Pertanyaan berikutnya, mengapa pula konferensi ini diselenggarakan di Sofia dengan menghadirkan sejumlah tokoh internasional yang berpengaruh. Ternyata, logikanya, sederhana karena pada saat itu, Bokova sebagai Dirjen UNESCO telah dinominasikan oleh negaranya, Bulgaria, sebagai calon Sekjen PBB. Kebetulan tradisi pergantian Sekjen PBB setelah representasi Asia adalah Eropa.
Pertemuan di Sofia sesungguhnya adalah bagian dari strategi memobilisasi dukungan internasional bagi pemenangan Bokova sebagai calon kuat Sekjen PBB.
Jika Bokova terpilih, harapannya, Anies adalah salah seorang calon kuat yang dapat menggantikan posisinya sebagai Dirjen UNESCO. Alasannya cukup kuat, Anies dinilai sebagai tokoh intelektual yang cukup berpengaruh di dunia. Apalagi, di kala itu, hampir semua posisi penting di PBB, Indonesia dinilai sebagai negara under represented.
Berbagi Pengalaman
Meski Anies sudah meninggalkan acara konferensi karena berbagai agenda internasional lainnya sebelum ia balik ke tanah air, Hermien dan saya masih tetap mengikuti seluruh rangkaian acara konferensi hingga selesai. Kami berdua sesuai agenda konferensi tampil pada sesi yang berbeda.
Hermien sebagai wartawan senior Tempo membawakan topik Challanges in Indonesia: An Investigative Report Overview. Menurut Hermien, salah satu cara perlawanan Tempo terhadap penguasa yang represif di Era Orde Baru adalah melakukan demiliterisasi dan debirokratisasi bahasa. Hermien mengungkapkan bahwa Tempo sebagai mendia independen mendukung kepemimpinan sipil dengan misalnya, melalui laporan-laporan khusus Tempo tentang kinerja para kepala daerah terbaik, atau penegak hukum terbaik.