MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) pendatang baru menolak secara tegas soal sistem pemilihan proporsional tertutup yang saat ini menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sistem proporsional tertutup adalah sistem yang tidak berkeadilan bagi perempuan. Sudah pasti target afirmasi 30 persen perempuan di DPR akan sulit tercapai. Selama ini caleg perempuan selalu hanya dianggap pelengkap syarat administrasi," kata Caleg DPR RI Dapil Sulsel 3, Aisyah Tiar Arsyad,
Bacaleg Gerindra ini menjelaskan, dalam sistem pemilihan proporsional tertutup, partai politik memiliki kendali penuh terhadap daftar calon mereka. Ini dapat menyebabkan keterwakilan yang tidak merata dari berbagai kelompok dan pandangan dalam partai politik. Beberapa kelompok masyarakat atau pandangan politik yang tidak populer mungkin diabaikan atau kurang diwakili.
"Sangat penting mempertahankan sistem proporsional terbuka yang inklusif, yang memungkinkan wakil rakyat terpilih untuk mewakili beragam pandangan dan aspirasi masyarakat. Dengan sistem pemilihan proporsional terbuka, caleg dapat dipilih berdasarkan kualitas dan rekam jejak mereka secara individu, bukan hanya sekadar identitas parpol yang mereka wakili," tegasnya.
Terpisah, Bacaleg DPRD Sulsel Dapil Makassar A, Fadel Muhammad Tauphan Ansar juga berpendapat sama, dalam sistem pemilihan proporsional tertutup, kata dia caleg akan cenderung mempertanggungjawabkan aspirasi partai politik daripada aspirasi konstituennya secara langsung.
"Caleg terpilih tentu akan lebih fokus pada kepentingan parpol yang menempatkannya dalam daftar calon daripada memperhatikan kebutuhan dan aspirasi rakyat yang mereka wakili. Hal ini dapat mengurangi akuntabilitas wakil rakyat terhadap pemilih," tandasnya.
Ketua HIPMI Kota Makassar ini menyebutkan sistem tersebut juga akan berefek pada rendahnya partisipasi publik dalam proses politik. Sistem proporsional tertutup cenderung mengabaikan preferensi pemilih secara langsung dan lebih menekankan pada kepentingan partai politik.
Dalam konteks ini, Fadel percaya bahwa memperkenalkan sistem pemilihan proporsional terbuka dapat memberikan ruang yang lebih besar bagi partisipasi aktif pemilih dan menguatkan hubungan antara wakil rakyat dan konstituennya.
"Pemilih tentu merasa kurang terlibat karena mereka tidak memiliki pengaruh langsung dalam menentukan calon individu yang mereka pilih. Ini dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik dan mengurangi minat mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses politik. Di Samping itu, pemilih juga tidak dapat melihat dan mengevaluasi secara langsung kualifikasi dan rekam jejak calon individu yang mereka pilih," jelasnya. (Fahrul/B).