Dalam kasus ini, Walhi Sulsel mendorong agar tiga orang warga adat Sorowako yang memperjuangkan haknya lalu ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dapat diselesaikan melalu jalur hukum Restorative Justice (Rj) sebagaimana yang sementara digaung-gaungkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo maupun Jaksa Agung ST Burhanuddin.
“Kami mendorong adanya Restorative Justice karena langkah atau perjuangan bagi kami itu sangat tidak tepat jika korban atau tiga masyarakat Sorowako ini dikriminalisasi karena memperjuangkan haknya,” tegas Alumni Unhas Makassar ini.
Perusahaan asal Brasil ini yang sudah mengeruk kekayaan alam Luwu Timur selama 52 tahun lamanya seharusnya kata Amin mengambil sikap, dengan memberi respon tuntutan masyarakat adat. Bukan malah melakukan perlawanan dengan cara mengkriminalisasi atau melaporkan warga yang sedang melakukan aksi unjuk rasa.
“Seharusnya PT Vale menjawab tuntutan masyarakat dengan dialog atau menghadapi masyarakat dengan dialog bukan kemudian menggiring masyarakat atau mengkriminalisasi masyarakat karena ini tentu saja akan menambah masalah kemudian hari,” ungkapnya.
“Perlu diketahui, masyarakat tidak akan berhenti memperjuangkan haknya sampai PT Vale memenuhi tuntutan masyarakat. Tetapi bagi kami memang penting adalah pemenuhan hak-hak masyarakat di lingkar tambang terutama yang tinggal di pemukiman sekitar tambang, khusunya pemenuhan air bersih,” sambungnya.
Amin dalam hal ini Walhi Sulsel mengaku tak konsen terhadap tuntutan masyarakat mengenai dana CSR (Corporate Social Responsibility) sebab pihaknya lebih fokus pada masalah lingkungan yang ditimbulkan akibat dari aktivitas tambang PT Vale.
Menurut dia, masalah lingkungan adalah hal yang mendasar sebab PT Vale tidak akan selamanya berada di wilayah Sorowako. Sementara masyarakat lokal akan beranak cucu di wilayah tersebut dalam kondisi lingkungan yang sudah rusak.