Dugaan Pelanggaran Pemilu Bukan Simsalabim

  • Bagikan

Oleh: Abd. Jalil

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pelaksanaan Pemilu dari pemilu ke Pemilu memiliki tingkat dinamika yang bervariatif. Pemilu pertama kali di tahun 1955 misalnya belum ada terbentuk lembaga pengawas pemilu. Setiap Pemilu terdapat evaluasi untuk meningkatkan kualitas Pemilu. Barulah pada tahun 1982 pelaksanaan Pemilihan Umum ke IV (empat) dibentuk lembaga yang bernama Panitia Pengawas Pelaksana Pemilu (Panwaslak). Lembaga ini dibentuk atas distrust terhadap penyelenggara pemilu banyak kecurangan pada pelaksanaan pemilu 1971 dan pemilu 1977.

Terbentuknya Panwaslak seolah menjadi angin segar perubahan pemilu untuk mengawal pesta demokrasi.

Pada pelaksanaan pemilu di era dibentuknya Panwaslak di tempatkanlah wakil-wakil peserta pemilu sebagai bagian dari Lembaga Panwaslak tersebut. Sehingga wakil-wakil peserta pemilu yang terlibat lebih memiliki kepentingan yang besar untuk kebutuhan peserta pemilu yang diwakilkan.

Barulah pelaksanaan pemilu era Reformasi dibentuk Pengawas Pemilu yang bersifat mandiri dan tidak memiliki pengaruh dari penguasa. Pengawas Pemilu dibentuk untuk menjawab kecurangan pemilu. Setiap pelaksanaan pemilu lembaga Pengawas Pemilu (Panwaslu) mengalami evaluasi. Mulai dengan dipermanenkannya dengan masa kerja 5 tahun.

Pengawas Pemilu tingkat Pusat dengan nama Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) tahun 2008. Selanjutnyanya Bawaslu di tingkat Provinsi dipermanenkan juga sejak tahun 2013. Lebih kompleks dengan dipermanenkannya Bawaslu di tingkat Kabupaten/Kota pada tahun 2018.

Kewenangan Bawaslu perlahan mengalami kemajuan dengan bukan hanya sekadar melakukan proses pengawasan. Sejak terbentuknya Pengawas Pemilu dianggap “Macan Ompong” yang mampu menggertak tapi tak punya taring untuk menggigit dengan hanya menunjukkan batasan. Kewenangan Bawaslu secara berjenjang sangat kompleks dengan mekanisme proses Pengawasan, Pencegahan, dan Penindakan. Penindakan Dugaan Pelanggaran menjadi upaya pencegahan terakhir yang dilakukan.

Bawaslu dalam melakukan proses penindakan pelanggaran dibentuklah penegakan hukum pidana pemilu yang melekat di Bawaslu yang diberi nama Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Gakkumdu tergabung di dalamnya tiga pilar lembaga negara secara hirarki yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. Selain Gakkumdu, Bawaslu memiliki kewenangan untuk meneruskan dugaan pelanggaran terhadap Kode Etik Penyelenggara Pemilu, Administrasi, dan Peraturan Perundang-undangan lainnya.

Asal muasal dugaan pelanggaran pemilu bersumber dari Temuan dan Laporan. Temuan dugaan Pelanggaran Pemilu yang ditemukan langsung oleh Pengawas Pemilu baik pengawasan langsung maupun pengawasan tidak langsung. Status temuan dugaan pelanggaran pemilu selanjutnya di plenokan untuk ditentukan keterpenuhan formil dan materil. Ketika dianggap terpenuhi formil dan materil maka pengawas pemilu meregister dan meneruskan sesuai pemilik kewenangan.

Saat pleno memutuskan bahwa masih membutuhkan formil dan materil maka pengawas pemilu menindaklanjuti dengan melakukan penelusuran. Hasil penelusuran kembali di plenokan dengan hasil dihentikan atau dilanjutkan.Pengawas pemilu menduga sebuah pelanggaran pemilu melalui mekanisme kajian. Pengawas pemilu memiliki waktu selama 7 (tujuh) hari sejak ditemukan atau sejak untuk menentukan status temuan.

Temuan Pengawasan

Bawaslu dalam menentukan dugaan pelanggaran bukanlah “bim salabim abrakadabra” langsung jadi. Terdapat prosedur yang harus dilaksanakan oleh Bawaslu. Mulai dari Proses Pengawasan dikolaborasikan dengan Pencegahan dengan berbagai teknik. Pengawas Pemilu selanjutnya menuangkan ke dalam Laporan Hasil Pengawasan yang sesuai dengan lampiran Perbawaslu 5 tahun 2022 dikenal dengan istilah Formulir A (Form A). Hal form A mengandung unsur dugaan pelanggaran hasil pengawasan elemen IV pada Form A terisi dugaan pelanggaran, jika terdapat dugaan sengketa yang akan timbul juga terisi elemen V pada form A.

Hasil pengawasan yang mengandung aroma dugaan pelanggaran diplenokan oleh ketua dan anggota pengawas pemilu untuk ditentukan jenis kelamin dugaan pelanggaran. Jika dugaan pelanggaran Administrasi terlebih dahulu disampaikan saran perbaikan dengan batas waktu 3 hari atau waktu yang ditentukan oleh Pengawas Pemilu.

Muara dugaan pelanggaran Administrasi ditujukan kepada Penyelenggara Teknis (Jajaran KPU) sesuai tingkatan. Sangat ditekankan kepada jajaran Pengawas Pemilu bahwa dalam hal menentukan dugaan pelanggaran (baik administrasi, etik, pidana maupun peraturan perundang-undangan lainnya) terlebih dahulu merapikan dan memelihara serta menjaga dengan sebaik-baiknya administrasi yang dilahirkan oleh Pengawas Pemilu.

Apabila dugaan pelanggaran Pidana Pemilu diteruskan ke Sentra Gakkumdu. Ketika hasil pengawasan mengandung unsur dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu maka diteruskan ke DKPP atau diteruskan kepada KPU Kabupaten jika dugaan pelanggaran etik bagi penyelenggara Adhoc (Jajaran KPU yaitu PPK, PPS, dan KPPS).

Namun saat diketahui terdapat dugaan pelanggaran terhadap Peraturan Perundang-undangan lainnya maka diteruskan kepada pihak yang memiliki kewenangan untuk menegakkan. Diteruskan ke KASN jika mengandung dugaan pelanggaran Netralitas ASN, diteruskan ke Pemerintah Daerah jika netralitas Kepala Desa, dan diteruskan ke instansi terkait yang berkaitan. Jika dalam hal dugaan pelanggaran yang ditemukan mengandung dugaan pelanggaran Netralitas yang beririsan dengan Pidana Pemilu maka akan dilakukan proses pada keduanya.

Laporan Masyarakat

Laporan dugaan pelanggaran pemilu disampaikan oleh Masyarakat yang memiliki hak pilih, pemantau pemilu, dan peserta pemilu. Laporan dapat disampaikan secara langsung ke kantor Pengawas Pemilu atau melalui aplikasi sigap lapor. Laporan yang disampaikan paling lama 7 (hari) sejak diketahui. Pengawas pemilu melakukan kajian awal terhadap keterpenuhan formil dan materil laporan dalam pleno. Terpenuhinya formil dan materil maka wajib diregister oleh pengawas pemilu serta ditindaklanjuti sesuai dengan jenis kelamin dugaan pelanggaran.

Pengawas pemilu dalam melakukan kajian awal melalui pleno jika terdapat salah satu dari keterpenuhan formil dan materil tidak lengkap maka dikembalikan kepada Pelapor untuk dilengkapi. Pelapor menyampaikan kelengkapan berkas tambahan paling lama 3 (tiga) hari kerja. Selanjutnya Pengawas Pemilu kembali melakukan pleno untuk menentukan keterpenuhan formil dan materil, berdasarkan pleno kajian awal terpenuhi formil dan materil maka Pengawas Pemilu meregister dan meneruskan sesuai dengan jenis dugaan pelanggaran pemilu.

Pelapor yang telah melaporkan dugaan pelanggaran sebelum diregister dapat mencabut laporan yang disampaikan. Pencabutan laporan yang disampaikan oleh Pelapor baik yang disampaikan secara langsung di kantor ataupun melalui aplikasi menggunakan format yang telah diatur dalam regulasi yang berlaku. Apabila laporan yang disampaikan oleh pelapor dicabut sebelum di register atau tidak terpenuhi formil namun terpenuhi materil maka Pengawas Pemilu melakukan penelusuran dan menjadikan sebagai informasi awal.

Informasi Awal

Jajaran Pengawas Pemilu dapat melakukan penelusuran berdasarkan informasi awal yang diterima. Informasi dugaan pelanggaran yang ditelusuri oleh Pengawas Pemilu berdasarkan regulasi yang berlaku bukan yang bersumber dari Pemberitaan Media Jurnalistik, Rilisan sahabat Insan Pers, Hasil chat pribadi kepada Ketua dan Anggota Jajaran Pengawas Pemilu, maupun melalui telpon-telponan dengan komisioner atau jajaran Sekretariat Pengawas Pemilu.

Informasi awal juga bukan berasal dari hasil curhatan melalui sosial media baik postingan story di WA, update status melalui beranda facebook, maupun hasil DM melalui instagram, termasuk melalui youtube atau kiriman melalui tiktok. Jajaran Pengawas Pemilu akan berterima kasih kepada publik jika memberikan informasi awal yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Informasi awal yang wajib ditelusuri oleh Pengawas Pemilu berdasarkan regulasi yang berlaku yaitu dengan cara yaitu: Pertama, Datang langsung dan menyampaikan langsung secara lisan ke Kantor ataupun Sekretariat Pengawas Pemilu maupun disampaikan secara tertulis. Saat menyampaikan secara langsung informasi awal pemberi informasi menyiapkan bukti dan keterangan atau kronologi dugaan pelanggaran.

Kedua, menyampaikan melalui media daring resmi yang telah ditentukan oleh masing-masing Jajaran Sekretariat Pengawas Pemilu dengan cara menyampaikan pada email resmi dan kontak center yang telah disosialisasikan. Penyampaian secara daring tentunya juga melampirkan bukti dan keterangan atau kronologi dugaan pelanggaran.

Ketiga, Informasi awal yang bersumber dari Laporan Dugaan Pelanggaran yang tidak diregister karena tidak terpenuhi formil namun terpenuhi materil. Laporan yang disampaikan oleh pelapor setelah melalui kajian awal berdasarkan pleno dinyatakan tidak terpenuhi formil, namun materielnya terpenuhi maka pengawas pemilu akan melakukan penelusuran terhadap dugaan pelanggaran tersebut.

Keempat, Penelusuran juga wajib dilakukan oleh Pengawas Pemilu jika terdapat laporan yang telah dilaporkan namun laporan tersebut dicabut oleh pelapor. Pencabutan laporan oleh Pelapor menjadi kewenangan pelapor. Akan tetapi laporan yang dicabut sebelum di register. Pengawas Pemilu akan tetap memperhatikan keterpenuhan formil dan materil laporan yang dicabut.

Penelusuran

Pengawas Pemilu wajib melakukan penelusuran terhadap informasi awal yang diterima berdasarkan regulasi yang berlaku. Terhadap informasi awal yang disampaikan di luar ketentuan yang berlaku Pengawas Pemilu akan melakukan koordinasi dengan Jajaran Pengawas Pemilu di tingkat bawah untuk memastikan informasi yang dimaksud, namun secara substansial tidak dicatatkan sebagai informasi awal.

Informasi awal yang akan ditelusuri oleh Pengawas Pemilu terlebih dahulu mencatatkan pada Formulir yang telah disiapkan pada Lampiran Peraturan Bawaslu. Pengawas Pemilu kemudian melakukan pleno untuk menentukan tindak lanjut informasi awal yang diterima. Upaya melakukan penelusuran dapat melibatkan Jajaran Pengawas Pemilu guna membantu proses penelusuran.

Pengawas Pemilu selanjutnya menerbitkan surat tugas untuk melakukan penelusuran terhadap informasi awal yang dimaksud, dalam komposisi surat tugas pengawas pemilu dapat melibatkan jajaran pengawas pemilu ditingkat bawah termasuk sekretariat melakukan penelusuran.

Hasil penelusuran selanjutnya dituangkan dalam Hasil Pengawasan (Form A). Barang bukti, dokumen, atau petunjuk yang diperoleh dari hasil penelusuran menjadi bagian utama sebagai tujuan penelusuran yaitu untuk mengumpulkan barang bukti, petunjuk, serta saksi guna untuk kebutuhan proses penanganan dugaan pelanggaran.

Akan tetapi jika dalam hal Penelusuran tidak ditemukan bukti tambahan atau saksi ataupun petunjuk terhadap informasi dugaan pelanggaran yang dimaksud maka proses penelusuran dapat dihentikan. Penghentian penelusuran melalui pleno ketua dan anggota. Sama halnya jika informasi awal yang ditelusuri mengandung unsur dugaan pelanggaran maka Pengawas Pemilu akan melakukan pleno untuk menindaklanjuti sebagai temuan.

Proses Klarifikasi

Temuan atau laporan oleh Bawaslu menindaklanjuti sesuai dengan jenis dugaan pelanggaran. Pengawas pemilu dapat mengundang klarifikasi guna untuk mendapatkan keterangan. Undangan klarifikasi disampaikan secara patut sebanyak 2 (dua) kali. Pihak yang akan diklarifikasi setelah dilayangkan undangan secara patut dua kali tidak memenuhi undangan maka proses penanganan pelanggaran dilanjutkan tanpa keterangan dari pihak yang diundang untuk diklarifikasi.

Sebelum proses klarifikasi dilakukan terlebih dahulu meminta kesediaan atau persetujuan seorang yang akan diklarifikasi untuk diambil sumpah, jika tidak menginginkan atau tidak bersedia diambil sumpahnya maka klarifikasi tetap dilaksanakan tanpa sumpah. Namun, jika bersedia untuk diklarifikasi maka akan dituangkan dalam Berita Acara Sumpah.

Proses klarifikasi tidak menjadi sebuah kewajiban sebagaimana dijelaskan dalam regulasi atau juknis dengan penegasan diksi “dapat”. Jika telah diyakini bahwa keterpenuhan bukti dan keterangan sudah paripurna untuk ditindaklanjuti sesuai dengan jenis dugaan pelanggaran, maka pengawas pemilu tidak perlu lagi melakukan proses klarifikasi atau mendapatkan keterangan dari berbagai pihak. Apabila dipandang perlu untuk menggali informasi dari berbagai pihak seperti Pelapor, Terlapor, Saksi ataupun Ahli maka proses klarifikasi akan dilakukan.

Dalam hal jenis Dugaan Pelanggaran Pidana Pemilu persetujuan untuk melakukan klarifikasi melalui rapat Pembahasan Pertama bersama Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) yang terdiri dari Penyidik Kepolisian, Pengawas Pemilu, dan Jaksa Penuntut dari Kejaksaan setelah Pengawas Pemilu melakukan register.

Pada Pembahasan Pertama, selain keterpenuhan bukti permulaan yang cukup dan penentuan pasal yang diduga dilanggar juga disepakati pihak-pihak yang akan diklarifikasi termasuk kesepakatan untuk mendapatkan keterangan ahli. Maka setelah proses klarifikasi dilakukan kembali diminta pihak yang diklarifikasi untuk membaca atau dibacakan kembali keterangan yang diberikan.

Tujuan dibacakan kembali agar pihak yang memberikan keterangan dapat mengkroscek secara langsung keterangan yang diberikan. Berita acara klarifikasi dapat ditandatangani oleh pihak yang memberikan keterangan. Proses klarifikasi atas kesepakatan bersama dalam Gakkumdu dilaksanakan secara bersama-sama oleh Unsur dari Sentra Gakkumdu.

Pembahasan Minimalis Gelar Perkara

Terhadap jenis dugaan pelanggaran pemilu yang lain seperti Dugaan Pelanggaran Administrasi, Etik Penyelenggara, dan Dugaan Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Lainnya tidak melalui proses pembahasan namun tetap menjadi kajian pengawas pemilu dalam rapat pleno sebelum diteruskan kepada lembaga yang memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti.

Berbeda halnya dengan Dugaan Pelanggaran Pidana Pemilu menjadi sebuah kewajiban untuk melakukan Pembahasan bersama Sentra Gakkumdu. Pembahasan yang dimaksud lebih dikenal oleh penyidik dengan Gelar Perkara. Pembahasan bertujuan untuk membangun komitmen bersama tiga pilar Sentar Gakkumdu.

Proses Pembahasan terkadang menguras waktu dan energi untuk saling memberikan pandangan dan masukan terhadap sebuah dugaan pelanggaran. Komitmen bersama terbangun terhadap sebuah dugaan pelanggaran pidana pemilu. “Produk yang dihasilkan Sentra Gakkumdu bukan Produk Penyidik, Pengawas Pemilu, atau Kejaksaan, namun produk yg dihasilkan adalah produk Sentra Gakkumdu Bawaslu”.

Komitmen yang lain juga terbangun dan tetap digaungkan dalam setiap pembahasan adalah “Penegakan hukum secara adil dengan memperhatikan prinsip keadilan, memaksakan sebuah dugaan pelanggaran pidana yang fakta hukumnya tidak terbukti menjadi hal yang mustahil, serta mengaburkan dugaan pelanggaran pidana yang sangat jelas dan terbukti menjadi keniscayaan”.

Setiap pembahasan yang dilakukan memperhatikan kelengkapan personil Sentra Gakkumdu yang hadir, jika salah satu elemen belum hadir maka wajib untuk mengupayakan kehadiran meskipun dengan cara virtual guna memberikan pandangan dan masukan. Proses Pembahasan acap kali menelan waktu yang tak terasa sudah sampai pada titik dini hari.

Sebelum diteruskannya sebuah Dugaan Pelanggaran Pidana Pemilu terlebih dahulu meminta persetujuan terhadap elemen yang tergabung pada Sentra Gakkumdu, jika salah satu elemen tidak setuju dengan pandangan fakta hukum yang terjadi dan tidak sesuai dengan unsur pasal yang diduga dilanggar, maka elemen yang lain memberikan fakta hukum dan unsur pasal yang bisa menjadi acuan untuk dilanjutkan.

Namun jika mayoritas elemen menyatakan tidak sesuai dengan fakta hukum dan unsur pasal tidak sesuai maka prosesnya akan dihentikan. Proses Penghentian Pun bukan dihentikan oleh salah satu elemen namun dihentikan oleh Sentra Gakkumdu. Begitu pun saat terdapat dugaan Pelanggaran Pidana yang akan diteruskan, maka yang meneruskan bukan hanya satu elemen semata, namun yang meneruskan adalah Sentra Gakkumdu.

Pengambilan keputusan dalam pembahasan dengan mekanisme voting menjadi opsional paling akhir. Semua aktivitas pembahasan terekam melalui Berita Acara Pembahasan, pandangan setiap elemen tergambar dan termuat pada berita acara tersebut.

Dugaan Pelanggaran Pemilihan

Pemilihan Umum dan Pemilihan sebuah proses demokrasi yang memiliki perbedaan. Pemilihan Umum menjadi rangkaian demokrasi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, memilih Anggota DPD, DPR RI, DPRD Provinsi, dan memilih DPRD Kabupaten/Kota setiap 5 (lima) tahun sekali.

Sementara Pemilihan juga menjadi rangkaian demokrasi untuk memilih Kepala Daerah dalam hal ini memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang dipilih setiap 5 (lima) tahun sekali sesuai dengan Masa Jabatan. Pemilihan tahun 2024, diagendakan secara serentak yang dijadwalkan pelaksanaan pada bulan November. Pemilihan Umum diakronimkan menjadi Pemilu sementara Pemilihan sering disebut sebagai Pilkada.

Dalam hal proses Penanganan Dugaan Pelanggaran Pemilihan pada dasarnya sama saat proses penanganan Dugaan Pelanggaran Pemilu. Menjadi perbedaan yang mencolok dari sisi waktu penanganan pelanggaran, Resim Pemilu menggunakan waktu hari kerja dan jam kerja dalam proses penerimaan laporan dugaan pelanggaran sementara Pemilihan menggunakan hari kalender sebagai waktu penerimaan laporan.

Proses penanganannya pun berbeda untuk Pemilu proses penanganan dugaan pelanggaran paling lama 7 (tujuh) Hari dan dapat ditambah paling lama 7 (tujuh) Hari, untuk Pemilihan proses penanganan Dugaan Pelanggaran paling lama 3 (tiga) hari dan dapat ditambah paling lama 2 (dua) hari. Selain itu, regulasi yang digunakan berbeda.

Pemilu menggunakan pondasi regulasi yaitu UU Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum sementara Pemilihan menggunakan regulasi yang terakhir kali diubah yaitu UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang menjadi Undang-Undang.

Awasi Bersama

Pemilihan Umum tahun 2024 hampir rampung dengan ditetapkannya Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU selanjutnya sementara bergulir Perselisihan Hasil Pemilu khususnya Pemilu DPR RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota di Mahkamah Konstitusi. Berakhirnya tahapan pemilu pertanda akan berakhir Tugas dan Wewenang serta Kewajiban jajaran Pengawas Adhoc.

Pertanda pula bahwa proses Pemilu akan berakhir. Masyarakat dalam merespons hasil Pemilu tentunya bervariatif. Sebagian masyarakat beruforia dengan hasil yang memuaskan sebagian pula merasa kecewa. Bahkan tidak sedikit yang mencibir bahkan sampai mencaci. Sasaran cacian mereka pastinya dialamatkan kepada penyelenggara. Padahal pelaksanaan pemilu tidak ada sedikitpun ditutupi mengingat salah satu prinsip pemilu adalah keterbukaan.

Masyarakat memiliki ruang yang luas serta tanpa dibatasi pintu penghalang ataupun sekat untuk menyampaikan dinamika Pelaksanaan tahapan Pemilu. Terhadap proses tahapan yang dianggap tidak sesuai dengan tata cara, mekanisme, dan prosedur yang dilaksanakan oleh KPU, terdapat kecurangan yang berimplikasi pada kejahatan atau Pidana, atau keberpihakan pihak-pihak yang tidak menunjukkan sikap netral sementara regulasi membatasi itu, maka ruangnya dapat diuji melalui Pengawas Pemilu yang telah tersebar sampai di tingkat TPS.

Animo masyarakat untuk melaporkan ataupun hanya sekadar memberikan informasi awal sangat minim. Beberapa alasan masyarakat enggan melaporkan dugaan pelanggaran yang terjadi di depan mata seperti; Pertama masyarakat yang merasa enggan melaporkan dengan kebatinan kekerabatan atau kekeluargaan yang tinggi. Kedua memegang prinsip bahwa tidak ada keuntungan yang diperoleh jika melaporkan; Ketiga, Pengaruh kebudayaan yang kental; Keempat lebih puas jika telah menyampaikan melalui Sosial Media; Kelima menganggap rilis di media lebih efektif daripada melaporkan.

Masyarakat sangat diharapkan memberikan partisipatif aktif bukan hanya menggunakan hak pilih semata namun juga semua proses tahapan pentingnya masyarakat untuk terlibat aktif dalam hal mengawal bersama setiap tahapan Pemilu maupun Pemilihan. Keberanian melaporkan dugaan pelanggaran masih sangat minim, sementara ruang-ruang partisipatif sangat luas.

Pintu masuk dugaan pelanggaran Pemilu maupun Pemilihan menganga lebar di Bawaslu secara berjenjang. Melalui ruang-ruang publik Bawaslu memberikan sosialisasi dan ajakan untuk melaporkan dugaan pelanggaran. Baik pertemuan tatap muka dengan program Bawaslu secara berjenjang, maupun ruang-ruang eksternal yang melibatkan Bawaslu dengan ikatan kerjasama. Bahkan melalui sosial media Bawaslu telah menyampaikan hotline untuk menyampaikan informasi awal. Laporan dugaan pelanggaran Pemilu maupun Pemilihan juga dapat diakses melalui Aplikasi Sigap Lapor. (*)

  • Bagikan