SP Anging Mammiri Gelar Diskusi Multipihak, Bahas Ketimpangan Ekonomi dan Ketidakadilan Gender

  • Bagikan
Solidaritas Perempuan (SP) Anging Mammiri bersama AKSI! menggelar diskusi multi pihak yang membahas terkait ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan gender, Senin (11/12/2023) di Vasaka Hotel Makassar, Jalan AP Pettarani.

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Solidaritas Perempuan (SP) Anging Mammiri bersama AKSI! menggelar diskusi multi pihak yang membahas terkait ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan gender, Senin (11/12/2023) di Vasaka Hotel Makassar, Jalan AP Pettarani.

Dalam diskusi ini, terdiri dari dua sesi yang mengundang berbagai narasumber dari berbagai instansi pemerintah dan NGO. Adapun peserta yang tergabung yakni, Perempuan akar rumput yang terlibat pada kegiatan konsultasi wilayah, aktivis perempuan yang bekerja dalam konteks ketimpangan ekonomi dan gender, Perwakilan pemerintah eksekutif dan legislatif Sulawesi Selatan serta organisasi Masyarakat Sipil yang bekerja dalam konteks ketimpangan ekonomi dan hak ekonomi, sosial dan budaya.

Dialog Multi Pihak ini bertujuan untuk berbagi perspektif mengenai sebab-akibat situasi
ketimpangan gender dan ekonomi berdasarkan pengalaman perempuan akar rumput maupun
pandangan para pengambil keputusan di tingkat Daerah dan mendapatkan gagasan strategis yang bisa menjadi basis keputusan untuk menghadapi persoalan ketimpangan gender dan ekonomi.

Salah satu petani perempuan di Kabupaten Takalar, Daeng Ngenang memaparkan keluh kesahnya, menjadi bagian dari ketimpangan ekonomi. Hali itu sejak PTPN hadir "menggeser" mata pencahariannya.

"Para perempuan petani di Takalar, sejak hadirnya PTPN yang merampas lahan kami, kami kehilangan mata pencaharian. Akibatnya banyak yang suaminya jadi buruh bangunan. Bahkan kami para istri juga ikut jadi buruh," jelasnya.

Pihaknya beraharap, pemerintah dapat lebih peka terhadap keluh kesah rakyat dan memikirkan terkait dampak keputusan yang diambil terhadap petani perempuan di Sulsel khususnya. Ia juga berharap PTPN tidak memperpanjang HGU.

"Kami harap PTPN tidak memperpanjang HGU dan kembalikan tanah kami, kami ingin mengelolanya kembali," pinta Daeng Ngenang.

Senada, Ramlah yang merupakan perempuan pesisir Makassar juga mengungkapkan kerisauannya. Sebelum hadirnya proyek MNP (Makassar New Port) oleh PT Pelindo IV, pekerjaan suaminya sebagai nelayan terbilang lancar. Kebutuhannya dan keluarganya tercukupi.

"Namun setelah hadirnya MNP, mata pencaharian kami tergeser. Memang dulu pihak PT Pelindo IV sempat datang ke kami, namun kami rasa tidak ada solusi hingga sekarang. Awalnya di wilayah saya dijanjikan air bersih, ya memang pada akhirnya ada air bersih itu, tapi itupun bukan untuk nelayan," jelas Ramlah.

Ia berharap tidak ada lagi pembangunan maupun reklamasi lagi. "Kami ingin pemulihan hak. Kami tidak butuh program CSR," ujarnya.

Sementara, Ketua Badan eksekutif komunitas SP-Anging Mammiri, Suryani berharap, suara-suara yang disampaikan oleh perempuan pettani, nelayan serta buruh migran didengar oleh pengambil keputusan dalam hal ini pemerintah dan pihak swasta.

"Semoga permasalahan ini mendapat solusi sesuai kebutuhan perempuan khususnya masalah ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan gender," tutupnya. (*)

  • Bagikan