Polri.
“Mungkin dalam waktu dekat, kami akan cari waktu mengundang pihak terkait, misalnya BSSN, Menkominfo, mungkin nanti kami koordinasi dengan Komisi I. Kemudian tim cyber Polri, KPU sehingga kejadian-kejadian seperti ini tidak terulang dan tidak mengganggu kami dalam proses pemilu ini,” ujar Doli.
Terpisah, pengamat IT Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Indra Bayu mengemukakan bahwa hal ini tentunya menjadi perhatian bagi KPU terkait efek yang dapat ditimbulkan dan mestinya memiliki evaluasi dan perencanaan lanjutan.
"Mestinya expert system analyst yang membangun SIM KPU mulai membackup dan quarantine data," bebernya.
Menurutnya pemback-upan data ini bisa dilakukan dengan beberapa sentuhan yang mestinya dilakukan oleh Tim IT KPU. "Pasang double layer firewall untuk memastikan tidak ada brute force dari luar, fire wall adalah sistem pertahanan di sistem digital kita agar tidak mudah di hack," lanjutnya.
Ia menambahkan cyber attack sudah lazim terjadi, makanya negara ini harus punya cyber army. Terkhusus kominfo, BIN dan unit-unit krusial lainnya. (Yadi-Abu)