MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kota Makassar menilai 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo layak mendapat rapor merah menjelang akhir masa jabatannya pada 20 Oktober 2024. Ketua Cabang PMII Kota Makassar, Ma'ruf Pangewa, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kepemimpinan Jokowi, yang awalnya dikenal sebagai pemimpin merakyat dengan gaya sederhana namun dianggap gagal memenuhi harapan rakyat.
Jokowi Dinilai Gagal di Berbagai Aspek
Menurut Ma'ruf, rakyat Indonesia yang telah menaruh harapan besar pada Jokowi untuk memperjuangkan hak rakyat kini merasa kecewa. "Kepemimpinan Jokowi telah gagal di beberapa hal, sehingga wajar jika mendapatkan rapor merah selama 10 tahun ini," tegas Ma'ruf.
Meski Jokowi berhasil membangun infrastruktur, seperti pembangunan jalan tol sepanjang 1.713,83 km sejak 2014 hingga 2023, Ma'ruf menilai infrastruktur bukanlah satu-satunya tolok ukur keberhasilan pemerintahan. Jokowi dianggap gagal dalam melahirkan kebijakan yang berdampak luas pada berbagai sektor kehidupan rakyat.
Nawacita Hanya Jadi Utopia
Ma'ruf juga mengkritik Nawacita, sembilan janji yang digagas oleh Jokowi, yang menurutnya hanya menjadi utopia selama dua periode kepemimpinannya. Berbagai lembaga dan media nasional terpercaya telah mempublikasikan data yang menunjukkan kegagalan pemerintahan Jokowi dalam memenuhi targetnya.
Salah satu isu yang disoroti adalah angka kemiskinan. "Menyelesaikan persoalan angka kemiskinan seharusnya menjadi fokus utama pemerintah Jokowi. Namun, sesuai data dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi penurunan angka kemiskinan tidak pernah mencapai target," jelas Ma'ruf. Hal ini diperkuat oleh pernyataan ekonom dari Bright Institute, Awali Rizky, yang menyatakan bahwa Jokowi gagal menurunkan tingkat kemiskinan sesuai target RPJMN.
Demokrasi Mengalami Kemunduran
Ma'ruf juga menyoroti penurunan kualitas demokrasi di Indonesia. Pemerintah dianggap tidak peka terhadap tuntutan dan keresahan masyarakat. "Indonesia Emas yang selama ini digaungkan justru menimbulkan kecemasan," ujarnya. Berdasarkan laporan terbaru Economist Intelligence Unit (EIU), indeks demokrasi Indonesia pada tahun 2023 menurun dengan peringkat 56 dari 167 negara, skor 6,53, turun dari 6,71 pada tahun sebelumnya. EIU masih mengelompokkan Indonesia sebagai negara "Flawed Democracy" atau demokrasi cacat. Selain itu, Freedom House mencatat indeks demokrasi Indonesia turun dari 62 poin ke 53 poin pada periode 2019-2023.
"Persekusi, kriminalisasi, dan tindakan represif aparat adalah bukti kemunduran demokrasi di Indonesia. Represi publik melalui berbagai undang-undang, seperti UU Cipta Kerja dan KUHP, serta pelemahan kredibilitas penegak hukum adalah dosa Jokowi," tambah Ma'ruf. Ia juga mengungkapkan bahwa tindakan represif terhadap aksi-aksi protes sering dialami di Kota Makassar dan beberapa wilayah lainnya.
Catatan Kegagalan Jokowi
Ma'ruf menegaskan bahwa catatan kegagalan Jokowi dalam memimpin Indonesia, termasuk terkait agraria, politik dinasti, reformasi hukum, pemberantasan korupsi, perlindungan data pribadi, serta pendidikan, akan segera dirampungkan. "Kegagalan Jokowi, yang kami sebut sebagai Nawa Dosa Jokowi, menjadi catatan kelam atas kepemimpinannya selama 10 tahun dan tak akan terlupakan," ujarnya.
Catatan tersebut, lanjut Ma'ruf, akan segera dirilis dan disuarakan agar dipertanggungjawabkan oleh Presiden Jokowi serta menjadi perhatian bagi Presiden terpilih, Prabowo Subianto. "Kami berharap Presiden selanjutnya dapat belajar dari kegagalan ini dan memimpin dengan lebih baik demi kesejahteraan rakyat Indonesia."