MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Dalam setiap pesta demokrasi, Aparatur Sipil Negara (ASN) masih sering ditemukan berpihak kepada salah satu pasangan calon kepala daerah, calon legislatif, bahkan hingga calon Presiden.
Pengamat Politik dari Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Andi Luhur Prianto, menyatakan bahwa secara historis, ASN di Indonesia awalnya diciptakan untuk menjadi pelayan bagi tuan kolonial.
Rekrutmen ASN pertama kali dilakukan dari kalangan priyayi lokal dengan tujuan untuk menekan dan membangun kepatuhan pada sesama pribumi.
Menurutnya, sejarah ASN tidak berkaitan dengan pelayanan masyarakat. Meskipun sudah memasuki era negara modern, kultur birokrasi sebagai organ ASN belum mengalami perubahan signifikan.
“Ketika pimpinan yang merupakan pejabat politik menjalankan kerja politiknya, maka ASN pun diharapkan ikut menyukseskan agenda politik tersebut. Totalitas dalam mendukung agenda politik dianggap sebagai bentuk loyalitas dan kinerja. Bagi ASN yang tidak terlibat dalam aktivitas politik, masa depan karier mereka bisa menjadi tidak pasti,” ujarnya.
Luhur menambahkan bahwa selama ini reformasi birokrasi dan perubahan regulasi ASN hanya terfokus pada restrukturisasi struktur organisasi, belum mencapai perubahan kultur ASN. Dia menyebutkan bahwa dalam era politik elektoral, sulit untuk menghindari politisasi ASN karena kurangnya sistem pendukung yang mampu menjamin netralitas.