Sehingga dikeluarkanlah kawasan hutan tersebut untuk dijadikan sebagai proyek pembangunan bendungan Paselloreng.
Hanya saja dalam proses pembangunannya itu terendus jika ada sejumlah oknum pejabat di Kantor BPN Kabupaten Wajo, diduga melakukan penerbitan Sporadik fiktif.
Dengan cara merekayasa data kepemilikan 246 bidang tanah pada tanggal 15 April 2021. Sporadik yang diduga itu dinilai fiktif yang kemudian diserahkan secara diam-diam kepada masyarakat, dan Kepala Desa Paselloreng dan Kepala Desa Arajang untuk ditandatangani.
Sporadik tersebut diduga kuat direkayasa seolah-olah 246 bidang tanah tersebut, adalah milik masyarakat yang telah lama dikuasai. Padahal faktanya sejak dulu tanah, yang diklaim tersebut adalah kawasan hutan.
"Inilah yang sementara ditelusuri oleh tim penyidik, terkait klaim tanah. Berdasarkan sporadik yang diterbitkan tersebut telah mendapatkan uang pembayaran ganti rugi," ujar Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetarmi, Kamis (27/7/2023) sore.
Kata dia, pembayaran ganti rugi lahan itu telah dibayarkan, setelah dianggap memenuhi syarat oleh Tim Satgas A dan Satgas B dari BPN Kabupaten Wajo.
Hanya saja menurut Soetarmi, berdasarkan fakta di lapangan pelaksanaannya, KJPP yang ditunjuk.
"Mereka hanya menilai harga tanah saja. Tapi tidak melakukan verifikasi jenis dan jumlah tanaman, karena pemilik Sporadik tidak pernah mengetahui lokasi dan keadaan tanah dikuasainya. Melainkan hanya berdasarkan rekayasa saja," terangnya.