WAJO, RAKYATSULSEL - Kepolisian Resor (Polres) kembali tertimpa isu tidak sedap. Sempat didemo gegara kasus dugaan korupsi Bappelitbangda yang disinyalir mandek, kini giliran kasus dugaan pemerasan oknum polisi di Polsek Tempe mencuat ke publik, Rabu, (25/1/2022)
Hal itu diungkap salah seorang pelaku kasus pemukulan berinisial (I). Meski kasusnya berakhir damai dengan korbannya, namun ia harus melakukan pembayaran kepada pihak polisi dengan dalih uang cabut laporan.
Oknum polisi tersebut diduga meminta biaya sebesar Rp4,5 juta kepada pelaku, dengan rincian Rp3 juta untuk oknum polisi dan Rp1,5 juta untuk biaya berobat korban.
"Saya bersepakat berdamai dengan korban, namun polisi meminta uang sebesar Rp3 juta sebagai uang cabut laporan, dan Rp1,5 jutanya itu untuk korban biaya berobat korban," ujarnya saat ditemui
Meski menghentikan proses hukum menggunakan sistem Restorative Justice namun sangat disayangkan oknum kepolisian dari Polsek Tempe justru diduga meminta imbalan uang dengan dalih uang pencabutan laporan
Padahal Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 08 Tahun 2021 ini mengatur tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif, yang akan digunakan sebagai acuan dasar penyelesaian perkara dalam proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana guna dapat memberikan kepastian hukum, sebagaimana diatur tentang penghentian penyelidikan (SPP-Lidik) dan penhentian penyidikan (SP3) dengan alasan demi hukum berdasarkan keadilan restoratif.
Keadilan Restoratif adalah Penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemilihan kembali pada keadaan semula. (Pasal 1 huruf 3).