" Saya mau menjelaskan tahap awal, Adjudication, apakah boleh jaksa yang menjadi penyelidik dan penyidik? saya kira boleh, kalau itu tindak pidana khusus. Di KHUAP kita sekarang, polisi itu adalah penyelidik dan penyidik pada tindak pidana umum, jaksa penyelidik dan penyidik pada tindak pidana khusus," bebernya.
"Tetapi kalau kita baca sekian naskah rancangan undang-undang, saya tidak bisa memastikan pasal berapa yang benar di rancang, karena dari sekian rancangan berbeda beda pasalnya, tetapi secara umum kita melihat bahwa kewenangan polisi pada tahap Pre Adjudication itu menjadi tidak bermakna seperti yang KHUAP sekarang," sambungnya.
Prof Aswanto menyebut maknanya berbeda, karena ada intervensi yang bisa dilakukan oleh kejaksaan. Jaksa bisa mengontrol, bahkan di dalam beberapa rancangan tersebut ditegaskan bahwa polisi dalam melakukan tugas penyidikannya harus berkoordinasi dan meminta petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Bahkan, dalam draf RUU KUHAP itu juga disebutkan ada rancangan yang mengatakan kalau polisi tidak menangani laporan salah satu kasus tindak pidana, maka langsung diambil alih oleh jaksa.
"Jadi ada pelaporan terjadinya tindak pidana, kalau polisi dalam waktu dua hari tidak menangani laporan itu maka jaksa bisa mengambil alih untuk menangani itu. Apa artinya, jaksa juga sudah mau menjadi penyelidik dan penyidik di tindak pidana umum," ungkapnya.
Ia pun mengungkapkan, sebenarnya untuk apa itu KUHAP?. Pertama, kata dia, adalah untuk menjamin hak asasi manusia, semua proses mulai dari tahap awal sampai tahap akhir dalam suatu peradilan pidana harus betul-betul berwawasan pada hak asasi manusia.
"Itu tujuannya KUHAP. Jadi harus ada keteraturan di dalam membuktikan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang, kita tidak boleh menyimpang dari hukum acara," kata Prof Aswanto.
Lebih jauh, Prof Aswanto membeberkan terkait kenapa prosedur penegakan hukum harus diatur dengan baik, termasuk siapa lembaga yang memiliki kewenangan atas setiap tahapan peradilan. Sebagaimana gambaran dalam tahap Pre Adjudication, Adjudication dan Post Adjudication. Pengaturannya juta disebut tidak boleh tumpang tindih.
"Yang kewenangannya di sana bisa diambil yang punya kewenangan di sini dan seterusnya, itu bisa berbahaya. Itu untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan," pesannya.
Terakhir, ia memaparkan terkait adanya kecenderungan di dalam RUU KUHAP itu, jaksa bisa mengontrol polisi. Berdasarkan analisanya, dikatakan, nantinya semua pekerjaan polisi itu under control oleh jaksa. Dalam penanganan suatu kasus di kepolisian itu bisa diambil alih oleh jaksa, sehingga nantinya peran polisi berubah tidak seperti yang diatur dalam KUHAP yang berlaku sekarang ini.
"Di KUHAP harus diatur, apa saja yang menjadi kewenangan penyelidik, penyidik, penuntut, hakim , eksekutor dalam putusan. Itu semua harus diatur secara rapi," pungkasnya.
Sementara pembicara kedua, Prof Hambali Thalib menjelaskan kalau melihat KHUAP di Indonesia yang berlaku sekarang ini lebih pada perlindungan individu atau hak asasi manusia (HAM).