Adapun kita, lanjut Munafri, menggambarkan kebersamaan yang inklusif. Dalam bahasa harian, masyarakat Makassar sering menyapa dengan ‘kita’ alih-alih ‘kamu’ sebagai bentuk ajakan kolektif.
“Di Makassar, kami memimpin bukan hanya untuk rakyat, tapi bersama rakyat,” tutur Munafri.
Ia menegaskan meski Kota Makassar berkembang pesat secara ekonomi sebagai gerbang utama kawasan Indonesia Timur, nilai-nilai kultural tetap menjadi fondasi kebijakan publik dan penguatan sektor ekonomi kreatif.
Ia juga memaparkan sejumlah program unggulan kota yang berbasis pada semangat inklusivitas dan keberlanjutan. Menurutnya, terobosan digital dan kebijakan inovatif di Makassar tidak lepas dari akar budaya masyarakatnya.
“Ini bukan sesuatu yang akan Anda temukan dalam dokumen industri. Tapi justru dari sinilah arah pertumbuhan Makassar ditentukan,” kata Munafri.
Ia menutup pidatonya dengan refleksi mendalam tentang pentingnya memimpin dengan nilai-nilai kemanusiaan di tengah pesatnya laju teknologi dan otomasi global.
“Bermartabat dengan rendah hati, berkuasa dengan izin, dan memimpin melalui kebersamaan,” ujar Munafri.
Dalam forum ini, Munafri tak sekadar membawa nama Makassar ke panggung global, tapi juga mengukuhkan bahwa kearifan lokal punya tempat terhormat dalam peta inovasi dunia. (Shasa/A)
