MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa diizinkannya seorang presiden dan wakil presiden untuk berkampanye dalam pemilihan umum (pemilu) telah sesuai dengan ketentuan Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Jokowi menekankan bahwa pernyataannya pada Rabu (24/1/2024) mengenai presiden yang dapat mendukung calon tertentu dan berkampanye sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Dia menyatakan bahwa seorang presiden boleh berpihak dan berkampanye dalam kontestasi pemilu 2024, asalkan tidak menggunakan fasilitas negara. Pernyataan ini kemudian menimbulkan pro kontra dari berbagai pihak.
Pernyataan sikap PP Muhammadiyah bidang Hukum dan Ham, yang disetujui oleh Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Muhammadiyah Sulsel, menanggapi beberapa poin tertulis tersebut.
"Iya, pernyataan sikap PP Muhammadiyah bidang Hukum dan HAM benar," kata Ketua Majelis Pustaka dan Informasi/Biro Kehumasan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel, Hadisaputra, saat dikonfirmasi pada Minggu (28/1/2024).
Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah merasa perlu untuk mengambil sikap terkait pernyataan Presiden Joko Widodo yang telah menimbulkan polemik ini.
Trisno Raharjo, Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencabut semua pernyataannya yang dapat diartikan sebagai tindakan yang tidak netral terhadap institusi kepresidenan.
"Kami meminta agar Presiden tetap netral, terutama terkait pernyataan bahwa Presiden dapat berkampanye dan berpihak," kata Trisno Raharjo dalam keterangan yang diterima oleh awak media.
Sikap ini dianggap penting karena Muhammadiyah memiliki peran dan tanggung jawab keummatan dan kebangsaan untuk menjaga nalar demokrasi yang telah diperjuangkan oleh seluruh komponen bangsa Indonesia. Tujuannya adalah agar demokrasi tidak diseret oleh elit politik sesuai keinginan dan kepentingan mereka.