MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Adanya isu mematikan demokrasi dengan koalisi gemuk yang mengusung calon tunggal di Pilgub Sulsel 2024 terus menuai kontroversi.
Anggota DPD RI, Ajiep Padindang, kini menanggapi wacana kolom kosong atau lebih dikenal kotak kosong di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Selatan. Menurut Ajiep, kolom kosong merupakan bencana politik jika terjadi di Pilgub Sulsel 2024, terutama jika diciptakan demi kepentingan klan tertentu.
"Kalau kolom kosong diciptakan karena kepentingan kelompok keluarga, itu tidak demokratis. Saya menyebut kalau ini terjadi di Pilgub Sulsel 2024, maka ini bencana politik," kata Ajiep dalam diskusi bertajuk "Ngobrol Politik Untuk PILKADA 2024" di Cafe Kanrejawa Makassar, Jl. Aroepala Hertasning, Kamis (1/8/2024).
Sebagai senior dan politisi di Partai Golkar, Ajiep juga menyesalkan partainya yang mengabaikan kader internal untuk diusung di Pilgub 2024. Menurutnya, ada sejumlah kader Golkar potensial yang selama ini sudah mensosialisasikan diri untuk maju di Pilgub 27 November mendatang.
"Pimpinan partai politik DPD kenapa tidak ajukan calon? Padahal ada kader potensial. Celaka Golkar katanya usung figur lain. Kan ada 14 kursi, jika dorong kader maka bisa usung karena butuh 3 kursi lagi," jelas Ajiep.
"Saya ingat Pilgub tahun sebelumnya, selama tiga periode pilkada saya masuk jadi tim Golkar. Itu tradisi turun temurun bahwa Golkar selalu prioritaskan kader maju di Pilgub," tambah mantan anggota DPRD Sulsel fraksi Golkar itu.
Di zaman Orde Baru, kata dia, tidak ada namanya calon tunggal. Apalagi saat ini setelah reformasi. Bahkan dia menyentil parpol yang mengorbankan kadernya untuk tidak maju.
"Memang politik itu rekayasa. Kok bisa-bisanya sekarang parpol tidak mengajukan calon untuk bertarung. Contoh partai saya, ada beberapa yang sosialisasi, ada yang sosialisasi tiga tahun, tapi ya kita lihat sekarang bagaimana," tutur politisi senior Golkar ini.
Dia menyebut demokrasi saat ini adalah liberal, meskipun secara yuridis Indonesia menganut demokrasi Pancasila. Namun, dalam praktiknya, yang muncul adalah demokrasi liberal.
"Pada praktiknya muncul praktik transaksional. Sekarang yang muncul adalah klan politik, karena punya uang maka menumbuhkembangkan keluarganya untuk mendapatkan jabatan politik," tandas mantan caleg DPR RI dari Golkar di Pileg 2024 ini.
"Kami akan deklarasi tanggal 2-3 Agustus di Malino, meminta partai menciptakan demokrasi sehat dan mendorong kader maju pilkada, baik Pilgub maupun Pilbup," lanjutnya.
Diketahui, skenario kotak kosong akan sangat merugikan jika terjadi, apalagi jika kemenangan kotak kosong hanya akan membuang banyak anggaran. Syarat pencalonan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur adalah sebesar 20 persen atau minimal 17 kursi dari 85 kursi di DPRD Sulsel.
Partai NasDem adalah satu-satunya partai yang bisa mengusung pasangan calon tanpa koalisi. Sejauh ini, pasangan Andi Sudirman Sulaiman dan Fatmawati Rusdi telah disepakati oleh DPW Nasdem Sulsel untuk maju sebagai bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur.
Partai Demokrat dengan jumlah 7 kursi secara resmi telah memberikan rekomendasi kepada pasangan ASS-Fatma. PSI juga telah memberikan dukungan resminya.
Saat ini tinggal menunggu langkah politik resmi dari PAN, Gerindra, Golkar, dan PKS. Baru-baru ini, Gerindra dikabarkan bakal mengusung ASS-Fatma. Bahkan Koalisi Indonesia Maju (KIM) disebut-sebut hampir pasti mengusung ASS-Fatma.
Sedangkan PPP, PDIP, dan PKB telah memberikan rekomendasi kepada bakal calon Gubernur Sulsel, Danny Pomanto. Ketiga partai ini telah memberikan dukungan yang cukup untuk 22 kursi, melebihi syarat dukungan di atas 20 persen.
Belakangan juga muncul wacana duet Danny dengan Ketua PKB Sulsel di Pilgub. Jika ini terjadi, maka Danny telah memenuhi syarat minimal kursi parlemen. (Yadi/B)