"Sehingga di pemilihan berikutnya, masa jabatan kepala daerah berakhir bersamaan dengan periode kepala daerah, yakni setiap 5 tahun sekali secara serentak nasional," katanya.
Menurutnya, MK berpendapat bahwa ketentuan Pasal 201 ayat (7) UU 10/2016 bertentangan dengan prinsip negara hukum, persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, menimbulkan ketidakpastian hukum, serta melanggar prinsip pemilihan dan demokrasi yang dijamin dalam UUD 1945. Dia sependapat dengan MK bahwa pelantikan kepala daerah secara serentak adalah dikecualikan bagi daerah yang melaksanakan pemilihan ulang, pemungutan suara ulang, atau penghitungan suara ulang sesuai dengan putusan MK.
"Karena dalam sengketa hasil pemilihan kepala daerah, kemungkinan adanya pelantikan tidak serentak karena adanya faktor force majeure sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," katanya.
Dia menegaskan bahwa sebelum pelantikan kepala daerah hasil pemilihan serentak nasional tahun 2024, kepala daerah yang terpilih pada tahun 2020 dapat terus menjalankan tugas dan jabatannya sampai pelantikan kepala daerah hasil pemilihan tersebut.
"Dengan demikian, pemaknaan MK terhadap Pasal 201 ayat (7) UU 10/2016 memungkinkan kepala daerah hasil pemilihan tahun 2020 untuk tetap menjalankan tugas dan jabatannya sampai pelantikan kepala daerah hasil pemilihan serentak nasional tahun 2024, asalkan tidak melebihi masa jabatan 5 tahun," pungkasnya.