MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulsel telah menetapkan 1.145 orang Bakal Calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel yang memenuhi syarat (MS) menjadi Daftar Calon Sementara (DCS) untuk Pemilihan Legislatif (Pileg) Tahun 2024.
Dari total 1.145 orang bacaleg yang ditetapkan masuk dalam DCS, 6 caleg diantaranya merupakan mantan narapidana (Napi). Mereka ialah Muhammad Ilyas Banno dari Gerindra Dapil Sulsel 6, Muh Rustan AR dari PDI Perjuangan Dapil Sulsel 5, Andi Muh Natsir dari Golkar Dapil Sulsel 9.
Selanjutnya Ratte Salurante dari Nasdem Dapil Sulsel 10, Muhammad Kasmin dari PKS Dapil Sulsel 4, dan Bayu Purnomo dari Gelora Dapil Sulsel 11. Adapun Syahrul dari PKS Dapi Sulsel 9 dinyatakan TMS sehingga tak masuk DCS.
Sedangkan, KPU Kota Makassar, sudah mengumumkan hasil penetapan daftar calon sementara (DCS) bacaleg di Pileg 2024. Sebanyak 751 bacaleg masuk DCS dan 64 lainya dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).
Anggota KPU Makassar Divisi Tehknis, Gunawan Mashar mengatakan, ada 2 mantan napi yang masuk dalam DCS untuk DPRD Kota Makassar.
Pertama; Sudirman Lannurung dari PPP, mantan napi untuk kasus korupsi, dengan ancaman pidana di atas 5 tahun. Kedua, Rahmat Taqwa dari PPP, pasal ancaman di bawah 5 tahun, untuk kasus penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lainnya.
KPU Sulsel transparan mengumumkan 6 Bacaleg Mantan Narapidana (Napi) di Sulsel maju di pileg 2024. Bagaimana melihat peluang mereka. Apakah dengan kasus pernah dialami menjadi raport merah untuk meraih simpati. Atau justru sebaliknya menjadikan mereka berbuat baik kepada masyarakat.
Pengamat demokrasi, Nurmal Idrus mengatakan para bacaleg eks napi memiliki peluang yang sama dengan bacaleg yang murni kasus hukum.
"Secara peluang menurut saya sama saja dengan calon lain," katanya, Jumat (1/9/2023).
Menurut mantan ketua KPU Makassar itu, hal ini sangat ditentukan oleh kekuatan jaringan dan finansial mereka.
"Juga latar belakangnya sebagai napi seringkali tak menjadi pertimbangan bagi pemilih," jelasnya.
Selain itu, kedekatan emosional mereka dengan pemilih dan cara mereka memperlakukan pemilih menjadi kunci dan latar belakang napi bukan lagi menjadi pertimbangan. Namun, di sinilah pentingnya peran social society untuk meneropong mereka apakah kelakukan mereka tetap sama atau tidak.
"Tetapi, sebagai negara hukum kita tetap harus menghormati keberadaan mereka karena telah melewati proses hukum dan telah mempertanggungjawabkan perbuatannya," pungkasnya.
Sedangkan, Direktur Profite Intitute, Muh Asratillah, mengatakan, sangat mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh KPU, yakni dengan mengumumkan para bacaleg yang berstatus mantan narapidana kepada publik.
Hal ini penting agar pemilih memiliki informasi lengkap mengenai para bacaleg, sehingga mampu menimbang-nimbang secara rasional dalam menentukan pilihan.
"Saya pikir rekam jejak setiap bacaleg berhak diketahui oleh para pemilih, mengingat caleg yang terpilih akan mengurusi kepentingan publik," katanya.
Kedua, kata dia, publik tidak bisa mengambil kesimpulan tergesa-gesa soal peluang keterpilihan para bacaleg mantan narapidana. Hal ini bergantung pada konstruksi citra mereka saat ini di tengah-tengah masyarakat.
"Jika mereka mampu membangun citra positif dengan cara berkontribusi pada masyarakat jauh sebelum pemilihan, maka tentu mereka akan disukai oleh pemilih dan berujung pada peluang mereka untuk terpilih yang semakin besar," tuturnya.
Sedangkan, peluang keterpilihan mereka juga bergantung pada jenis pelanggaran hukum yang pernah mereka lakukan. Jika kasus kejahatan yang pernah mereka lakukan berupa skandal moral yang memalukan, seperti kekerasan seksual dan semacamnya, maka akan menjadi momok ketika mereka maju sebagai caleg.
"Begitu pula jika mereka pernah terlibat kasus korupsi dalam jumlah besar, maka kasus ini akan diingat terus oleh publik, dan akan menyulitkan pihak yang bersangkutan memulihkan nama baiknya jika ingin maju sebagai caleg," tukasnya. (Suryadi/B)