"Tidak ada satupun orang duduk diam lalu terpilih. Saya kira semua sama, harus berjuang mencari simpati dan dukungan masyarakat untuk meraih suara," jelasnya.
Pengamatan Politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Andi Ali Armunanto menyatakan, partai politik non parlemen walau pernah menjadi peserta Pemilu 2019 lalu, harus membuat citra lebih baik lagi ke masyarakat.
"Harus kerja keras, karna dia fokus beberapa tahun dan harus dia siapkan kembali sehingga ketahunngunan organisasinya tidak sehebat dengan partai di parlemen," ucapnya.
Namun untungnya, kata dia, belum memiliki rekam jejak dan bisa dianggap partai tersebut bisa menjadi pembawa perubahan.
"Jadi ini keuntungan, namun harus memberikan keyakinan ke masyarakat yang lebih bagus," tuturnya.
Sementara partai parlemen pastinya sudah memiliki kekuatan awal karena sudah memiliki kader di Parlemen dengan berbagai kegiatan.
"Parpol parlemen tidak perlu melakukan sosialisasi secara terbuka karena sudah dipastikan memiliki struktur di semua tingkatan apalagi mereka memiliki anggota DPRD. Anggota DPRD merupakan kekuatan partai parlemen," tuturnya.
Namun pastinya kader partai politik yang memiliki kader di parlemen memiliki penilaian dari masyarakat bagaimana kerja-kerja mereka.
"Bisa saja masyarakat memberikan penilaian jika partai ini tidak bagus di parlemen, partai ini tidak memberikan kontribusi ke masyarakat. Ini menjadi titik lemah," ujarnya.
"Partai lama pastinya dilihat ke belakang, kalau partai baru apa yang mau dilihat di belakang, tapi bagaimana cara sosialisasinya agar antusiasme pemilih bisa memilih mereka (Pemilu 2024)," pungkasnya. (Fahrullah/C)