MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan hingga saat ini masih dibebani oleh utang-utang yang ditinggalkan oleh pemerintah sebelumnya yang dijabat oleh Andi Sudirman Sulaiman sebagai gubernur.
Tak tanggung-tanggung, angka utang tersebut mencapai ratusan miliar. Berbagai jurus mulai diterapkan oleh Pemprov untuk menutupi sangkutan tersebut. Salah satunya, dengan mengalihkan atau refocusing anggaran program yang telah dirancang oleh organisasi perangkat daerah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Tahun 2024. Kebijakan yang dinilai kurang bijak karena memangkas anggaran yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat Sulawesi Selatan.
Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan, Profesor Zudan Arif Fakrulloh menyatakan komitmennya untuk penyehatan keuangan Pemprov Sulsel yang saat ini masih dililit sejumlah utang yang tak kecil. Menurut Zudan, salah satu kewajiban Pemprov Sulsel yang akan segera ditunaikannya itu ialah membayar utang bersama dengan pihak ketiga (kontraktor) sebagai mitra Pemprov sulsel dalam melaksanakan berbagai program dan proyek infrastruktur.
“Kami berkewajiban untuk membayar utang kepada pihak ketiga dan itu akan kami segera realisasikan,” kata Zudan, Selasa (25/6/2024).
Menurut Zudan, adapun utang untuk dana bagi hasil (DBH) bersama dengan pemerintah kabupaten dan kota se-Sulsel juga akan dilakukan pembayaran sesuai dengan aturan yang ada.
“Kalau DBH selalu dibayarkan rutin, itu ada tahapannya. Jadi misalkan DBH dari hasil pembayaran pajak bermotor itu, kan ada bulan-bulannya jadi sisa diikuti tahapannya,” imbuh dia.
Adapun, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulsel, Salehuddin menyampaikan, semua OPD lingkup Pemprov Sulsel melakukan penyusunan program yang masih dapat ditunda untuk dilaksanakan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2024. Menurut dia, program yang sudah berjalan tak menjadi sasaran utama untuk pelaksanaan refocusing atau pengalihan anggaran.
Salehuddin mengatakan, dari penyesuaian program itu, akan digunakan untuk membayar utang Pemprov kepada pihak ketiga atau mitra dalam pelaksanaan program kerja (kontraktor). “Kami sedang menyusun dan kami optimistis bisa melakukan pelunasan utang Pemprov Sulsel kepada pihak ketiga pada tahun anggaran 2024 ini,” ujar Salehuddin.
Tak hanya itu, Pemprov Sulsel juga tengah berupaya untuk membayar utang DBH kepada pemerintah daerah. Kata dia, untuk besaran dana bagi hasil ke masing-masing pemerintah daerah itu berdasarkan persentase pendapatan.
“Ada persentasenya untuk pendapatan itu 70:30 persen, ada 30:70 Persen, bahkan ada 20:80 persen,” rinci dia.
Salehuddin tak merinci lebih detail jumlah utang DHB pada 2024. Namun, kata dia, untuk besaran dana bagi hasil itu rata-rata setiap bulannya sebesar Rp 119 miliar. "Sampai hari ini, kami sudah bayarkan DBH untuk periode Januari. Adapun utang DBH untuk 2023 telah lunas semua,” imbuh dia.
Menurut Salehuddin, mengenai dengan dana bagi hasil bersama dengan pemerintah daerah, tahun ini pihak pemprov menargetkan akan dibayarkan sampai pada September 2024.
Sementara itu, organisasi perangkat daerah (OPD) Pemprov Sulsel mulai menyortir atau refocusing program yang termuat dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2024 untuk dialihkan membayar utang.
Pelaksana harian Sekretaris Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulsel, Muhammad Yusuf mengatakan sesuai dengan arahan dari keuangan Pemprov Sulsel, pihaknya juga mendapatkan tugas untuk melakukan refocusing program. Dia mengatakan, saat ini tengah melakukan penyusunan program yang akan refocusing, bahkan besaran anggaran yang akan refocusing itu mencapai Rp 42 miliar.
“Kami awalnya memiliki pagu anggaran untuk APBD 2024 itu sebesar Rp 97 miliar lebih. kemarin kami baru dapat pagunya dari BKAD untuk refocusing sebesar Rp 42 miliar lebih,” kata dia.
Yusuf mengatakan, pihaknya tengah menyortir program untuk mencapai angka tersebut. Beberapa program itu antara lain, program yang terintegrasi dengan pisang Cavendish yaitu program pisang dan sapi sebesar Rp 2,2 miliar. Selanjutnya, pengerjaan konstruksi bangunan UPT Disnakkeswan di Pucak Maros sekira Rp 14 miliar.
“Beberapa program akan kami sesuaikan seperti untuk pengadaan makan dan minum, alat tulis kantor, ini kami masih susun semua,” beber dia.
Yusuf menyampaikan, beberapa program yang menyentuh langsung masyarakat tetap akan dilakukan penyesuaian, namun tidak dilakukan secara menyeluruh. Seperti bantuan peternakan ayam untuk mengentaskan kemiskinan.
“Paling itu kami lakukan penyesuaian sekira 50 persen dari total anggarannya, karena sesuai dengan arahan dari bapak gubernur program yang menyentuh langsung masyarakat itu tidak bisa dilakukan refocusing penuh,” ujar dia.
Untuk informasi, besaran anggaran bantuan peternakan ayam itu sekira Rp 19 miliar yang rencananya akan menyisir 1.500 rumah tangga miskin yang akan disebar di beberapa kabupaten dan kota yang ada di Sulsel.
“Untuk bantuan peternakan ayam itu, kami menjadikan itu sebagai opsi terakhir untuk refocusing. Kalau misalnya tidak ada yang bisa kami sisir dan kami detailkan semua program, saat ini kami sedang menyusun untuk mematangkan,” ucap Yusuf.
Sementara itu, Ketua Badan Anggaran dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulsel, Irwan Hamid mengatakan hingga kini masih ada beban utang Pemprov yang perlu diselesaikan. "Dan, itu butuh alokasi anggaran besar dari Penjabat Gubernur saat ini," kata Irwan.
Menurut dia, utang tahun 2023 kisaran Rp 500 miliar lebih, kemudian saat ini masih ada beban DBH, hanya saja berkurang dari tahun sebelumnya.
"Jadi, kalau digabung total Rp 1 triliun lebih. Utang itu dari beberapa item 2023 dan pertengahan 2024," kata dia.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Sulsel, Arfandi Idris mengatakan bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Provinsi Sulsel, perlu dilihat secara detail apa saja masih menjadi beban, sehingga beban utang perlu menjadi catatan khusus. Dai mengatakan, BPK memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan berbagai catatan terhadap pengelolaan keuangan daerah tahun 2023 kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Beberapa catatan tersebut, di antaranya kelebihan perhitungan realisasi belanja tambahan penghasilan pegawai (TPP) pegawai negeri sipil dan calon pegawai negeri sipil,serta tunggakan retribusi daerah. Menurut Arfandi, ada beberapa hal tidak menjadi temuan BPK. Padahal ada sejumlah kegiatan Pemprov yang diselenggarakan pemerintah itu tidak menjadi temuan.
"Ini berkaitan proyek-proyek mangkrak yang tidak menjadi temuan. Proyek mangkrak itu bagi saya seharusnya menjadi temuan tapi tidak dimasukkan oleh BPK," kata dia.
"Misalnya itu rest area (batas Jeneponto-Bantaeng), kantor penghubung di Bali dan berbagai kegiatan lain yang mangkrak dan itu sudah merugikan negara, kok, tidak menjadi temuan BPK," sambug Arfandi.
Politikus Partai Golkar ini mengatakan, banyaknya kegiatan yang sudah diselenggarakan oleh pihak ketiga pada 2023 namun terbayarkan, sejatina, harus menjadi perhatian BPK. Bahkan sampai proses administrasi melalui Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) namun tidak dibayarkan.
"Menurut saya itu lebih Rp 500 miliar. Lari ke mana uangnya, kok, tidak menjadi temuan BPK," imbuh dia.
Adapun, pengamat pemerintahan, Masriadi Patu menyoroti kebijakan Pemprov Sulsel yang berencana melakukan refocusing atau perubahan alokasi anggaran sejumlah program yang telah dirancang di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2024.
"Sebenarnya kalau kebijakannya hanya melakukan refocusing atau relokasi anggaran dari anggaran ril atau anggaran pembangunan untuk masyarakat justru dialokasikan ke pembayaran utang, itu kurang bijak menurut saya," kata Masriadi.
Menurut dia, dalam pengambilan keputusan besar, Pemprov Sulsel di bawah pimpinan Zudan Arif mestinya bisa lebih bijak lagi. Setiap keputusan yang diambil harusnya dilihat sejauh mana urgensinya, sehingga program yang sudah berjalan, yang digagas oleh Pj Gubernur sebelumnya tidak serta merta relokasi anggarannya untuk pembayaran utang.
"Beberapa program itukan sudah berjalan di masyarakat. Termasuk misalnya program kebun pisang cavendish yang diprogramkan mantan Penjabat Gubernur, Bahtiar Baharuddin. Ini, kan, hanya butuh skenario keuangan yang lebih inovatif menurut saya, sehingga kebijakan-kebijakan itu tidak selalu mengorbankan masyarakat secara langsung," ujar dia.
"Jadi anggaran modal dan anggara pembangunan lainnya yang langsung bersentuhan dengan masyarakat ini tidak boleh dikorbankan demi membayar utang itu," sambung Masriadi.
Masriadi mengatakan, penjabat gubernur seharusnya memiliki terobosan-terobosan atau pemikiran yang baru sebagai jalan keluar pembayaran utang tersebut tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat yang sementara berjalan. Apabila hal tersebut dilakukan, menurut Masriadi, program penjabat gubernur sebelumnya seolah-olah tidak sejalan dengan program penjabat gubernur sekarang. Padahal, pemerintah Provinsi Sulsel terus mengagungkan semboyan pembangunan berkelanjutan.
"Kalau begini seolah-olah bahwa yang dilakukan penjabat lama itu tidak prioritas. Padahal semboyan pemerintah sekarang ini adalah berkelanjutan, terus apa yang akan dilanjutkan? Justru orientasinya tidak ada kelanjutan. Dan, oleh karenanya tidak cerdas seorang gubernur jika untuk mengatasi utang itu dilakukan refocusing dari mata anggaran yang sudah berjalan dialokasikan anggarannya," ucap dia.
Dalam menuntaskan masalah ini, Masriadi menyebut, ada banyak cara yang bisa dilakukan Pemprov Sulsel. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah pengalihan sementara penyertaan modal Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), apalagi jika BUMD tersebut selama ini pengelolaannya tidak begitu optimal.
Termasuk, pengalihan sementara anggaran peningkatan pendapatan ASN. Seperti penambah tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) atau tunjangan kinerja dan beberapa hal lainnya yang tidak begitu mendesak dan mengorbankan kepentingan masyarakat.
"Kalau ada kenaikan, itu bisa ditunda karena itu terkait langsung dengan abdi negara, jadi boleh. Saya kira banyak bisa dilakukan, bukan hanya kebijakan itu. Gubernur yang cerdas, saya yakin dia bisa melakukan pilihan kebijakan yang tepat dan paling bijaksana menangani persoalan ini. Utang terbayar, pembangunan tetap jalan," tuturnya.
"Jadi yang saya tidak setuju kalau kepentingan masyarakat langsung seperti pembangunan infrastruktur, seperti program pisang cavendish tadi yang sudah berjalan di masyarakat lalu itu dihentikan, nantinya itu masyarakat yang korban. Jadi mestinya pilihannya itu lebih baik kita mengobarkan kepentingan aparat birokrasi daripada kita mengorbankan kepentingan masyarakat. Di situlah kita akan liat seorang abdi negara betul-betul melakukan pengabdian atau justru melakukan pekerjaan dengan transaksional juga," ujar Masriadi. (abu hamzah-suryadi-isak pasa'buan/C)