MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Praktik money politic atau politik uang jelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 14 Februari 2024 mulai merajalela.
Politik uang dimaksudkan sebagai praktik pembelian suara pemilih oleh peserta pemilu, maupun oleh tim sukses, sebelum pemungutan suara dilakukan.
Praktik ini mulai terjadi disejumlah daerah di Sulawesi Selatan. Seperti di Kota Parepare. Dimana Ketua tim kampanye pasangan calon Prabowo-Gibran di Kota Parepare, Sulawesi Selatan, Surianto terekam membagi-bagikan uang, di Taman Mattirotasi, Minggu, 4 Februari 2024.
Dalam rekaman video yang beredar di media sosial, Surianto terlihat membagikan uang pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu ke peserta jalan sehat.
Ketua Bawaslu Parepare, Zainal Asnun mengatakan pihaknya tengah menelusuri dugaan pelanggaran politik uang tersebut.
"Panwascam melakukan penelusuran. Termasuk menemui warga yang menerima uang dan kami amankan uang tersebut (uang yang dibagikan saat kampanye)," katanya.
Zainal mengatakan, sejauh ini dari penelusuran yang telah dilakukan tim Bawaslu, bukti uang yang didapat yakni selembar uang pecahan Rp 100 ribu. Pihaknya memaparkan uang tersebut diamankan sebagai barang bukti.
Komisioner Bawaslu Sulsel, Abdul Malik melanjutkan jika Bawaslu Parepare baru melakukan kajian. “Teman-teman baru melakukan pengajian, tinggal dilihat bagaimana tahap selanjutnya,” katanya.
Untuk saksi, mantan ketua Bawaslu Wajo ini menunggu hasil kajian Bawaslu Parepare. “Nanti dilihat perkembangannya teman-teman (Bawaslu Parepare). Kami belum bisa sampaikan ini melanggar atau tidak, karena dibutuhkan analisis dan kajian mendalam oleh Bawaslu dan Gakkumdu,” ujarnya.
Potensi pidana kata Abdul Malik bisa saja, karena dalam undang-undang pemilu nomor 7 tahun 2017 Pasal 523 ayat 1 menyebutkan, "Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.
Dugaan politik uang juga terjadi di Kota Makassar. Calon Legislatif (Caleg) DPR RI Partai Demokrat, Syarifuddin Daeng Punna diduga melakukan politik uang dengan cara membagi-bagikan uang ke masyarakat yang ada di wilayah anjungan Pantai Losari Kota Makassar.
Dalam video yang viral, Syarifuddin memperlihatkan uang di dalam dua dus pecahan Rp50 ribu dan membagikan kepada warga yang ada di Anjungan Pantai Losari.
Sadap sapaan Syarifuddin Daeng Punna juga diketahui sebagai dewan pembina Gibran Center dan Ketua Relawan Laskar Prabowo 08.
Atas video yang sudah viral, Bawaslu Kota Makassar baru mendapatkan informasi jika ada Caleg partai berlambang mercy tersebut melakukan politik uang. “Kami akan pelajari video itu,” singkat Komisioner Bawaslu Kota Makassar, Rahmat Sukarno, Senin (5/2/2024).
Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Jeneponto. Dari keterangan sejumlah sumber, sebanyak lima daerah pemilihan atau Dapil, yakni Jeneponto 1 (Kecamatan Binamu-Turatea), Jeneponto 2 (Kecamatan Tamalatea- Bontoramba), Jeneponto 3 (Kecamatan Bangkala-Bangkala Barat), Jeneponto 4 (Kecamatan Kelara- Rumbia) dan Jeneponto 5 (Kecamatan Batang, Arungkeke dan Tarowang), tidak luput dari praktik politik uang yang diduga dilakukan oleh sejumlah oknum calon anggota legislatif (Caleg) bersama sejumlah tim suksesnya.
"Uangnya sudah dibagikan, ada yang diantarkan langsung oleh Calegnya, ada juga melalui orang lain, kalau yang disini rata- rata main Rp300 ribu, tapi ada juga yang Rp200 ribu," ujar salah satu warga Binamu kepada Harian Rakyat Sulsel.
Selain pemberian berupa uang, sejumlah cara lain juga dilakukan oleh oknum-oknum Caleg tertentu untuk mendapatkan suara, diantaranya juga diduga mengangkangi bantuan pemerintah seperti bantuan pupuk subsidi dan Kartu Indonesia Sehat (KIS), hingga pemasangan kilometer listrik, serta bantuan alat pertanian berupa pompa semprot cas.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jeneponto, Bustanil Nassa mengungkapkan bahwa Bawaslu Jeneponto sampai saat ini belum menerima adanya laporan terkait pratik politik uang, serta belum bisa memberikan tanggapan terkait dugaan praktik politik uang.
"Belum ada, kami belum menerima laporan dan belum ada temuan yang disampaikan oleh Pengawas Pemilu di lapangan, sehingga kami belum ada tanggapan," ujar Bustanil Nassa.
Namun selain itu, Bustanil Nassa menjelaskan bahwa sanksi bagi pelaku politik uang adalah tindak pidana Pemilu dengan sanksi penjara minimal 2 tahun, serta denda uang mininal Rp24 juta.
"Pelaku politik uang akan dijerat dengan tindak pidana Pemilu dengan sanksi penjara minimal 2 tahun dan denda minimal dua puluh empat juta rupiah," tutup Bustanil Nassa. (Fahrullah-Zadly/B)