MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Perlindungan terhadap perempuan dan anak merupakan tanggungjawab bersama, tidak hanya pemerintah, tetapi juga dibutuhkan keterlibatan para pihak.
Untuk itulah, Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Makassar menggelar Rapat Koordinasi lintas sektor yang tergabung dalam Satgas PPA.
Pertemuan ini dihadiri unsur Aparat Penegak hukum (APH), Organisasi Bantuan Hukum, NGO, Ormas, dan pemerintah. Termasuk lembaga pemerintah vertikal di Kota Makassar di lantai 2 Ruang Rapat Sekda Kota Makassar, Jumat (12/7).
Salah satu isu yang menarik dibahas pada pertemuan ini adalah adanya angka kekerasan yang terus bertambah terutama kekerasan terhadap anak.
Kepala Dinas PPPA Kota Makassar Achi Soleman menyampaikan perlindungan terhadap anak dan perempuan membutuhkan sinergi dan kolaborasi para pihak karena sangat terkait dengan banyak faktor yang melingkupinya.
Khusus terkait kekerasan terhadap anak yang terus meningkat, ia menilai bahwa faktor keluarga sangat menentukan banyaknya kasus-kasus yang muncul, dimana persoalan pengasuhan anak menjadi persoalan serius dalam dunia modern saat ini.
“Jadi tanggungjawab kita ini tidak hanya pada ranah hilir melalui penanganan, tetapi juga kita harus di ranah hulu, dimana upaya-upaya pencegahan harus terus kita gaungkan bersama," jelas Achi Soleman.
"Terutama dalam memastikan pemenuhan hak-hak dasar anak. Program Jagai Anakta ini menuntut sinergi dan kolaborasi pemerintah dan masyarakat," tambahnya.
Rapat koordinasi ini dipandu oleh Direktur LBH Apik Sulsel Rosmiati Sain memantik banyak peserta memberi tanggapan terutama program dan kegiatan yang mereka lakukan di lembaga mereka masing-masing.
Ormas Muslimat NU dan Aisyiyah Makassar misalnya lebih banyak berfokus pada upaya-upaya pencegahan di lingkungan satuan pendidikan, sama seperti KICI dan PIM Makassar. NGO dan OBH seperti Peradi, LBH Makassar, LBH Apik, ICJ lebih pada pendampingan kasus-kasus.
YPKDS, PKBI, SLB Pembina juga menyampaikan upaya-upaya mereka yang selama ini telah bersinergi dengan UPTD PPA dalam aspek pendampingan dan pemulihan korban.
Sementara itu, Polrestabes Makassar melalui Unit PPA juga merespon diskusi peserta dengan menyampaikan berbagai fenomena kekerasan dan tantangan dalam proses penegakan hukum.
Serta, perlindungan terhadap pengungsi luar negeri juga dibahas dalam rakor ini yang dipertanyakan oleh perwakilan UNHCR dan IOM.
Terpisah, Kepala UPTD PPA Kota Makassar Muslimin Hasbullah menyampaikan, data kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam kurun waktu 2 tahun terakhir mengalami peningkatan.
Terutama kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak. Pada tahun 2022 lalu, kasus kekerasan mencapai 1600 kasus, sementara pada tahun 2023 naik menjadi 1700 kasus.
Ia menilai, kekerasan terhadap perempuan ibarat fenomena gunung es dimana yang muncul di permukaan hanya sedikit. Sementara yang tidak terekspose jumlahnya berkali-kali lipat.
Tidak menutup kemungkinan, kekerasan yang terjadi di lingkungan kampus utamanya kekerasan seksual masih banyak yang belum terungkap. Ini sejalan dengan survei pengalaman hidup Perempuan (SPHPN) 2021, dimana 1 dari 4 perempuan pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya, dan 18,1 persen itu kekerasan seksual.
“Jadi memang yang terungkap masih sedikit karena butuh keberanian dan mental kuat untuk speak up atau melaporkan kasusnya,” ucapnya.
“Untuk itu, sekarang ini sudah ada aturan tentang kewajian mementuk satgas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di sekolah, maupun perrguruan tinggi, makanya kemarin juga kami mengundang semua satgas PPKS di perguruan tinggi di Kota Makassar untuk memastikan adanya sinergi dalam upaya-upaya penanganan kasus-kasus,” tambahnya.
Ia menjelaskan masukan-masukan dari peserta ini akan ditindaklanjjuti bersama dalam Satgas PPA, sehingga perlindungan terhadap Perempuan dan anak bisa berjalan maksimal. "Insya Allah semua ini hasil rapat koordinasi akan ditindaklanjuti," tegasnya. (Armansyah)