MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) bekerja sama dengan Pusat Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya (PERSADA UB) dan Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi (ASPERHUPIKI) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Revisi Undang-Undang POLRI dan Dampaknya terhadap Sistem Peradilan Pidana.” Acara ini berlangsung di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, dengan dihadiri oleh lebih 100 peserta dari berbagai kalangan, termasuk akademisi, praktisi hukum, mahasiswa dari berbagai universitas yang ada di Kota Makassar, dan jurnalis. (20/08/24)
Kegiatan ini diawali dengan sambutan yang mendalam dari Ketua Umum ASPERHUPIKI, Dr. Fachrizal Afandi, S.Psi., S.H., M.H., yang menekankan urgensi dan relevansi diskusi ini dalam konteks hukum nasional. Beliau menggarisbawahi bahwa revisi Undang-Undang POLRI merupakan sebuah kebutuhan mendesak untuk menyesuaikan institusi kepolisian dengan dinamika hukum acara pidana yang berlaku.
Dalam sambutannya, Dr. Fachrizal juga menyoroti beberapa kekhawatiran utama yang dihadapi masyarakat, terutama terkait dengan mekanisme pengawasan terhadap kepolisian yang dinilai masih belum jelas. Ia menyatakan, "Perluasan kewenangan kepolisian, tanpa pengawasan yang memadai, dapat berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan. Inilah yang menjadi alasan utama mengapa revisi ini harus disikapi dengan sangat hati-hati dan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat."
Lebih lanjut, Dr. Fachrizal mengajak seluruh peserta FGD untuk memanfaatkan forum ini sebagai wadah untuk memberikan masukan yang konstruktif, serta untuk bersama-sama mencari solusi terbaik dalam merumuskan kebijakan yang tidak hanya memperkuat institusi kepolisian, tetapi juga menjaga prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia yang menjadi dasar sistem peradilan pidana di Indonesia
Selanjutnya, Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., M.A.P., dalam sambutannya memberikan pandangan yang komprehensif mengenai pentingnya revisi Undang-Undang POLRI. Prof. Hamzah menekankan bahwa revisi ini tidak boleh dilakukan secara terburu-buru, mengingat dampaknya yang sangat besar terhadap sistem hukum di Indonesia.
Beliau menyoroti bahwa salah satu tantangan terbesar dalam revisi ini adalah bagaimana memastikan sinkronisasi dan harmonisasi antara Undang-Undang POLRI dengan undang-undang lainnya, seperti KUHP terbaru dan KUHAP yang lama, yang mana memiliki peran krusial dalam penegakan hukum.
Prof. Hamzah juga mengingatkan peserta akan pentingnya menjaga filosofi dasar pembentukan institusi kepolisian, yaitu sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. "Institusi kepolisian harus selalu berada dalam jalur yang benar, tidak hanya sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai institusi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi.
Oleh karena itu, revisi ini harus dilakukan dengan pertimbangan yang matang, tidak hanya dari sudut pandang hukum, tetapi juga dengan memperhatikan aspek sosial dan politik," ujarnya.
Dalam sambutannya, Prof. Hamzah juga memberikan apresiasi kepada seluruh peserta yang hadir, khususnya para narasumber yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berbagi pengetahuan dan pandangan mereka.
Beliau menegaskan bahwa partisipasi aktif dari akademisi dan praktisi hukum dalam FGD ini sangat penting untuk memastikan bahwa setiap aspek revisi Undang-Undang POLRI dibahas secara mendalam dan komprehensif. "Kami berharap bahwa melalui diskusi ini, kita dapat menghasilkan rekomendasi yang tidak hanya dapat diterima oleh semua pihak, tetapi juga dapat diimplementasikan secara efektif dalam praktek hukum di lapangan," tambahnya.
Setelah sesi pembukaan, acara dilanjutkan dengan berbagai presentasi dari para narasumber yang ahli di bidang hukum pidana dan kriminologi. Setiap materi dipandu oleh moderator yang berpengalaman, yaitu Bapak Djaelani Prasetya, S.H., M.H. dan Bapak Ladito Risang Bagaskoro, S.H., M.H.
Materi 1: Urgensi Sinkronisasi Pengaturan dalam RUU POLRI untuk Mewujudkan Keadilan dan Jaminan HAM
Sesi pertama dibuka oleh Prof. Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H., Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, yang membahas pentingnya sinkronisasi antara RUU POLRI dengan prinsip-prinsip keadilan dan jaminan HAM. Prof. Amir menekankan bahwa RUU POLRI harus disusun dengan mempertimbangkan harmonisasi dengan undang-undang lain yang berkaitan dengan penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia. Hal ini, menurut beliau, akan membantu mencegah terjadinya pelanggaran HAM oleh aparat penegak hukum, terutama dalam pelaksanaan tugas kepolisian.
Materi 2: Praktik Abuse of Power oleh Penyidik POLRI dan Permasalahan RUU POLRI
Materi kedua disampaikan oleh Muhamad Isnur, S.H., M.H., Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Dalam paparannya, Isnur mengulas praktik-praktik penyalahgunaan kekuasaan oleh penyidik POLRI yang selama ini kerap menjadi sorotan publik. Ia mengkritisi beberapa pasal dalam RUU POLRI yang dianggap membuka celah bagi terjadinya penyalahgunaan wewenang, serta mengajukan beberapa usulan perbaikan yang dapat memperkuat mekanisme pengawasan terhadap tindakan penyidik POLRI
Materi 3: Analisis Pasal-Pasal Bermasalah dalam RUU POLRI dan Dampaknya terhadap Sistem Peradilan Pidana
Selanjutnya, Dr. Ahmad Sofian, S.H., M.A., Sekretaris Jenderal ASPERHUPIKI dan Akademisi Binus University, menyampaikan materi ketiga yang berfokus pada analisis pasal-pasal bermasalah dalam RUU POLRI. Dr. Ahmad menjelaskan bahwa beberapa pasal dalam RUU ini berpotensi melemahkan sistem peradilan pidana di Indonesia. Ia juga menyoroti dampak negatif yang mungkin timbul jika RUU tersebut disahkan tanpa adanya revisi yang substansial
Materi 4: Urgensi Pengaturan Penghentian Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif dalam RKUHAP
Dr. Febby Mutiara Nelson, S.H., M.H., Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, membawakan materi keempat yang mengupas tentang pentingnya pengaturan penghentian perkara pidana berdasarkan keadilan restoratif dalam RKUHAP. Menurut Dr. Febby, keadilan restoratif harus menjadi bagian integral dari sistem peradilan pidana di Indonesia, dan RUU POLRI harus mencerminkan komitmen ini dengan pengaturan yang jelas dan operasional
Materi 5: Kewenangan Intelijen POLRI dan Persinggungannya dengan Isu Pertahanan Nasional
Mayor Jenderal TNI (Purn.) Saurip Kadi, seorang purnawirawan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, menyampaikan materi kelima yang membahas tentang kewenangan intelijen POLRI. Dalam presentasinya, Mayor Jenderal Saurip mengkaji bagaimana kewenangan intelijen POLRI yang diatur dalam RUU ini bersinggungan dengan isu pertahanan nasional, serta menekankan pentingnya koordinasi antara POLRI dan TNI dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan keamanan negara
Materi 6: Reformulasi Pengaturan Ideal terkait Pengawasan dan Pembinaan Penyidik dalam Konsep Hukum Acara Pidana
Materi terakhir disampaikan oleh seorang akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, yang membahas tentang reformulasi pengaturan pengawasan dan pembinaan penyidik dalam hukum acara pidana. Narasumber menekankan bahwa pengawasan terhadap penyidik harus diperkuat untuk memastikan integritas dan profesionalisme dalam penegakan hukum. Reformulasi ini, menurut beliau, penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran prosedural dalam proses penyidikan
Setelah diskusi panel dan sesi tanya jawab, FGD ini menghasilkan beberapa rekomendasi kebijakan yang akan dirumuskan dalam bentuk policy paper. Rekomendasi ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pembuat kebijakan dalam proses revisi Undang-Undang POLRI ke depannya. Acara ini juga diakhiri dengan kesimpulan dari moderator yang menekankan perlunya keterlibatan aktif semua pihak dalam proses revisi undang-undang ini untuk memastikan kepolisian Indonesia mampu menjalankan tugasnya dengan efektif dan berintegritas.
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan ASPERHUPIKI berkomitmen untuk terus mendorong diskusi-diskusi kritis seperti ini sebagai bentuk kontribusi nyata dalam pembentukan kebijakan hukum di Indonesia.