Oleh: Ema Husain Sofyan
MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Kegiatan berupa sosialisasi yang dilaksanakan bakal calon kepala daerah untuk meningkatkan popularitas marak dilakukan saat ini. Sebab waktu pendaftaran pasangan calon menyisakan waktu kurang lebih sebulan. Sosialisasi berupa pemasangan baliho sudah marak dan umum dilakukan oleh hampir semua kandidat.
Tentu perlu strategi lain untuk dapat meningkatkan popularitas. Sebab dengan popularitas saja, tidak menjamin akan diikuti oleh kenaikan elektabilitas. Melihat balon yang saat ini akan bertarung di pilkada Makassar semuanya adalah tokoh publik yang selama ini sudah dikenal masyarakat Makassar.
Artinya mereka dituntut untuk dapat mengoptimalkan kapasitas personal dalam rangka meyakinkan pada khayalak jika mereka akan mampu dan sanggup untuk berbuat kebaikan untuk kemajuan bersama.
Faktor lain yang tidak mudah diabaikan adalah kuasa kapital yang terwujud dalam bentuk politik uang dan bagi-bagi sembako. Yang nyaris mengikis pilihan karena ideologi. Pragmatisme yang dikedepankan dalam menentukan pilihan. Maka perbanyaklah kegiatan berupa event olahraga dan seni dalam rangka membuat citra diri yang positif. Dan barometer massa adalah salah satu wujud kesukaan masyarakat pada kandidat tertentu.
Tentu saja banyak faktor yang menentukan sebuah event politik yang dibingkai dengan kegiatan olahraga atau pertunjukan seni dengan peserta yang membludak. Ada beberapa kategori yang menyebabkan manusia tumpah ruah, pertama, pemilih fanatik yang memang datang sebab ngefans atau suka sama tokoh idola (baca: bacaleg kepala daerah), kedua orang yang datang sebab memang senang berkumpul apalagi jika event tersebut ada hadiah atau door prize yang disediakan panitia penyelenggara atau tim sukses ditambah ada makanan atau nasi bungkus yang disediakan bagi peserta.
Ketiga, ada panitia khusus atau EO yang memang ditugasi memobilisasi massa untuk datang dalam event tersebut. Dan biasanya ormas atau kelompok simpul massa tertentu banyak yang menginstruksikan anggotanya untuk hadir dan ada kompensasi minimal biaya transport dan biaya konsumsi.
Tidak mengherankan kemudian jika jasa pengerahan massa bermunculan pada saat menjelang pesta demokrasi semisal pilkada. Terkadang orang yang sama atau kelompok tertentu adalah massa yang juga mendatangi beberapa kegiatan balon kepala daerah yang menyelenggarakan kegiatan di wilayah yang sama. Demikian pula pada masa kampanye, hanya dengan berganti kostum dan atribut seseorang bisa meraup uang transportasi dari beberapa Pasang calon kepala daerah yang berkampanye.
Barometer lain untuk menentukan keterpilihan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah hasil rilis dari lembaga survei. Namun, elektabilitas dari lembaga survei hanya gambaran atau trend elektoral dari pasangan Calon, namun bukan penentu atau jaminan seorang yang memiliki elektabilitas tertinggi otomatis akan jadi kepala daerah terpilih.
Namun hasil survei dari lembaga yang kredibel tentu saja merupakan salah satu barometer untuk melihat proyeksi kepala daerah terpilih 2024 mendatang. Dalam hal ini pertaruhan lembaga survei dibuktikan. Sebab ada dua barometer untuk menentukan gagal atau tepatnya sebuah lembaga survei dalam memprediksi pemenang, dalam hal ini soal akurasi dan presisi dari hasil survei yang telah dipublish. Sebab masyarakat akan mudah untuk melihat keakuratan sebuah survei, yang pada akhirnya akan menentukan hidup matinya sebuah lembaga survei.
Demikian pula dalam tahapan kampanye, ada sesi debat antarpasangan calon. Entah sejauh mana pengaruh keterpilihan pasangan kepala daerah setelah acara debat dilaksanakan. Tentu saja banyak variabel sebagaimana yang telah diuraikan dalam hal keterpilihan seorang calon kepala daerah dan Wakil kepala daerah.
Pengalaman selama ini baik dalam pilpres dan pilkada, ada kandidat yang dalam debat biasa saja, namun hasil hitungan oleh KPU justru yang bersangkutan dinyatakan sebagai pemenang. (*)