Menguji Keyakinan Hakim Konstitusi

  • Bagikan

Sementara itu, pakar hukum tata negara dari Universitas Hasanuddin, Profesor Aminuddin Ilmar menjelaskan, untuk perkara di Palopo yang disidangkan di Mahkamah Konstitusi seharusnya dibedakan dalam dua bagian. Menurut Ilmar, sidang sengketa di Mahkamah Konstitusi hanya pada pokok administrasi pencalonan Trisal Tahir sebagai calon wali kota Palopo. Terkait ijazahnya palsu atau tidak bisa diuji dalam peradilan pidana.

"Yang dipersoalkan di MK soal administrasi. Jadi beda, itu konteksnya pemalsuan ijazah. Jadi itu pelakunya bisa dihukum, jadi misalnya yang bersangkutan menggunakan ijazah palsu, itu pasti tindak pidana," kata Ilmar.

"Tapi itu tidak dipersoalkan MK. Yang dipersoalkan MK itu adalah proses yang dijalankan oleh penyelenggara (KPU Kota Palopo). Ini harus dipahami, karena dua hal yang berbeda," sambung dia.

Menurut Ilmar, dalam sengketa hasil Pilwali Palopo yang diuji adalah proses administrasi yang dijalankan KPU Kota Palopo. Sebagai penyelenggara Pilkada, KPU disebut yang bertanggung jawab mengenai cermat atau tidak dalam melakukan verifikasi dokumen calon.

"Jadi KPU di sini yang diutamakan MK, apakah KPU itu sebagai penyelenggara telah melalui proses pemeriksaan secara cermat sehingga dia bisa menyatakan pasangan yang bersangkutan memenuhi syarat," tutur Ilmar.

Sehingga, kata dia, jika dalam proses pembuktian nantinya KPU Kota Palopo terbukti melakukan pelanggaran dalam proses administrasi, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk melakukan diskualifikasi terhadap calon yang dipersoalkan tersebut, dalam hal ini Trisal Tahir dan Akhmad Syarifuddin Daud (Trisal-Akhmad).

"Wakilnya, Akhmad Syarifuddin Daud juga disebut bisa didiskualifikasi dikarenakan yang diperkarakan masih satu bagian dengannya. Kalau bukti-bukti yang diajukan (pemohon) ternyata tidak memenuhi syarat, berarti KPU melakukan pelanggaran. Dari hasil proses itulah kemudian MK menetapkan sesuai dengan tuntunan Pemohon, yah mendiskualifikasi karena pasangan calon tidak memenuhi syarat," kata Ilmar.

"Akhmad Syarifuddin Daud juga ikut didiskualifikasi apalagi belum dilantik. Kecuali kalau sudah dilantik, mungkin tuntutannya mengarah pada yang bersangkutan saja (Trisal Tahir)," sambung dia.

Meski begitu, Ilmar mengatakan tentunya hakim Mahkamah Konstitusi akan terlebih dahulu mendalami bukti-bukti atau fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Apakah Trisal Tahir memang tidak memenuhi syarat untuk diloloskan sebagai calon wali kota atau sudah sesuai dengan aturan yang ada.

"Nanti MK akan memeriksa bukti, apakah betul hasil pelacakan atau hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh KPU (Palopo) itu sudah benar atau tidak. Sehingga kemudian yang bersangkutan dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS). Kan itu buktinya nanti akan jelas dikemukakan. Misalnya setelah dilakukan pengecekan ternyata ijazah yang bersangkutan tidak terdaftar, kan sudah bisa dijadikan dasar sebenarnya. Kalau ijazah itu tidak terdaftar yah otomatis bisa juga dikategorikan pemalsuan," ujar dia.

Dalam mengambil keputusan, hakim Mahkamah Konstitusi disebut hanya bisa merujuk pada bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan. Hakim juga disebut tentunya akan menelaah terkait sikap KPU Kota Palopo yang sebelumnya menyatakan Trisal Tahir tidak memenuhi syarat sebagai calon wali kota dan kemudian dianulir menjadi memenuhi syarat.

"MK hanya bisa menyatakan sesuai dengan bukti-bukti yang diajukan oleh pemohon. Bahwa KPU memang tidak melakukan proses sebagaimana yang dipersyaratkan atau sudah sesuai," beber dia.

Terlebih, kata Ilmar, dalam sidang kode etik tiga Komisioner KPU Kota Palopo di DKPP terbukti melakukan pelanggaran dan berujung pada pemecatan.

"Kan setelah diproses di dewan kehormatan (DKPP) ternyata terbukti, bahwa proses yang dijalankan KPU itu tidak sesuai dengan apa yang menjadi kode etik penyelenggara. Sehingga kemudian mereka mendapatkan sanksi pemecatan," imbuh Ilmar.

Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum RI, Mochammad Afifuddin menegaskan, pihaknya dan KPU di Sulsel akan menerima apapun hasil yang diputuskan hakim MK nantinya.

"Kami tunggu keputusan Mahkamah Konstitusi. Hasilnya, akan kami terima sebagai putusan final dan mengikat," kata Afifuddin di kantor KPU Sulsel, Sabtu (15/2/2025) malam.

Menurut dia, posisi KPU sebagai termohon sudah mengawal sidang PHPU di Mahkamah Konstitusi. Afif juga menegaskan bahwa KPU akan menindaklanjuti apapun putusan MK.

"Kami ikuti proses seperti biasanya, tidak ada yang istimewa, tidak ada yang istimewakan, tidak ada yang spesial. Ini peristiwa biasa," imbuh dia.

Untuk saat ini, kata Afifuddin, KPU menggelar konsolidasi pascapilkada 2024. Tujuannya mengevaluasi seluruh proses yang telah dijalankan. (isak pasa'buan-suryadi/C)

  • Bagikan