Untuk mewujudkan hal tersebut, Kiran melakukan segalanya tanpa melihat batasan halal maupun haram dari suatu hal. Baginya, balas dendam adalah hal terpenting untuk dilakukannya saat itu.
Sikap Kiran terhadap kemunafikan manusia adalah hal yang perlu divalidasi. Meskipun penonton mungkin tidak akan mengamini setiap tindakannya, tetapi pemberontakan yang dilakukan Kiran sedikit banyak mencerminkan bagaimana kehidupan sosial di negara ini memandang perempuan (tidak semua, hanya sebagian saja).
Perempuan yang dianggap sebagai makhluk lemah dan objek semata ingin ditepis oleh Kiran. Dia ingin mematahkan ego para lelaki dan membalas tindakan dari orang-orang yang menurutnya munafik.
Film “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa” sarat akan makna kehidupan yang dalam. Penonton berusia 17 tahun ke atas sudah boleh untuk menonton film ini.
Namun, penonton dengan riwayat penyakit jantung, trauma, dan gangguan kesehatan yang dapat “ter-trigger” adegan mengagetkan atau sadis, disarankan untuk tidak menonton film ini. Ada beberapa adegan dalam film yang mungkin dapat membuat penonton tidak nyaman, oleh karena itu tetap bijaklah untuk menontonnya.
Hidup sesuai koridor agama
Selain membahas tentang perjalanan spiritual Kiran, “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa” juga menyajikan aturan-aturan dari agama Islam yang bisa dijadikan pengetahuan baru bagi penonton.
Namun, perlu diingat bahwa hal yang disajikan dalam film ini adalah fiksi, sehingga penonton diharap dapat menyaksikan “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa” dengan bijak.
Kiran merupakan muslimah taat yang sebenarnya dapat dijadikan contoh baik untuk ditiru penonton, sebelum dia berubah menjadi Kiran yang pembenci dan pemarah. Kiran yang tegas, pemberani, tetapi tetap berpedoman dengan agama Islam membuat karakter ini semakin menarik.
Baik penulis maupun sutradara ingin menyampaikan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah orang yang berpedoman agama, tetapi tidak merasa tinggi hati jika memiliki ilmu yang cukup.