VOX POPULI: Ghibah Medsos

  • Bagikan

MEDIA SOSIAL bukan lagi menjadi milik komunitas tertentu, siapa saja dan dari kalangan mana pun dia berasal mulai dari mereka yang super sibuk hingga mereka yang masih menganggur semuanya dapat menggunakan dan memanfaatkan media sosial.

Bahkan ketika keluar dari rumah, yang lain boleh terlupa misalnya dompet, kartu dan selainnya, tapi tidak ada yang lebih meresahkan kecuali lupa membawa serta alat komunikasi (HP).

Media sosial terbukti telah banyak membantu orang meraih kesuksesan, melalui media sosial juga menjadi sumber ilmu pengetahuan dan sarana untuk mengetahui peristiwa yang terjadi di seluruh dunia hanya dalam hitungan detik. Itulah di antara keuntungan dan nilai positif yang dapat diperoleh melalui media sosial.

Demikian penting keberadaan media sosial itu sehingga membutuhkan aturan dan kebijakan agar dapat menimimalisir dampak negatif yang dapat ditimbulkan.

Selain aturan yang mengatur para pengguna media sosial, juga dibutuhkan sikap bijak dari para penggunanya. Selain undang-undang negara, kesadaran moral juga sangat menentukan.

Misalnya melalui ajaran agama yang menuntun setiap penganutnya untuk tidak menggunakan media sosial menjadi sumber pertikaian yang dapat mengarah para runtuhnya nilai-nilai persaudaraan, persatuan dan ketertiban.

Satu di antara sekian pedoman moral dalam ber-media sosial adalah larangan melakukan ghibah yakni menceritakan keburukan seseorang dibelakangnya. Jika keburukan yang diceritakan itu memang benar ada pada dirinya, itulah yang dimaksud ghibah.

Namun jika keburukan itu tidak ada pada diri orang tersebut itu dinamakan fitnah. Ghibah dapat saja berupa perkataan (ucapan), berupa tulisan, dan tindakan (perbuatan). Misalnya meniru gerak-gerik seseorang dengan maksud mengejeknya itu juga termasuk ghibah.

Akhir-akhir ini hampir setiap sudut kehidupan diwarnai ancaman ghibah, batas antara informasi yang benar dan salah pun sudah berbaur sehingga membutuhkan kearifan untuk menilai dan menyikapinya. Dunia informasi mengenal ungkapan

“Semakin digosok, semakin siip”. Patut dibarengi dengan ungkapan “Mulut dan jemari-mu, adalah harimau-mu”. Ketika seseorang menggunakan secara serampangan akan berakibat pidana dan konsekuensi akhirat.

Konsekuensi dari perbuatan ghibah yang dilakukan seseorang akan sangat merugikan pelakunya. Disebutkan bahwa pelaku ghibah tidak akan diterima Allah salat dan puasanya selama empat puluh hari empat puluh malam.

Penyebutan salat dan puasa hanya untuk mewakili, karena semua kebajikan yang telah dikerjakan terhapus karena perbuatan ghibah yang dilakukan.

Padahal tidak ada kebaikan yang sia-sia, tidak ada kebaikan yang merugikan pelakunya, tidak ada kebaikan yang mengecewakan pelakunya. Hanya saja, semua kebaikan yang pernah dilakukan dipindahkan oleh Allah kepada orang yang dipergunjingkan.

Imam Ali Zainal Abidin AS. menguraikan tentang hak dalam kitabul Huquq bahwa: orang tua memiliki hak terhadap anaknya, hak istri terhadap suaminya, dan setiap orang kepada lainnya. Selain itu setiap anggota tubuh memiliki hak. Hak telinga adalah dibersihkan untuk tidak mendengar ghibah.

Di akhirat nanti telinga akan menuntut haknya untuk tidak mendengarkan ghibah dan hal-hal yang tidak halal didengar. Lidah juga berhak untuk tidak mengucapkan ghibah dan hal-hal yang tidak halal diucapkan.

Jika pelaku ghibah bertobat, Allah tidak akan menerima tobatnya sebelum orang yang dipergunjingkan memaafkan. Bagaimana jika orang yang pernah dipergunjingkan termasuk dalam bermedia-sosial telah meninggal dunia.

Kifarat (dendanya) hendaknya orang yang berghibah mendoakan orang yang telah dipergunjingkan sembari mengucapkan istighfar, sembari bertobat untuk tidak melakukan hal yang sama di waktu selanjutnya.

Berusahalah untuk menghentikan ghibah (pergunjingan) agar kebaikan kita yang sedikit tidak hilang di akhirat nanti. (**)

Penulis : Darussalam Syamsuddin

  • Bagikan