MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Staf Khusus Menkumham Bidang Transformasi Digital, Fajar BS Lase menegaskan, tujuan dari proses reformasi birokrasi bukan hanya merencanakan dan melaksanakan kebijakan, tapi bagaimana masyarakat merasakan dampak dari pelayanan yang dilakukan.
"Itu tujuan reformasi birokrasi yang sesungguhnya" tegas Fajar Lase saat memberikan Pembinaan Pencapaian Target Kinerja dan Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK dan WBBM di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) Sulawesi Selatan (Sulsel), di Makassar, Kamis (16/3/2023).
Disebutkannya, Reformasi Birokrasi itu harus benar-benar dilaksanakan dengan sebuah semangat yang berkelanjutan. Hal ini pernah disampaikan Presiden Jokowi dihadapan MPR, DPD dan DPR RI pada pertama kali menjabat di periode kedua.
"Pak Presiden Jokowi mengatakan, reformasi birokrasi itu tidak bisa dilaksanakan bila terlalu banyak jenjang sehingga membuat organisasi itu menjadi lambat mengambil keputusan. Maka jenjang eselon V, IV, III, II dan I itu terlalu panjang. Untuk itu, perlu kita singkatkan saja. Atas dasar itulah semangat memfungsionalkan struktural itu akhirnya menjadi semangat untuk dilakukan hingga saat ini. Tujuannya agar masyarakat merasakan dampak dari pelayanan yang kita lakukan," imbuhnya.
Hal ini menjadi latarbelakang munculnya Permen PAN-RB No. 1 tahun 2023.
"Struktural bisa jadi fungsional dan fungsional bisa jadi struktural tanpa ada assessment. Maka pejabat struktural yang kurang berkompeten di daerahnya bisa difungsionalkan tanpa assessment, dan bisa digantikan dengan fungsional yang berkompeten," ungkapnya.
Oleh karena itu, sambung Fajar Lase, komponen pertama yang perlu dibenahi adalah peningkatan kualitas SDM (sumber daya manusia) berbasis kompetensi teknologi.
"Maka kita bersyukur ada satu proses rekrutmen SDM sekarang, kita bisa mendapatkan SDM unggul, melek pengetahuan dan teknologi cepat beradaptasi, karena SDM sekarang lahir di saat teknologi sudah berkembang," terang Fajar Lase.
Setelah pembenahan SDM, lanjutnya, Presiden Jokowi mengatakan kemajuan suatu bangsa itu tidak terlepas dari pembangunan infrastruktur.
"Maka infrastruktur yang dibangun pada periode pertama dilanjutkan. Pemerintah memastikan ada jalan penghubung dari satu tempat ke tempat lain. Jika sudah ada sarana untuk jalan tadi, maka di daerah yang terpencil tadi menjadi terbangun, terbangun tempat tinggal, RS, ada pertumbuhan ekonomi pasar dan sebagainya. Artinya ada geliat ekonomi di sana, maka infrastruktur adalah kunci," tutur Fajar Lase.
Ternyata tidak cukup sampai sana, maka dilakukan sapu jagat yang dikenal dengan pembentukan Omnibus Law atau UU Cipta Kerja, karena masih ada penghambat yang berkaitan dengan birokrasi yaitu regulasi yang tumpang tindih dan regulasi penghambat. Ini membuat investor tidak mau berinvestasi.
Dalam pembentukan UU Cipta Kerja ini, Kemenkumham sangat berperan luar biasa. Salah satunya adalah bagaimana menampung keluh kesah pelaku usaha terutama UMKM yang kesulitan membuat badan hukum perseroan terbatas, padahal dituntut badan hukum.
"Maka Omnibus Law salah satu terobosan yang sangat hebat dan itu dilakukan Kemenkumham adalah terbentuknya perseroan perorangan. Badan hukum perseroan perorangan bisa dilakukan tanpa melalui notaris, tanpa persekutuan modal, cukup satu orang, dia pendiri, dia direktur," imbuhnya.
Oleh karena itu, sambungnya, sebagai insan negara perlu memahami bagian penting dari UU Cipta Kerja. "Salah satu terobosan dari UU Cipta Kerja adalah pendirian Perseroan Perseorangan, ini tidak akan muncul jika tidak ada UU Cipta Kerja, tidak akan muncul investor jika masih ada regulasi penghambat," ungkapnya.
Dia juga meminta jajaran Kanwil Kemenkumham Sulsel mempertahankan praktik baik (best practice). "Komitmen ini ternyata direspons Kemenpan RB yang mendorong praktik baik yang ada di lingkungan kantor wilayah, Satker hingga pusat. Praktik baik itu sesungguhnya dihasilkan melalui perjuangan bersama, ada leadership yang kuat, ada tim yang menangkap dengan baik arahan dari pimpinan, memiliki militansi untuk mengerjakannya secara bersama-sama sehingga berdampak kepada masyarakat penerima manfaat dari kerja tersebut," bebernya.
Ditambahkannya, praktik baik sudah menjadi satu kesatuan yang dibangun bersama dalam Satker dan kantor wilayah.
"Berubah pun pimpinannya, best practice itu diharapkan tidak berubah, karena praktik baik itu sudah menjadi satu kesatuan yang dibangun bersama dalam Satker dan kantor wilayah," tutupnya.
Dalam berbagai kesempatan, hal yang sama sering disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan HAM Sulawesi Selatan, Liberti Sitinjak khususnya dalam membangun komitmen Jajaran Untuk terus melakukan Perbuatan - Perbuatan yang tidak melanggar aturan dalam Pelaksanaan tugas Dan fungsi serta terus memberikan yang Terbaik bagi organisasi dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat. (*)