Sedangkan, Pengamat Politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Sukri Tamma menilai memang Danny Pomanto selama ini berada di situasi politik yang lebih dinamis. Dengan dinamika politik yang dialami oleh orang nomor 1 di Makassar itu.
"Kemampuan kepemimpinan seorang Danny lebih teruji. Sehingga, kata dia, Adnan diasumsikan masih belum begitu tertantang semasa menjalani karir politiknya," ujarnya.
Dengan dinamika yang terjadi, Danny bisa survive. Sedangkan Adnan, sebenarnya Gowa dan Makassar adalah dua daerah yang mirip tapi punya karakteristik yang berbeda.
"Karena di Gowa aspek politik identitas sosiologis dalam konteks kebangsawanan, atau kekeluargaan masih kuat, Pak Adnan cukup tertolong dengan itu," ungkapnya.
Namun, terlepas dari konteks tersebut, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas itu mengatakan bahwa kedua figur tersebut punya kekurangan dan kelebihan tersendiri.
Di mana dia menyebutkan bahwa salah satu kekuatan Adnan yang belum dimiliki Danny adalah jaringan ke seluruh Sulawesi Selatan.
"Suka atau tidak, Pak Adnan punya kaitan dengan klan Yasin Limpo yang selama ini sudah terkenal sampai ke seluruh Sulawesi Selatan. Sehingga itu bisa menjadi modal untuk mengakses lebih jauh," sebutnya.
Lebih jauh, Sukri melihat bahwa antara Danny Pomanto dan Adnan merupakan dua figur politisi dari dua generasi yang berbeda.