Adapun empat poin kemandirian peradilan yang berkembang di dunia, kata Prof Aswanto, dimulai dari Crime Control Model. Peradilan ini disebut dibuat sedemikian rupa dan banyak hambatan-hambatan agar setiap tahapan itu tidak ada kesalahan.
"Tidak ada penyimpangan-penyimpangan, tidak ada tindakan-tindakan yang tidak memanusiakan manusia. Sehingga indikator keberhasilan hukum acara Crime Control Models ini, ditentukan seberapa lama perkara itu bisa selesai," ungkapnya.
Kemudian yang kedua adalah due procces model, yaitu model peradilan yang sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia. Menurut dia, dalam peradilan seharusnya tidak perlu ada penahan.
"Nda perlu ada borgol-borgolan. Nah proses KUHAP kita mau dibawa kemana? Apakah masih mau mempertontonkan orang yang diborgol?," ucapnya.
Kemudian yang ketiga, adalah Family Models. Dimana penganut Family Model itu, kata Prof Aswanto adalah tidak ada batasan antara pemeriksa dan yang diperiksa.
"Yang harus diciptakan dalam penganut Family Model ini adalah penyidik harus betul-betul profesional. Harus mampu memperoleh informasi yang benar dengan cara tanpa kekerasan atau tanpa ancaman. Jadi dianggap seperti keluarga," tuturnya.
Sementara yang keempat adalah Guardians Model atau model pengayoman. Artinya aparatur penegak hukum terutama dalam tahap penyelidikan dan penyidikan sampai tahap putusan harus betul-betul memberi rasa nyaman kepada yang bersangkut atau yang berhadapan dengan hukum.
Khusus di Indonesia, kata Prof Aswanto, model peradilannya identik dengan Guardian Model.
"Tidak boleh ada tekanan psikologis, tidak boleh ada tekanan menakutkan," lanjutnya.
Selain itu, dalam pemaparannya, Prof Aswanto juga menyampaikan bahwa ada tiga tahapan proses peradilan pidana. Dimana yang terjadi pada masing-masing tahapan itu sangat tergantung pada kemandirian peradilan yang dipilih oleh satu negara.
"Ada namanya tahap awal, Pre Adjudication, di situlah penyelidikan penyidikan sampai ke P21. Siapa yang berperan di sana, yang berperan di sana adalah penyelidik dan penyidik. Siapa itu, dalam tindak pidana umum di situ mestinya adalah polisi," ungkapnya.
Selanjutnya Adjudication, tahap kedua ini disebut terkait data pemeriksaan di depan persidangan. Sementara yang ketiga adalah Post Adjudication atau tahap pelaksanaan keputusan. Dimana pada tahap pelaksanaan keputusan ini masih ada peranan jaksa sebagai eksekutor.