Oleh: Darussalam Syamsuddin
MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Agama dalam bentuk apa pun dia muncul tetap merupakan kebutuhan ideal umat manusia. Agama memiliki peran dalam setiap bidang kehidupan, tanpa agama kehidupan manusia tidak akan sempurna.
Meskipun demikian, setiap kali kita berbincang tentang peran agama dalam kehidupan masyarakat selalu berujung pada perbedaan. Karena kita melihat agama dari berbagai dimensi yang berbeda.
Pada satu sisi, sebagian orang beranggapan bahwa kesadaran agama masyarakat meningkat dengan melihat semakin maraknya orang mengunjungi rumah-rumah ibadah, perayaan hari-hari besar keagamaan semakin meriah.
Di sisi lain, orang berpendapat bahwa kesadaran beragama menunjukkan grafik yang menurun. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya tindakan kriminal, perilaku anti sosial, dan kemerosotan moral.
Kedua pandangan ini tidak dapat menyatu, sebelum kita memberi penjelasan bahwa keduanya akan tetap berbeda karena kedua pandangan berangkat dari dimensi yang berbeda. Pendapat pertama memandang agama dari dimensi ritual, sementara pendapat kedua memandang agama sebagai dimensi sosial.
Semua agama setidaknya terdiri dari lima dimensi yakni: dimensi ritual, mistikal, ideologikal, intelektual, dan sosial. Dimensi ritual berkaitan dengan upacara-upacara keagamaan, ritus-ritus religius, misalnya salat, misa, dan kebaktian. Dimensi mistikal merupakan pengalaman keagamaan misalnya keinginan mencari makna hidup, kesadaran akan kehadiran Yang Maha Tinggi, takwa, dan tawakal.
Dimensi ideologikal menyangkut kepercayaan keagamaan berkaitan dengan eksistensi manusia di hadapan Tuhan dan makhluk lainnya. Islam mengenal istilah manusia sebagai khalifatullah di bumi. Dimensi intelektual menunjukkan tingkat pemahaman orang terhadap doktrin-doktrin agamanya atau berkaitan dengan kedalamannya tentang ajaran-ajaran agama yang dipeluknya. Dimensi sosial adalah manifestasi ajaran agama dalam kehidupan bermasyarakat.
Prinsip Islam dalam mengubah masyarakat menuju kualitas hidup yang lebih baik. Islam memandang kehadiran agama di dunia dimaksudkan untuk mengubah masyarakat dari berbagai kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. (QS. Ibrahim/14: 1 dan 5).
Islam adalah agama yang menghendaki perubahan. Ia datang untuk mengubah kegelapan yang dikenal dengan sebutan zhulumat (kegelapan dan kezaliman) menuju kepada an-nur (cahaya). Berbagai kegelapan yang dimaksud adalah: Pertama, ketidaktahuan tentang syariat, di antara misi diutusnya Nabi adalah untuk menjelaskan kepada umat tentang halal dan haram.
Islam mengajarkan bahwa dalam hal ibadah semua terlarang kecuali yang diperintahkan (Al-Aslu fil ibadah lit-tahrim), sedang dalam hal muamalah semua boleh kecuali yang dilarang (Al-Aslu fil muamalah lil ibahah, hatta yadullu dalil ala tahrimih).
Kedua, pelanggaran terhadap syariat Allah. Islam datang untuk membebaskan mereka dari hidup yang berdasarkan kemaksiatan menuju ketaatan. Misalnya semua hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim tanpa didahului dengan akan nikah, dikategorikan sebagai zina.
Islam mengajarkan nikah sebagai jalan untuk menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan ini mengubah sesuatu yang tadinya maksiat menjadi ibadah. Pesan Nabi “Nikah adalah sunahku, siapa yang berpaling dari sunnahku bukan umatku”.
Ketiga, penindasan. Islam datang untuk membebaskan dari kehidupan yang penuh beban dan belenggu ke arah kebebasan. Para sejarawan menulis bahwa Islam bukan hanya dianggap sebagai agama baru, melainkan liberating force (suatu kekuatan pembebas umat manusia).
Faktor inilah yang menyebabkan Islam dahulu begitu cepat menyebar di Indonesia, padahal waktu itu masyarakat Indonesia ditindas oleh sekelompok kaum raja dan feodal. Pada waktu itu, rakyat harus membayar upeti kepada raja-raja, bahkan harus membanting tulang bekerja untuk mereka. Islam datang melalui daerah-daerah pantai, mengajarkan persamaan dan pembebasan. Kemudian orang-orang pun berpaling kepada agama baru ini. (*)