MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Ambisi kubu Andi Sudirman Sulaiman merebut kembali kursi gubernur Sulawesi Selatan, bak melintas di jalan tol. Partai dan calon partai pengusung dikondisikan dengan super cepat.
Rekomendasi Partai Demokrat, sebagai contohnya. Pun, dengan Partai Keadilan Sejahtera, meski berkas pendaftaran tidak lengkap, Sudirman tetap diberi kans untuk dijaring.
Jalan adik Menteri Pertanian Amran Sulaiman itu kian lempang menuju Pilgub Sulsel meski dikebut dengan serba instan.
Sudirman tidak butuh waktu lama untuk mengantongi rekomendasi dari Partai Demokrat maju sebagai kontestan pemilihan gubernur Sulawesi Selatan. Hanya selang tiga hari setelah mengembalikan formulir pendaftaran, bekas gubernur Sulsel itu langsung mendapatkan golden tiket dari Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono.
Bakal mulusnya Sudirman untuk mendapatkan rekomendasi dari Partai Keadilan Sejahtera juga sudah memunculkan tanda-tanda. Partai ini, tetiba menerima pengembalian formulir pendaftaran Sudirman sekaligus langsung menggelar fit and proper test, Selasa (23/7/2024).
Padahal, merujuk pada jadwal uji kelayakan dan uji kepatutan bakal calon gubernur dari PKS Sulawesi Selatan, hanya dijadwalkan sehari dan telah rampung pada Senin (22/7/2024). PKS telah menguji empat figur yang mendaftar yakni Ilham Arief Sirajuddin, Danny Pomanto, Annar Salahuddin Sampetoding, dan Andi Muhammad Bausawa Mappanyukki.
Uniknya lagi, berkas administrasi Sudirman yang disetor ke pengurus PKS Sulsel ternyata tidak lengkap. Sekretaris PKS Sulsel Rustang Ukkas membeberkan yang bersangkutan tidak menyertakan kartu tanda penduduk (KTP) dan ijazah.
"Dia tidak sertakan dua berkas itu. Namun, ini hanya soal administrasi. Semoga bisa disusulkan," imbuh Rustang.
Rustang menambahkan, sebenarnya pihak Sudirman hendak mengembalikan formulir pendaftaran di hari pelaksanaan proses fit and proper test empat figur yang lebih dahulu mengembalikan formulir.
Namun, rencana tersebut ditolak dengan alasan tidak nyaman kepada empat figur yang lebih dahulu mendapatkan jadwal mengikuti uji kelayakan. Sudirman mengambil formulir di PKS pada Mei lalu, namun baru mengembalikannya, kemarin.
"Jadi mau tidak mau kami buka fit and proper test kembali," ujar dia.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu PKS Sulsel, Arfianto mengatakan uji kelayakan kepada Sudirman dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang akan dilakukan untuk Sulsel selama lima tahun ke depan.
"Hanya seputar visi misi untuk Sulsel, bagaimana pembangunan Sulsel nantinya, bagaimana agar tidak terjadi ketimpangan pembangunan," imbuh dia.
Tapi tak kalah penting, sambung Arfiano, adalah komitmen mereka kepada PKS bila diusung dan keluar sebagai pemenang. "Kami juga tanyakan komitmen kandidat kepada kami setelah terpilih nanti," ujar dia.
Sementara itu, Sudirman yang dicegat wartawan seusai menjalani uji kelayakan memilih irit bicara. Dia juga tak merespons mengenai wacana untuk memborong partai dan melawan kolom kosong.
"Saya tidak tahu, silakan tanya partai," imbuh dia.
Adanya dugaan sandiwara di balik penjaringan bakal calon dinilai pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Andi Ali Armunanto akan semakin memancing ketidakpercayaan publik terhadap partai politik.
"Tentu publik akan ramai-ramai menyoroti masalah rekrutmen khususnya dalam proses kandidasi tersebut karena kesannya memang terlalu kilat. Ilham Arief Sirajuddin, misalnya, kemarin menyoroti pencalonan Partai Demokrat yang kesannya kilat tanpa wawancara, kemudian Gerindra yang juga kesannya diambil paksa (Sudirman-Fatma) padahal dari awal mengkampanyekan Andi Iwan Darmawan Aras," kata Andi Ali.
Menurut dia, pola yang dilakukan kubu Sudirman dalam perhelatan politik 2024 tidak begitu jauh dengan 2018 lalu. Pendekatan partai lewat jalur elite memungkinkan mereka mendapatkan dukungan secara tiba-tiba tanpa melalui beberapa tahapan, di antaranya uji kemampuan dan kepatutan.
Pernyataan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani, misalnya, yang secara mendadak minta seluruh kader Gerindra bekerja untuk memenangkan pasangan Sudirman-Fatma di Pilgub Sulsel 2024 dianggap tidak lepas dari komunikasi lintas elite partai.
"Kita lihat karakteristik politik yang terbangun dari 2018, keluarga Sulaiman, kan, sifatnya lebih elitis dan hal ini memungkinkan mereka menghimpun kekuatan-kekuatan partai tidak melalui proses dari bawah, tapi melalui proses yang elite. Artinya mereka punya koneksi di pusat," ujar Andi Ali.
"Kita lihat beberapa hal, misalnya, tiba-tiba diumumkan Demokrat. Proses itu berlangsung secara elitis, tidak melalui jalur organisasi yang seharusnya," imbuh dia.
Meskipun, menurut dia, tindakan partai politik ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan mengingat secara umum partai politik sifatnya pragmatis. Terlebih lagi, beberapa hasil survei yang mengunggulkan pasangan Sudirman-Fatma di Pilgub Sulsel 2024 juga bisa menjadi alasan mereka dalam mengambil keputusan tersebut.
"Tapi memang partai politik kita seperti itu, sangat pragmatis dalam menentukan pilihan. Di sisi lain juga kita tidak memungkiri dan bisa dijadikan alasan bahwa Sudirman-Fatma juga memang mengungguli hampir semua survei yang dilaksanakan. Dan bisa jadi itu salah satu yang dijadikan alasan oleh partai politik (untuk memberi dukungan)," kata Andi Ali.
Andi Ali menjelaskan, pada prinsipnya partai politik hadiri untuk memberikan pendidikan politik, salah satunya adalah dengan berjalannya proses kaderisasi termasuk penjaringan. Demokrat yang selalu mengedepankan prinsip konvensi atau permufakatan, dan Gerindra yang selalu menggembar-gemborkan utamakan kader tidak nampak dalam proses Pilgub Sulsel 2024.
"Artinya partai sendiri tidak konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang sebelumnya. Kita lihat tindakan-tindakan ini tidak ada unsur edukasi politik di dalamnya. Ini adalah murni tindakan pragmatis dengan mengkhianati jejak historis partai, mengkhianati hasrat dan keinginan masyarakat," ucap dia.
Kesepakatan-kesepakatan elit, sambung dia, dalam perhelatan politik dianggap melukai aspirasi masyarakat. Terlebih jika skenario kolom kosong benar-benar terjadi dalam Pilgub Sulsel 2024, yang menandakan bahwa kandidat atau pilihannya masyarakat hanya pada satu pasangan calon saja.
Dia mengatakan, salah satu ciri khas dari politik elit adalah membuat demokrasi terkesan berjalan tapi faktanya mengarahkan pilihan-pilihan masyarakat hanya kepada salah satu calon saja. Kolom kosong disebut hanya pengalihan isu saja untuk menutupi proses demokrasi yang otoriter.
"Kolom kosong itu hanya pengalihan isu saja, karena proses yang berlangsung di dalamnya sangat otoriter. Kalau ada pilihan yang dipaksakan itu, kan, sudah otoriter. Mau kesannya demokratis karena dihadirkan kolom kosong tetap saja elit-elitnya otoriter karena pilihannya dipaksakan supaya dipilih satu orang saja. Inikan menjadi racun demokrasi," imbuh dia.
Sementara itu, Sekretaris Partai NasDem Sulsel Syaharuddin Alrif, mengklaim rekomendasi kepada Sudirman-Fatmawati sudah keluar.
"Sudah lama keluar sebelum partai lain," imbuh Syaharuddin.
Partai NasDem dengan modal 17 kursi, kata dia, telah mendeklarasikan pasangan Sudirman-Fatmawati pada 26 Juni 2024. Wakil Ketua DPRD Sulsel itu, mengatakan bahwa rekomendasi NasDem untuk Sudirman-Fatma sudah final dan telah diserahkan beberapa bulan lalu, hanya saja tidak dipublikasi.
"Komitmen NasDem sudah bulat untuk memenangkan Pilgub bersama partai pengusung lainnya. Ini untuk kebaikan dan kemenangan bersama masyarakat Sulsel," ujar dia.
Adapun Partai Golkar masih menimbang jagoan calon gubernur yang akan diusung di Sulsel. Saat ini, Golkar baru menetapkan calon di provinsi lain dengan mengeluarkan sepuluh surat rekomendasi.
Ketua Bappilu Golkar Sulsel, Lakama Wiyaka menegaskan saat ini DPP masih mencermati konstelasi koalisi Pilgub di Sulsel. Oleh sebab itu, dengan segala pencermatan dan pertimbangan yang matang DPP Golkar belum mengeluarkan rekomendasi kepada bakal calon yang akan diusung nantinya.
"Jadi, DPP masih mencermati dinamika politik saat ini sehingga belum diumumkan untuk Sulsel," ujar Lakama.
Dia mengatakan, Partai Golkar yang merupakan bagian dari Koalisi Indonesia Maju saat pemilihan presiden lalu, berpotensi mengusung figur yang dikehendaki partai koalisi. Selain itu, hasil survei juga akan menjadi pertimbangan.
Dia menyebutkan, alotnya rekomendasi disebabkan karena saat ini DPP masih melakukan langkah terakhir yakni survei ketiga untuk menentukan figur yang akan mengantongi surat rekomendasi.
"Masih ada beberapa daerah lain, termasuk Sulsel belum diumumkan. DPP menunggu hasil survei ketiga kalinya. Rencana awal Agustus," beber dia.
Dengan demikian, dia memastikan Agustus nanti, DPP Golkar mengumumkan siapa calon gubernur sebelum 27 Agustus karena saat itu proses pendaftaran di KPU sudah dimulai. (fakhrullah-isak pasa'buah-suryadi/C)