MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Dewan Pers melakukan bersih-bersih media 'abal-abal' jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Hal tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut dari ratusan laporan masyarakat terkait pemberitaan hoax alias berita bohong yang diduga melanggar kode etik pemberitaan.
Hal tersebut disampaikan Staf Ahli Hukum dan Perundang-undang Dewan Pers, Hendrayana saat ditemui di sekretariat AJI Makassar. Dia mengungkapkan, aduan yang diterima di Komisi Pengaduan Dewan Pers selain berita atau konten hoax, juga soal pemberitaan tidak terverifikasi.
"Data yang tadi disampaikan komisi aduan kami itu ada sekitar 650-an ya, banyak itu. Rata-rata itu, media yang tidak taat di kode etik. Termasuk juga, mohon maaf ya soal ada media yang tidak profesional yang jelas-jelas sudah melanggar kode etik dan dia minta perlindungan di Dewan Pers, karena diadukan oleh masyarakat," kata Hendrayana.
Hendrayana menyebut, ada banyak perusahaan media namun tidak melaksanakan kerja-kerja jurnalistik. Untuk itu dia mengingatkan kepada media bahwa syarat utama pendirian perusahaan media adalah berbadan hukum Indonesia sebagai syarat administrasi.
Selain itu tim Dewan Pers juga akan mengkaji konten dari media yang mengajukan verifikasi.
"Selain berbadan hukum tadi, itu kita akan kaji konten beritanya apa-apa saja, karena ada juga perusahaan berbadan hukum pakai undang-undang pers tapi kerjanya diluar jurnalisme," sebut Hendrayana.
Meskipun Dewan Pers memproses ratusan aduan masyarakat itu, namun kata Hendrayana, pihaknya tidak bisa melakukan pemblokiran terhadap media abal-abal tersebut.
"Jadi itu bukan kewenangan dewan pers untuk memblokir situs-situs itu, kita ini kan dalam penegakan kode etik wartawan dan kita selalu ingatkan kepada newsroom ya. Jadi kalau mau dibilang dewan pers harus rekomendasi ke Kominfo untuk memblokir situs media itu tidak bisa," terangnya.
Lebih jauh disampaikan, Dewan Pers dalam masalah ini hanya bisa memediasi hak jawab. Sebab wacana pemblokiran situs media terhadap media yang langgar kode etik bukan menjadi tanggung jawab Dewan Pers.
Tapi menurut Hendrayana, yang bisa dilakukan Dewan Pers hanya merekomendasi untuk sebuah hak jawab dan permintaan maaf.
"Soal pemblokiran atau pencabutan bukan kerja dewan pers, tapi kalau memang ada pengaduan masyarakat yang masuk maka dari komisi pengaduan dengan hak jawab dan permintaan maaf yang selama ini oleh dewan pers," pungkasnya. (Isak/B)