Gadis Difabel Diperkosa, DP3A Sulsel Minta UPT PPA Makassar Dampingi Korban

  • Bagikan
Ilustrasi

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Hak untuk mendapatkan perlindungan merupakan salah satu hak anak yang mesti menjadi perhatian semua lapisan masyarakat, apalagi baru-baru ini, di Kota Makassar terjadi pemerkosaan terhadap seorang gadis 17 tahun, di Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, korban berinisial L dan masih berusia 17 tahun juga merupakan penyandang gangguan mental.

Kabid Perlindungan Anak DP3A Sulsel, Meisy Papayungan mengatakan, hak untuk mendapatkan perlindungan merupakan hak dasar yang harus dipenuhi untuk anak, dan tentu tak hanya menjadi tanggung jawab orang tua, tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat.

Kata dia, hak untuk mendapatkan perlindungan merupakan hak sama rata untuk semua anak, pun dengan seorang gadis yang baru-baru penyandang gangguan mental yang mendapatkan rudapaksa.

Melihat kasus tersebut, Meisy Papayungan menyampaikan pihaknya telah berkordinasi dengan pihak DP3A Kota Makassar sekaitan dengan pendampingan dan perlindungan terhadap korban berinisial L tersebut.

“Kami sudah koordinasikan dengan UPT PPA Kota Makassar, semua tahapannya semua sudah dikawal,,” sebutnya saat dikonfirmasi, Minggu (23/7/2023).

Ia mengutarakan, berangkat dari pengalaman ini, perhatian dan pendampingan dari masyarakat juga menjadi salah satu penyokong untuk mencegah terjadinya rudapaksa pada anak.

“Kalau bisa orang tua dan masyarakat terus mengawasi anak tersebut, jangan sampai berkenalan lagi, dan mendapatkan perlakuan serupa, apalagi anak itu kan mengalami keterbatasan kognisi, jangan sampai dia dibodohi lagi,” imbaunya.

“Pengawasan di lingkungan sosial untuk semua anak perlu dilakukan, jangan sampai dengan iming-iming perhatian anak tersebut pun dengan anak lainnya itu ternyata yang menganggap mereka sudah dekat, ternyata dimanfaatkan oleh oknum,” paparnya.

Bahkan kata dia, menelisik beberapa kejadian, anak normal secara kognisi pun juga terperdaya dengan beberapa siasat oknum untuk melakukan ruda paksa. Menurutnya, para orang tua harus menciptakan lingkungan protektif untuk anak apalagi jika terdapat anak yang berkebutuhan khusus tentu harus memberikan edukasi yang ekstra. 

“Sekarang kejadian rudapaksa itu tidak hanya dilakukan secara kasar dan pemaksaan, tapi ada juga yang diawali dengan bujuk rayu, seperti diajak pacaran, terutrama untuk anak berkebutuhan khusus, mereka menganggap itu adalah perhatian, ternyata itu juga merupakan salah satu cara untuk melakukan tidak kejahatan itu,” jelasnya.

Ia menuturkan, Hari anak yang juga jatuh pada 23 juli, tentu dapat menjadi pengingat bagi orang tua dan masyarakat bahwa hak untuk mendapatkan perlindungan dari seorang anak merupakan tanggung jawab bersama.

“Karena Hak mendasar seorang anak itu, adalah Hak Hidup, seperti hak keselamatan dari kekerasan seksual,” kuncinya.

Terpisah, aktivis difabel, Abdul Rahman mengatakan kesadaran masyarakat harus dibagun bersama, pasalnya manusia merupakan makhluk yang harus saling menjaga pun dengan para penyandang difabel. 

Kata dia, kejadian rudapaksa yang dialami seorang anak gangguan mental itu menjadi pengingat untuk terus saling menjaga sesama makhluk sosial.

“Meski segala aspek seperti akses pendidikan, aspek kesehatan sudah dapat dipenuhi, tentu dukungan dari semua lapisan akan lebih baik untuk mecegah terjadinya rudapaksa,  pun dengan kepedulian terhadap anak yang menyandang difabel seperti korba rudapaksa ini,” tuturnya.

“Karena esensi makhluk sosial adalah saling memanusiakan manusia, pun dengan anak penyandang difabel,” pungkasnya. (Abu/B)

  • Bagikan

Exit mobile version