MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Kementerian Dalam Negeri mengajukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Pilkada ke Komisi II DPR RI. Salah satu muatannya adalah usulan jadwal Pilkada Serentak 2024 dari November dimajukan menjadi September.
Diprediksi bakal menjadi "durian runtuh" bagi para politikus yang maju di pemilihan legislatif sekaligus tergiur ingin menjabat sebagai kepala daerah.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan usulan memajukan jadwal Pilkada Serentak 2024 untuk menghindari terjadinya kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025 dan untuk memastikan kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2024 dilantik paling lambat 1 Januari 2025. Itu sebabnya, kata dia, tahapan tersebut harus disesuaikan dengan mengubah jadwal pilkada serentak yang sebelumnya telah disetujui digelar pada akhir November 2024.
"Bila pelaksanaan pilkada tetap dilaksanakan November, dikhawatirkan akan terjadi kekosongan pemerintahan daerah di berbagai wilayah," ujar Tito.
"Supaya tidak terjadi kekosongan yang masif, untuk itu perlu cukup waktu dan bisa lebih cepat dilakukan sinkronisasi penyelarasan dokumen perencanaan anggaran pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota termasuk juga visi-misi kepala daerah," lanjut dia.
Usulan Kemendagri tersebut turut direspons politikus di Sulawesi Selatan. Ketua Fraksi NasDem di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulsel, Ady Anshar mengatakan langkah pemerintah sudah tepat. Menurut dia, dimajukannya jadwal pilkada serentak sekaligus memberi keleluasaan dan ruang yang besar bagi penyelenggara pemilu untuk mengantisipasi adanya potensi pemilihan suara ulang.
Apabila, pilkada digelar November maka, dipastikan akan ada daerah yang pejabat terpilihnya tidak ikut dilantik pada 1 Januari 2025 bila ada pemungutan suara ulang atau bersengketa di Mahkamah Konstitusi.
"BIla PIlkada digelar September, maka ada waktu tiga bulan untuk menyelesaikan seluruh proses pemilihan hingga pelantikan pejabat yang terpilih bisa serentak dilakukan di Januari 2025," imbuh Ady.