"Sungguh dengan berat hati saya harus menyampaikan kejadian yang dialami oleh keluarga kami. Saya merasa dan berkeyakinan bahwa proses hukum yang dialami saat ini oleh suami saya, sangat tidak adil bagi kami yang membuat dada kami sesak," bunyi pengantar kronologis.
Awalnya, keadaan baik-baik saja. Sampai seorang oknum ASN mengadukan suami saya ke Polisi, dengan dalih menambang illegal. Sebagai istri dan suami tidak mengerti, mengapa dituduh melakukan penambangan illegal di tanah yang kami miliki.
Hanya dengan sebuah skop dan gerobak, suaminya mengambil pasir yang menumpuk di tanah kami di dekat Pantai, untuk kami gunakan merenovasi rumah.
"Kami nyatakan, kami tidak memperjualbelikan pasir tersebut, seperti apa yang dituduhkan kepada Suami saya. Hingga pada hari Senin, tanggal 8 Januari 2024, kami diminta untuk datang ke kantor polisi Bulukumba. Dengan penyampaian dari seorang Penyidik datang ke kantor, bawa mobil ta, untuk kita ambil pulang sekop dan gerobak ta," penjelasan sesuai surat kuasa.
"Setelah itu saya dan Suami berangkat menggunakan mobil pickup menuju kantor Polisi. Setelah tiba di sana, kami kembali diarahkan ke Kantor Lantas, berjarak 1-2 KM dari Polres Bulukumba. Di sana, suami saya digiring ke dalam ruangan, sementara saya diminta untuk menunggu di luar," tambahnya.
Padahal penyidik tahu, kalau suaminya pendengarannya terganggu dan juga penglihatannya terganggu, sehingga suaminya mesti didampingi istri, namun Polisi tidak mengizinkan dirinya sebagai istri mendampingi suami.