Batin Politik Prabowo-Mega

  • Bagikan

Oleh : Saifuddin
Direktur Eksekutif LKiS

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Ketua DPR RI sekaligus Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani menyampaikan ungkapan rasa terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto yang mengirimkan bunga anggrek kepada Megawati Soekarnoputri saat ketua umum PDIP itu merayakan ulang tahun ke-78.

“Terima kasih atas perhatian dari semua pihak, khususnya kepada Presiden Prabowo yang sudah memberikan perhatiannya untuk ibu Megawati Soekarnoputri di hari ulang tahunnya,” kata Puan di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/1/2025).

Seperti diketahui, Megawati merayakan ulang tahun ke-78 pada Kamis (23/1/2025). Presiden ke-5 RI itu merayakan ulang tahun bersama keluarganya di Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat.

Terdengar romantis kiriman bunga Prabowo ke Megawati, namun terlepas hubungan personal begitu baik antarkeduanya. Tetapi sejarah mencatat kalau keduanya memiliki hubungan politik yang demikian dekat. Pemilu pemilihan presiden tahun 2009 yag dikenal dengan tagline Mega-Pro menunjukkan kalau keduanya memiliki ikatan politik yang kuat hingga berlanjut pada hubungan personal dan kekeluargaan yang demikian kuat pula.
Dalam berbagai kesempatan Prabowo menyebutkan kalau rindu nasi goreng Megawati. Dan, Megawati pun mengirimkan minyak urut kesehatan buat Prabowo.

Sehingga keduanya demikian sulit untuk dipisahkan dalam berbagai event politik, walau keduanya juga seringkali berseberangan dalam kontekstasi politik seperti pilpres 2014 dan 2019 PDIP dalam hal ini Megawati mengusung jagoan PDIP yakni Jokowi dua periode berturut-turut dan rivalitasnya adalah Prabowo-Hatta Rajasa (2014), Prabowo-Sandiaga Uno (2019). Kemudian Prabowo bersama Gerindra memilih oposisi kurang lebih 7 tahun di dalam pemerintahan Jokowi periode pertama dan periode kedua.

Kontestasi Pilpres 2014 dan 2019 oposisi begitu kuat, dan didukung oleh kekuatan civil society di luar parlemen. Tetapi Megawati dan Prabowo tidak pernah sedikitpun memunculkan sarkas politik dan permusuhan yang abadi.
Komunikasi politik di antara keduanya justru terbangun dengan baik, apakah itu lewat Partai Gerindra maupun PDIP, maupun lewat Sekjen Gerindra Ahmad Muzani dengan Hasto Kristiyanto termasuk Puan Maharani (Ketua DPR). Itu semakin membuktikan kalau kedua tokoh ini Megawati maupun Prabowo memiliki “batin politik” yang kuat.

Apalagi pasca Pilpres 2024 Gerindra sebagai nakhoda Koalisi Indonesia Maju) yang memenangkan Prabowo Subianto sebagai presiden RI ke-8. Sementara PDIP pemenang Pileg. Artinya antara Prabowo (Gerindra) dan Megawati (PDIP) memiliki kekuatan politik yang sama. Dan, keduanya pun masing-masing selaku ketua partai.
Di tengah berbagai persoalan bangsa yang semakin menemui titik kulminasi, maka diperlukan bangunan demokrasi yang kuat melalui kekuatan-kekuatan politik baik itu di tingkat eksekutif maupun di level legislatif.

Pilihan politik PDIP dengan Jokowi di Pilpres 2024 terkesan pecah kongsi dan bahkan cenderung semakin memuncak, termasuk KPK yang mentersangkakan Hasto dalam kasus Harun Masiku, kemudian muculnya rilis OCCRP yang menobatkan Jokowi sebagai pemimpin terkorup 2024. Hingga yang amat sangat fenomenal adalah pembongkaran pagar laut yang membentang di perairan Tangerang sepanjang 30,16 kilometer. Sindikat dan bayang-bayang atas realitas tersebut tentu membuat banyak pihak was-was.

Nah, terkait pertemuan Prabowo-Megawati yang belakangan ini sangat dinantikan oleh banyak pihak, menjadi hal penting untuk merisalah kembali kebangsaan kita yang akhir-akhir ini dipenuhi “sarkas”. Pertemuan ini pun tentu sangat diharapkan untuk membangun kekuatan politik bangsa untuk menghadapi berbagai tantangan ke depan.

Apakah pertemuan ini adalah jalan untuk mengakhiri “oposisi” untuk membangun kekuatan politik semesta secara full power baik di tingkat eksekutif maupun legislatif?

Ataukah pertemuan keduanya adalah jalan untuk mengakhiri posisi dan manuver politik Jokowi? Posisi Jokowi yang tidak memiliki partai politik akan punya ruang politik yang kecil setelah pertemuan Prabowo-Mega terjadi. Apatalagi hubungan PDIP dengan Jokowi yang sedang tidak baik-baik saja sejak isu pengkhianatan itu terjadi.
Hingga pada akhirnya “batin politik” keduanya sulit untuk dibantah. Apakah pertemuan ini tidak ada tantangan? Tentu tidak sedikit, termasuk koalisi pemenang Pilpres kemarin akan merasa terganggu dengan hadirnya PDIP di koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran.

Belum lagi ketidaknyamanan Jokowi atas pertemuan tersebut. Sehingga Jokowi pun menemui Sultan Hamengkubuwono IX untuk memfasilitasi pertemuan antara Jokowi-Mega, walau pihak PDIP tidak memberikan respons terhadap langkah politik Jokowi untuk bertemu Megawati.

Dengan demikian, ketidak-move on-nya PDIP terhadap sikap politik Jokowi di Pilpres semakin memperburuk hubungan keduanya. Justru PDIP melalui Puan Maharani (ketua DPR) sekaligus anak Megawati di beberapa kesempatan mengungkapkan dukungannya kepada pemerintahan Prabowo. Demikian juga halnya Prabowo butuh dukungan partai politik di dalam upaya mendorong program-program pemerintah termasuk dalam hal ini PDIP. Justru sikap move on PDIP justru ditunjukkan kepada Prabowo, bukan kepada Jokowi. (*)

  • Bagikan