MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Puluhan warga dari Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar, memblokade pintu masuk Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Makassar milik PT Pertamina (Persero) yang terletak di Jalan Mohammad Hatta. Mereka menolak rencana penggusuran rumah mereka yang diklaim berdiri di atas tanah adat.
Rencana penggusuran disampaikan PT Pertamina (Persero) melalui pemerintah setempat. Koordinator Aliansi Masyarakat Adat Ujung Tanah Bersatu, Lukman Nulhakim mengatakan rencana penggusuran itu membuat warga dilanda kerisauan.
"Ada (surat) pemberitahuan berupa teguran untuk segera mengosongkan rumah di atas lahan yang kami tempati," ujar Lukman, Senin (3/6/2024).
Menurut Lukman, protes yang dilayangkan warga dikarenakan pemberitahuan tersebut akan berdampak pada hilangnya tempat tinggal dan mata pencahariannya.
Menurut dia, dampak lain dari rencana penggusuran ini yakni zona aman yang seharusnya ditempati oleh warga menjadi berkurang.
Terlebih setelah tembok Pertamina direncanakan akan maju 20 meter dari titik zona aman sebelumnya.
"Ini berdampak sekali karena tanah yang diklaim pihak Pertamina yang ditempati masyarakat sebagai fasilitas khusus (fasus) dan fasilitas umum (fasum), itu ternyata tidak benar. (Hak) kami ini perlahan diambil alih sedikit demi sedikit. Lucunya, harusnya tembok pembatas pertamina itu membangun drainase di dalamnya, bukan di luar (pemukiman warga)," kata Lukman.
"Padahal mereka harusnya bangun di tanah sendiri, jangan bangun di tanahnya orang. Dari masalah ini, mereka mencoba masyarakat mundur lagi 20 meter untuk memenuhi zona aman itu. Kalau mundur lagi 20 meter, maka kampung kami yang hilang," kata dia.
Kehadiran PT Pertamina (Persero) di wilayah Kecamatan Ujung Tanah juga diklaim turut memberikan ancaman baru bagi warga sekitar. Mulai dari ancaman polusi, hingga mobil-mobil Pertamina yang berkapasitas besar telah banyak memakan korban jiwa.
"Termasuk ledakan yang pernah terjadi, kebakaran, dan segala macam. Mereka yang mengancam kami. Alasan memperjuangkan tanah ini, ini masih tanah adat, kami datang sebelum Pertamina datang," beber Lukman.
Selain itu, Lukman juga menegaskan bila tanah yang menjadi sengketa antara warga dan PT Pertamina (Persero) ini belum berkekuatan hukum tetap mengingat belum adanya putusan pengadilan.
Jumlah bangunan yang terancam digusur sebanyak 40 lebih dengan jumlah kepala keluarga (KK) mencapai ratusan.
"Tidak ada satupun orang yang berhak mengklaim karena belum pernah ada putusan pengadilan dan belum pernah berperkara," ujar Lukman.
Sementara itu, Area Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi, Fahrougi Andriani Sumampouw dalam keterangan tertulisnya menyatakan lahan yang diminta untuk dikosongkan itu merupakan aset pemerintah Kota Makassar yang ditempati secara ilegal oleh masyarakat selama lebih 14 tahun.
Menurut dia, hal tersebut disampaikan Pemkot Makassar dalam rapat yang digelar di Balai Kota Makassar pada 29 Mei 2024.
"Saat ini arahan dari pemerintah Kota makassar agar area tersebut ditertibkan untuk mengamankan masyarakat yang berada di area buffer zone Integrated Terminal Makassar. Adanya buffer zone ini bertujuan untuk membuat area depo BBM tidak berdekatan langsung dengan pemukiman warga. Sehingga ada area kosong dengan radius tertentu yang memberi jarak atau memisahkan antara depo BBM dengan permukiman sehingga ketika terjadi kebakaran api tidak akan merambat ke rumah-rumah warga," ujar Fahrougi.
Menurut dia, pengosongan itu telah disepakati oleh sejumlah pihak terkait baik dari pemerintah, masyarakat, maupun perusahaan yang berada di sekitar area tersebut.
Fahrougi mengatakan, adapun pelaksanaannya tidak secara tiba-tiba namun sudah didiskusikan oleh seluruh pihak seperti Pemkot Makassar, Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Wajo, Kejaksaan Negeri Makassar, TNI, Polri, Integrated Terminal Makassar, PT Pelabuhan Indonesia, dan PT EPFM (Pabrik Terigu) hingga mencapai kesepakatan yang telah dirapatkan secara bertahap.
"Output lain yang pemerintah harapkan setelah penertiban PTH (Penghuni Tanpa Hak) di area/lahan tersebut adalah untuk mengembalikan fungsi lahan sebelumnya yakni menjadi fasilitas umum yang bisa dimanfaatkan untuk masyarakat sekitar," jelas Fahrougi.
Adapun, Camat Ujung Tanah Camat Ujung Tanah Amanda Syahwaldi menyampaikan, pihaknya telah melakukan sosialisasi penertiban ke penghuni bangunan samping Pertamina.
Berdasarkan data, ada sekitar 40-an bangunan berdiri tepat di tembok Depo Pertamina. Selain itu, ada sekira 20-an bangunan di Jalan Kalimantan.
"Bangunan di sana itu liar. Mereka yang tinggal di sana sudah punya rumah. Kemudian, bangunan di Jalan Kalimantan dan Jalan Sabutung yang mau ditertibkan berdiri di atas drainase dan jalan masuk ke kawasan Pertamina," ujar Amanda.
Amanda mengatakan, kondisi Depo Pertamina di Jalan Sabutung sama dengan yang ada di Plumpang, Jakarta Utara. Depo Pertamina tersebut pernah meledak dengan mengakibatkan banyak warga meninggal dunia.
"Ini yang kami tidak mau adanya kejadian serupa. Mendingan ditertibkan sekarang daripada nanti ada kejadian. Kami tidak minta-minta, sehingga lebih baik mencegah dari sekarang," ujar Amanda.
Menurut dia, pihaknya sudah lama menyampaikan bahwa kawasan tersebut masuk zona berbahaya.
Bahkan, lanjut Amanda, surat teguran telah dilayangkan kepada warga yang bermukim di lokasi itu.
Dia mengatakan, tak ada relokasi usai penertiban bangunan.
Sebab, kawasan itu merupakan drainase dan jalan. Menurut dia, mereka yang tinggal di tempat itu akan menambah kesan kumuh.
"Kami hanya ingin mengembalikan fungsi drainase dan Jalan. Mereka tinggal di atas drainase, kemungkinan BAB-nya di situ, nanti tambah kumuh. Kami tidak mau Kecamatan Ujung Tanah semakin kumuh," ujar dia. (isak pasa'buan/C