MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Setelah sempat dinyatakan menghilang dan mangkir dari panggilan penyidik Polres Gowa, Annar Salahuddin Sampetoding atau ANS akhirnya menampakkan diri. Orang yang disebut ikut terlibat dalam pembuatan dan penyebaran uang palsu di Kampus II UIN Alauddin Makassar itu mendatangi Polres Gowa didampingi dua pengacaranya, Kamis (27/12/2024) malam.
Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak mengatakan hingga saat ini Annar Salahuddin Sampetoding masih menjalani pemeriksaan intensif di ruang penyidik Satreskrim Polres Gowo. Hal tersebut dilakukan untuk mengkonfirmasi beberapa dugaan keterlibatannya dalam kasus yang sedang menarik perhatian masyarakat ini.
Meski sudah di Polres Gowa, Reonald menyebut status Annar Salahuddin Sampetoding masih sebagai saksi. Ia pun tak menampik kemungkinan statusnya akan meningkat seiring dengan pengembangan kasus, terlebih jika dalam pemeriksaan yang dilakukan penyidik ditemukan bukti-bukti keterlibatannya.
"Saat ini masih kita periksa sebagai saksi, nanti kita lihat bagaimana pengembangan selanjutnya apakah ada peningkatan status," jelasnya.
Dalam proses pemeriksaan ini, Annar Salahuddin Sampetoding disebut hadir didampingi oleh kuasa hukumnya. Menurut Reonald, pendampingan tersebut merupakan hak setiap warga negara dalam menghadapi proses hukum.
"Sudah pasti beliau ditemani pengacaranya, kuasa hukumnya, saat ini masih pendalaman pemeriksaan," sebutnya.
Adapun proses pemeriksaan ini, kata Reonald, cukup memakan waktu lama. Pemeriksaan dilakukan mulai pada malam hari sampai dini hari dan kembali berlanjut pada Jumat (27/12) siang.
Diketahui, nama Annar Salahuddin Sampetoding juga sempat menuai sorotan. Setelah namanya ramai dibicarakan karena disebut-sebut ikut terlibat dalam pembuatan dan penyebaran uang palsu di Kampus II UIN Alauddin Makassar, ia kembali viral karena ternyata namanya masuk daftar tim pemenangan Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi (ASS-Fatma) di Pilgub Sulsel 2024.
Dalam lampiran surat keputusan (SK) tim pemenangan ASS-Fatma nomor: IST/KPTS-ANDALAN-HATI/IX/2024 yang diperoleh oleh Harian Rakyat Sulsel, nama Annar Salahuddin Sampetoding ikut tercatat sebagai dewan penasehat bersama 25 nama tokoh politik dan mantan pejabat asal Sulsel.
Adapun dalam kasus pengungkapan uang palsu di Kampus II UIN Alauddin Makassar, Annar Salahuddin Sampetoding diketahui sempat mangkir dari panggilan penyidik Satreskrim Polres Gowa untuk dimintai keterangan. Panggilan pertamanya dijadwalkan pada hari Senin (23/12/2024) lalu.
"Waktu kami layangkan panggilan (pemeriksaan) hari Senin dia tidak hadir," ujar Reonald sebelumnya.
Nama Annar Salahuddin Sampetoding mencuat dalam kasus uang palsu di Kampus II UIN Alauddin Makassar setelah Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan menjelaskan kronologi pengungkapan kasus ini dalam konferensi pers di Mapolres Gowa, Jalan Syamsuddin Tunru, Kecamatan Somba Opu, Gowa, Kamis (19/12/2024).
Dalam kesempatan tersebut, Yudhiawan mengungkapkan sebelum mesin pencetak uang palsu itu dimasukkan ke dalam Perpustakaan Kampus II UIN Alauddin Makassar, polisi lebih dahulu mendatangi salah satu rumah di Jalan Sunu 3, Kecamatan Tallo, Kota Makassar. Dimana rumah tersebut merupakan rumah pribadi Annar Salahuddin Sampetoding.
Bahkan, di rumah tersebut polisi diketahui menangkap seorang seorang ibu rumah tangga (IRT) bernama Ria. Dia ditangkap bersama dua laki-laki yaitu Muhammad Syahruna dan John Biliater Panjaitan di lokasi yang sama. Polisi menyebut, pada tahun 2010 di rumah Annar Salahuddin Sampetoding sebagai lokasi pertama para sindikat memproduksi uang palsu.
Di rumah Jalan Sunu tersebut, polisi juga diketahui menemukan sejumlah barang bukti, seperti mesin cetak uang palsu lama berukuran kecil tapi telah rusak dan beberapa bahan baku lain untuk percetakan uang palsu.
"Kalau kita lihat dari TKP buat cetak uang palsu, jadi di rumah saudara ASS Jalan Sunu, Kota Makassar. Kemudian juga ada di Jalan Yasin Limpo (UINAM), Gowa," kata Irjen Pol Yudhiawan.
Polisi juga menjelaskan, alat produksi atau mesin pencetak uang palsu di Jalan Sunu sebelumnya menggunakan mesin berukuran kecil. Namun karena membutuhkan jumlah yang lebih besar maka mereka membeli alat atau mesin cetak yang lebih besar seharga Rp 600 juta yang didatangkan langsung dari China lewat Surabaya.
Mesin baru itu bisa lolos masuk ke dalam Perpustakaan Kampus II UIN Alauddin Makassar berdasarkan bantuan salah satu tersangka yang merupakan pejabat alias Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, Andi Ibrahim. Mesin pencetak uang palsu dengan bobot diperkirakan dua ton itu dimasukkan ke kampus pada malam hari dengan alasan untuk mencetak buku.
Berdasarkan hasil penyelidikan polisi disebutkan pabrik atau produksi uang palsu di dalam perpustakaan Kampus II UIN Alauddin Makassar sejak September 2024. Meskipun sindikat ini disebut sudah dimulai sejak 2010 silam.
"Awal pertama ditemukan (diproduksi) di Jalan Sunu Makassar, karena sudah mulai membutuhkan jumlah yang lebih besar maka mereka membutuhkan alat yang lebih besar. Jadi, tadinya menggunakan alat kecil," sebutnya.
"Timeline dan peredaran uang palsu ini dimulai dari 2 Juni 2010, sudah lama, terus lanjut 2011 sampai 2012. Kemudian sampai Juni 2022 kembali lagi untuk merencanakan pembuatan dan mempelajarinya lagi," sambungan Yudhiawan.
Dalam kasus ini polisi telah menetapkan 17 tersangka sindikat uang palsu di UIN yakni AI, MN, KA, IR MS, CBP, AA, SAR, SU, AK , IL, SM, MS, SR, SW, MM dan RM. Mereka ditangkap di sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Sulawesi Barat (Sulbar).
Para tersangka dijerat pasal sesuai dengan perannya masing-masing dengan pasal 36 ayat 1 , ayat 2 , ayat 3 dan pasal 37 ayat 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang, dengan ancaman pidana paling lama 10 tahun hingga seumur hidup.
Selain mengamankan belasan orang yang diduga terlibat, polisi ikut menyita 98 jenis barang bukti. Diantaranya adalah mata uang rupiah emisi 2016 sebanyak 4.554 lembar pecahan Rp 100.000.
Kemudian ada 234 lembar uang palsu pecahan Rp100.000 dan belum terpotong. Termasuk mata uang asing atau mata uang Korea Selatan sebanyak satu lembar 5.000 won dan 111 lembar uang 500 dong atau mata uang Vietnam.
Buka itu saja, polisi juga berhasil menyita mesin pencetak uang palsu tersebut yang diketahui dibeli oleh pelaku dari China senilai Rp 600 juta. Termasuk tinta, kertas, kaca pembesar dan alat-alat lainnya yang digunakan pelaku dalam beraksi.
Menariknya, dalam sindikat ini polisi turut menyita salinan atau fotocopy sertifikat deposito Bank Indonesia (BI) dan kertas surat berharga negara (SBN) yang nilainya mencapai triliunan rupiah.
"Ada satu lembar kertas fotocopy sertifikat BI, nilainya Rp 45 triliun. Juga ada satu lembar surat berharga negara senilai Rp 700 triliun," ucap Yudhiawan.
Mantan Kapolrestabes Makassar itu juga menyebut anggotanya dalam hal ini personel Satreskrim Polres Gowo masih mengejar tiga pelaku DPO ke tempat persembunyian. Untuk itu, ia memastikan ketiga pelaku tersebut akan tertangkap.
"Masih dikejar oleh anggota kita ke tempat pelariannya. Jangan sampai kita kasih tahu (tempatnya) nanti kabur. Yang jelas pasti itu kita akan tangkap," kata Yudhiawan. (isak Pasabuan/B)