JENEPONTO, RAKYATSULSEL - Maraknya dugaan praktik money politic atau politik uang menjelang pelaksanaan Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jeneponto pada 14 Februari 2024, membuat kinerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jeneponto semakin dipertanyakan.
Meskipun dugaan praktik politik uang semakin santer terdengar di semua daerah pemilihan atau Dapil di Jeneponto hingga hari ke-8 jelang pencoblosan, pihak Bawaslu Jeneponto ternyata belum memproses satu pun pelanggaran terkait dengan dugaan praktik kotor tersebut.
"Belum ada, kami belum menerima laporan dan belum ada temuan yang disampaikan oleh Pengawas Pemilu di lapangan, sehingga kami belum bisa memberikan tanggapan," ujar Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jeneponto, Bustanil Nassa kepada Rakyat Sulsel, Senin (5/2/2024).
Jika dibandingkan dengan kinerja komisioner Bawaslu Jeneponto pada Pileg 2019, pihak Bawaslu terlihat lebih aktif. Pada Pileg 2019, sejumlah pelanggaran pemilu, termasuk dugaan praktik politik uang, berhasil diproses hingga tahap penyelidikan, seperti kasus terlapor berinisial RL, HL, dan SS, serta oknum Caleg IM di Dapil 3 (Bangkala-Bangkala Barat) pada saat itu.
Sementara itu, menjelang pemilihan Caleg 2024 di Kabupaten Jeneponto, Rakyat Sulsel telah menemukan sejumlah indikasi pelanggaran pemilu, termasuk dugaan praktik politik uang, di mana peserta pemilu diduga menerima pembayaran sebesar Rp200 ribu - Rp300 ribu per kepala atau per orang.
"Uangnya sudah dibagikan, ada yang dibawa langsung oleh Calegnya, ada juga melalui orang lain. Di sini rata-rata main tiga ratus ribu, tapi ada juga yang dua ratus. Kalau di sini sudah lumayan," ujar salah satu warga Binamu. (Zadly)